jpnn.com - jpnn.com - Pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur pada 2016 lebih baik dibandingkan nasional.
Perekonomian Jatim pada akhir 2016 tumbuh 5,5 persen sebesar.
BACA JUGA: Mas Tjahjo: Yang gak Fokus Kita Coret
Sebagai perbandingan, perekonomian nasional mencapi 5,02 persen.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim Teguh Pramono mengatakan, perekonomian Jatim tahun lalu juga tumbuh lebih baik dibandingkan 2015 sebesar 5,44 persen.
BACA JUGA: Regulasi Dasar Perekonomian Bakal Banyak Berubah
Meski secara tahunan terjadi pertumbuhan, terjadi perlambatan pertumbuhan secara kuartal.
Pada triwulan keempat 2016, ekonomi Jatim hanya bertumbuh 5,48 persen. Sementara itu, pada kuartal keempat 2015, pertumbuhan ekonomi Jatim mencapai 5,71 persen.
BACA JUGA: Ekonomi Memang Tumbuh, Tapi Rakyat Susah
Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian sebesar 14,18 persen.
Kinerja positif sektor tersebut ditopang lifting minyak di Bojonegoro yang meningkat dari 30,8 juta barel menjadi 67,6 juta barel.
Sektor lain yang juga mengalami peningkatan produksi adalah penyediaan akomodasi dan makan-minum 8,49 persen, informasi dan komunikasi (7,57 persen), jasa keuangan dan asuransi (6,99 persen), serta jasa pendidikan (5,97 persen).
’’Sektor komunikasi naik karena peningkatan data traffic dan perang tarif (antaroperator seluler, Red),’’ jelas Teguh.
Dari sisi lapangan usaha, industri pengolahan berkontribusi 28,92 persen serta perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda motor mencapai 18 persen.
Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan di Jatim juga masih berkontribusi besar terhadap struktur ekonomi Jatim, yakni mencapai 13,31 persen.
’’Industri pengolahan menjadi sumber pertumbuhan paling tinggi dengan capaian 1,33 persen,’’ terangnya.
Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi terjadi pada komponen ekspor luar negeri sebesar 12,83 persen.
Setelah itu disusul komponen net ekspor antardaerah 9,58 persen.
Sementara itu, komponen pengeluaran konsumsi pemerintah mengalami kontraksi sebesar 7,01 persen.
’’Turunnya konsumsi pemerintah ini karena terjadi pemangkasan anggaran beberapa waktu lalu,’’ terangnya.
Saat ini, tambah Teguh, belum ada tanda-tanda pemerintah melanjutkan kebijakan pengetatan anggaran.
’’Patokannya dari penerimaan pajak. Selama target penerimaan pajak tercapai, tidak ada masalah,’’ lanjutnya. (res/c17/noe)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ekonomi Global Rendah, Indonesia Tumbuh Berkualitas
Redaktur & Reporter : Ragil