Lapor Bu Susi! Banyak Nelayan Kehilangan Pekerjaan

Kamis, 19 Januari 2017 – 12:10 WIB
Nelayan. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com - jpnn.com - Kebijakan Susi Pudjiastuti yang dituangkan dalam Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan Pengeluaran Lobster, Kepiting dan Rajungan, terus mendapat sorotan.

Aturan sebagai pengganti Permen Nomor 1 Tahun 2015 itu dinilai semakin merugikan nelayan.

BACA JUGA: Bu Susi, Nelayan Daerah Ini Masih Buru Benih Lobster

Hal itu diakui juga oleh Wakil Gubernur NTB, H Muhammad Amin saat dimintai tanggapannya. Pasalnya, Permen KP yang merupakan hasil revisi tersebut semakin menghilangkan mata pencaharian nelayan lobster.

“Memang merugikan nelayan, tidak bisa kita berdiam diri ini. Karena akan berpengaruh pada angka kemiskinan juga,” ucap Wagub saat ditemui Radar Lombok (Jawa Pos Group0 di ruang kerjanya, Rabu kemarin (18/1).

BACA JUGA: Akibat Kebijakan Bu Susi, Nelayan Menyesal Pilih Jokowi

Permen KP ini diundangkan pada tanggal 23 Desember, tidak lama setelah Menteri Susi Pudjiastuti mendatangi nelayan di teluk Awang, Lombok Tengah.

Padahal, waktu itu nelayan meminta agar Permen KP tentang lobster direvisi dan tidak memberatkan nelayan.

BACA JUGA: Dilarang Bu Susi, Jual Beli Sembunyi-sembunyi

Apabila dalam Permen KP Nomor 1 tahun 2015 tidak ada larangan untuk budidaya lobster, Permen KP terbaru malah dengan tegas disebutkan larangan itu.

Dalam pasal 7 ditegaskan bahwa setiap orang dilarang menjual benih lobster untuk budidaya.

Kemudian, bagi siapapun yang menangkap lobster, kepiting dan rajungan diwajibkan melepasnya jika dalam kondisi bertelur.

Selain itu, lobster tidak boleh ditangkap ukuran panjang di bawah 8 centimeter atau beratnya dibawah 200 gram.

“Kalau dulu kan tidak ada larangan budidaya, kalau sekarang jelas dilarang. Ini makanya masalah, sementara saat ini banyak nelayan yang tidak lagi jual benih lobster tapi mereka budidaya,” kata Wagub.
Konsekuensi dari Permen KP terbaru ini, bagi nelayan yang melakukan budidaya atau menangkap lobster di luar ketentuan, maka sanksi sudah menunggu.

Hal inilah yang dikhawatirkan oleh Wagub. Jangan sampai nelayan dibenturkan dengan aparat.

Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB akan melakukan langkah-langkah strategis.

Pertama, Pemprov NTB akan menagih kompensasi ke pemerintah pusat. Mengingat banyak nelayan akan kehilangan pekerjaan yang sudah digelutinya.

Selanjutnya, untuk masalah pidana, Pemprov akan berkoordinasi dengan Polda agar tidak langsung memberikan sanksi atau menangkap nelayan.

“Ini kan aturan masih baru, jadi harus disosialisasikan dulu. Pusat harus berikan kompensasi dulu, nanti kalau sudah jelas kompensasinya dan masyarakat masih melanggar, baru diproses hukum,” tegas Wagub.

Wagub sendiri enggan menyampaikan penolakan atas Permen KP tersebut. Mengingat, sikap menolak berkali-kali pernah disuarakan namun tidak ada hasilnya.

“Makanya lebih baik kita dekati buk Menteri dan minta kompensasi secepatnya,” tutup Wagub.

Terpisah, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB, Lalu Hamdi juga mengakui Permen KP yang merupakan revisi ini sangat menyusahkan dan memberatkan masyarakat nelayan. Mengingat, sumber penghidupan mereka akan hilang.

Selama ini, lanjut Hamdi, nelayan tetap menangkap lobster dan menjualnya ke pembudidaya. Namun setelah budidaya juga dilarang, tentu tidak akan ada lagi pembudidaya.

“Makanya kita tuntut kompensasi, kan waktu ke teluk Awang itu Bu Susi sudah janji. Itu dah kita tagih,” katanya. (zwr)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Punya Banyak Utang, Nelayan Masih Ingin Pakai Cantrang


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler