jpnn.com - HINGGA akhir 1926, para pemberontak di Minangkabau telah mengumpulkan sedikitnya seribu pucuk senjata untuk amunisi malam tahun baru 1927. Dari mana senjata itu?
Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network
BACA JUGA: Pemberontakan Malam Tahun Baru (2)
Mangkudun Sati menjalankan tugasnya sebagai kepala Comite Pemberontakan PKI Minang dengan baik.
Berkat lobinya, PKI Minang berhasil membeli senjata melalui Mr. Van Eck, direktur firma Boon di Medan.
BACA JUGA: Pemberontakan Malam Tahun Baru (1)
Melalui jalur gelap, senjata juga dibeli dari direktur toko senjata Bouman yang seorang Belanda totok. Ini pun berkat lobi-lobi Mangkudun Sati.
Kemudian hari, si direktur Bouman ditahan enam bulan penjara karena ketahuan menjual senjata ilegal.
BACA JUGA: Tapak-tapak Kaum Pergerakan Perempuan
"Dalam usaha memperoleh senjata ini perlu dicatat bahwa seorang wakil administratur tambang batubara Sawahlunto yang berbahasa Jerman, setelah didatangi Mangkudun Sati bersedia mengusahakan senjata api berupa pistol dan karaben," tulis Busjarie Latif dalam Manuskrip Sejarah 45 Tahun PKI (1920-1965).
Uang untuk membeli senjata, antara lain disumbang oleh Hasan Bandaro, pedagang kaya raya di Padang Kota.
Selain membeli, urang awak juga merakit senjata dan membuat granat tangan di Sungai Puar, di bawah tanggung jawab Haji Idris dan Sutan Maradjo.
Dengan demikian, menjelang pemberontakan malam tahun baru 1927, PKI Minang sudah berbekal sedikitnya seribu pucuk senjata api.
"Terdiri dari karaben, pistol browning, bedil tembak rusa, dan bedil buatan sendiri. Ini belum terhitung jumlah granat tangan, senjata tajam dan lain-lain," tulis Busjarie Latif.
Nyala api pemberontakan PKI Minangkabau akhirnya dipadamkan tentara kolonial pada Maret 1927, setelah pemerintah mengirim 12 kompi tentara dari Jawa dibawah pimpinan Mayor Rhenrev.
Abdul Munaf, seorang guru yang dijuluki Jenderal sepanjang pemberontakan gugur dalam sebuah pertempuran di pinggir rel kereta api antara Padang Sibusuk dan Tanjung Ampalu.
Si Patai, bandit legendaris Padang Kota, pimpinan Sarekat Djin (underbouw PKI) gugur di Gunung Bukit Pauh Sembilan. Kepalanya dipenggal, ditancap pada sepotong bambu, dan diarak keliling kota Padang.
Banyak lagi yang gugur dan lebih banyak yang ditangkap. Saat melakukan penangkapan, semboyan serdadu Belanda--banyak yang dari Ambon--lebih baik salah tangkap seribu orang daripada lolos seorang.
Empat orang pimpinan PKI Minang dihukum gantung bulan Maret 1927 di penjara Sawahlunto. Sisanya dibuang ke Digul.
Empat orang itu, Manggulung, M. Jusuf, Sampono Kajo, Badarudin gelar Said.
Sesaat sebelum meninggalkannya selnya, menjelang dieksekusi, sebagai dicuplik dari Manuskrip Sejarah 45 Tahun PKI, Manggulung menyeru…
Kami dihukum gantung karena memberontak melawan pemerintah kolonial Belanda. Kami dihukum gantung karena membela kehendak merdeka dari rakyat…tapi kami yakin bahwa kematian kami tidak sia-sia dan kemenangan pasti kita capai… (wow/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tak Cuma Penanya yang Tajam...
Redaktur : Tim Redaksi