JAKARTA - Dari ribuan pejabat daerah, ternyata hanya sedikit saja yang melaporkan pemberian dari pihak lain (gratifikasi) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)Direktorat Gratifikasi KPK mencatat, sejak Januari hingga sampai 31 Agustus lalu hanya ada 31 pejabat daerah yang melaporkan gratifikasi ke KPK
BACA JUGA: MPR: Pemilihan Calon Kapolri Harus Transparan
Padahal, pejabat penerima gratifikasi yang tidak melapor ke KPK bisa dijerat dengan pasal penyuapan dengan ancaman pidana penjara hingga seumur hidup
BACA JUGA: Calon Tunggal Tak Jaminan Jadi Panglima
Dari catatan Direktorat Gratifikasi KPK, hingga 31 Agustus lalu terdapat 203 laporan gratifikasi
BACA JUGA: DPR Hormati SBY Ajukan 1 Calon Panglima TNI
Untuk pelaporan gratifikasi dari kementrian, terdapat 33 laporan dari pejabat ataupun pegawai di departemen, 1 dari kementian negara, serta 9 laporan dari lembaga setingkat kementrianSedangkan dari unsur yudikatif terdapat 3 laporan dan dari BPK ada 6 laporan
Untuk lembaga independent, KPK menerima 38 laporan, sedangkan dari BUMN/BUMD sebanyak 7 laporanAda pun untuk pejabat daerah, KPK hanya menerima 8 laporan dari Pemerintah Provinsi, 19 laporan dari Pemerintah Kabupaten dan 4 laporan dari Pemerintah Kota
Sigit pun lantas menyebut ketentuan pada penjelasan pasal 12 b ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diperbarui dengan UU Nomor 20 Tahun 2001Dalam ketentuan itu disebutkan, gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnyaTermasuk gratifikasi adalah pemberian di dalam negeri maupun di luar negeri yang dilakukan melalui sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Menurut Sigit, setiap gratifikasi ke pejabat maupun pengawai negeri akan dianggap suap jika hal itu berkaitan dengan jabatanKarenanya Sigit mengingatkan agar semua pejabat negara dan pegawai negeri yang menerima gratifikasi segera melapor ke KPK selambat-lambatnya 30 hari sejak gratifikasi diterima
KPK pun memilah pemberian baik dalam bentuk barang maupun uang, yang dapat digolongkan sebagai suap dan yang dapat menjadi milik penerimaSebanyak Rp 1,736 miliar dan barang senilai Rp 43,9 juta dari gratifikasi menjadi milik negaraSedangkan Rp 8,9 miliar dan barang senilai Rp 838,6 juta dapat menjadi milik penerima.
Untuk pemberian yang dapat dimiliki penerima, di antaranya terdapat uang dalam bentuk mata uang asing antara lain USD 34 ribu, Singapore Dollar (SGD) 468, Australia Dollar (AUD) 100, Japan Yen (JPY) 200 ribu, Euro 515, Ringgit Malaysia (RM) 250, £ 210, serta Vietnam Dong (VND) 10 ribu.
Sementara juru bicara KPK, Johan Budi, menambahkan, KPK baru menerima dua laporan gratifkasi terkait pelaksanaan lebaranDua laporan itu berasal dari Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD dan Direktur Keuangan Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP), Fatah Topobroto.
Johan menyebutkan, Mahfud melaporkan 50 bok korma dari Kedutaan Arab Saudi dan 1 paket parsel dari TPISedangkan Fatah Topobroto melaporkan parsel dari BRI.
Menurut Johan, untuk tahun ini pejabat yang melaporkan gratifikasi yang berkaitan dengan lebaran masih minimNamun KPK belum memastikan apakah minimnya laporan itu karena para pejabat sudah berani menolak pemberian, atau memang belum sadar untuk melaporkan gratifikasi ke KPK..
"Melihat kecenderungannya pelaporan gratifikasi berkaitan dengan hari raya memang menurunTetapi apakah ini menunjukan para pejabat sudah memahami soal gratifikasi atau memang belum tinggi kesadarannya, kita belum tahu," tandas Johan.
Yang pasti, lanjutnya, KPK juga mengimbau agar para para penyelenggara negara dan pegawai negeri segera melapor ke KPK jika menerima gratifikasi.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kejagung Tolak Bambang atau Busyro
Redaktur : Tim Redaksi