Pemberontakan Malam Tahun Baru (2)

Jumat, 01 Januari 2016 – 13:59 WIB
Monumen tambang batubara Ombilin, Sawahlunto. Foto: Dok.Padang Ekspres (grup JPNN.com).

jpnn.com - PEMBERONTAKAN malam tahun baru 1927 di Minangkabau diharapkan akan memicu kembali pemberontakan di Jawa.

Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network

BACA JUGA: Pemberontakan Malam Tahun Baru (1)

Silungkang, 20 Desember 1926. Tak kurang 30 orang pimpinan Partai Komunis Indonesia (PKI) berunding di Silungkang, Minangkabau.

Kata bulat sudah didapat. Sersan Pontoh dan Sersan Rumuat, dua anggota PKI dalam Garnizun Belanda di Sawahlunto meyakinkan pula bahwa tidak kurang dari 26 teman mereka berada di pihak Indonesia apabila revolusi meletus.

BACA JUGA: Tapak-tapak Kaum Pergerakan Perempuan

Pemberontakan terhadap pemerintahan kolonialisme Belanda dimulai tengah malam, 1 Januari 1927. 

Rencananya, kota tambang Sawahlunto menjadi sasaran utama. 

BACA JUGA: Tak Cuma Penanya yang Tajam...

Tengah malam, tepat saat pergantian tahun, serombongan bergerak, "meledakkan kantor komisaris polisi dan ruang dansa tempat para petinggi pemerintahan dan orang-orang Belanda pejabat tambang batubara Ombilin merayakan malam tahun baru," tulis Audrey Kahin dalam buku Dari Pemberontakan Ke Integrasi

Saat bersamaan, Sersan Pontoh dan rekan-rekannya merebut garnizun dan penjara Sawahlunto. Membebaskan semua tahanan politik dan menangkap pegawai Belanda. 

Senjata-senjata yang direbut dari garnizun diserahkan kepada rombongan pemberontak dari nagari-nagari sekitar Sawahlunto.

Begitu matahari 1 Januari 1927 terbit, rakyat dan pekerja tambang Ombilin dimobilisasi menggelar demonstrasi besar-besaran menuntut kemerdekaan Indonesia.

Saat menyusun rencana tersebut, sebagaimana dikisahkan Abdul Muluk Nasution dalam buku Pemberontakan Sarekat Rakyat, pemberontakan di ranah Minnag diharapkan dapat memicu kembali pemberontakan di Jawa yang baru saja dipadamkan Belanda. 

Telinga Belanda

Pada hari H, rombongan pertama yang dipimpin Abdul Muluk Nasution bergerak dari Silungkang ke Sawahlunto.

Apa hendak dikata, rencana tinggal rencana. Entah siapa pangkal balanya, rencana itu sampai ke telinga Belanda.

Mereka disergap serdadu Belanda di Muara Kalaban. Yang tertangkap dibawa ke penjara Sawahlunto. 

Penjara Sawahlunto yang rencana akan diambil alih gagal, karena ternyata Sersan Pontoh, Sersan Rumuat dan dua puluhan koleganya telah ditangkap Belanda dua hari sebelum hari H.

Perang tetap meletus. Rakyat dan buruh tambang batubara di Sawahlunto bergerak. 

Konvoi bala bantuan pasukan Belanda dari Bukittinggi menuju Sawahlunto mendapat kejutan dari pasukan "Jenderal" Abdul Munap ketika melintas di Payakumbuh.

Merujuk telegram residen Mr. Arends tertanggal 3 Januari 1927, komandan Belanda Letnan W.F.H.L. Simons yang berada di mobil paling depan, terbunuh oleh sebutir peluru menembus jantungnya.

Abdul Munap, yang memimpin pertempuran di Payakumbuh, anggota Sarekat Rakyat yang sehari-harinya adalah guru.

Kelompok pemuda dari nagari-nagari sekitar Silungkang yang mengibar-ngibarkan bendera merah terlibat baku tembak dengan serdadu Belanda.

Tanggal 3 Januari, pasukan Belanda mundur dari Silungkang. 

Sesuai prediksi, pemberontakan meluas. Sama halnya dengan Silungkang dan sekitarnya, di Padang, Pariaman, Agam para pemberontak juga membunuh para pejabat Belanda. 

Di mana-mana terjadi baku-tembak. Korban berguguran dari kedua belah pihak. 

Dari mana para pemberontak mendapatkan senjata? --bersambung (wow/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gadis Kecil Penggagas Hari Ibu itu Menolak Menyembah Raja Jawa


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler