Diakui Presiden, kerbau tersebut memang dimaksudkan sebagai simbol kritik kepadanya
BACA JUGA: Desentralisasi Fiskal Tak Mampu Perbaiki Ekonomi Daerah
Karenanya SBY secara eksplisit tidak dapat menerima simbolisasi “gemuk” dan “lamban”, karena merasa hal tersebut sudah melewati batas-batas kebebasan berekspresi.Menyinggung hal tersebut Asisten Staf Khusus Presiden, Zaenal A Budiyono, mengatakan Presiden SBY bukanlah pribadi yang anti kritik
BACA JUGA: DPD: Itu Korupsi yang Didasarkan Kebijakan
Hanya saja, yang dimaksud kritik pada konteks ini adalah kritik terhadap kebijakan demi kesejahteraan bersamaZaenal menjamin, meski Presiden merasa terganggu dengan “penghinaan” personal itu, namun menggunakan rasionalitas tetap dikedepankan agar tak mencederai demokrasi
BACA JUGA: Ada Simbiosis Mutualisme dalam Fee BPD
SBY, sambung Zaenal, adalah pemimpin yang demokratis yang diakui dunia."SBY juga terpilih melalui pemilu langsung demokratisJadi sudah pasti SBY memiliki komitmen yang tinggi demi tegaknya demokrasi di Indonesia”, tandasnya.
Zaenal yang saat dihubungi mengaku masih berada di Istana Cipanas menambahkan, pidato SBY yang menyinggung soal kerbau itu selayaknya dimaknai sebagai upaya untuk mengingatkan bahwa kebebasan bukan berarti kebablasan.
Dalam kasus kerbau gemuk, tambah Zaenal, sudah jelas aksi tersebut mencederai prinsip-prinsip demokrasiKarenanya Zaenal menilai simbolisasi kerbau untuk mempersonifikasikan Presiden sangatlah tidak etis"Bagaimanapun juga, Presiden adalah simbol negara kita, IndonesiaNegara luar dan masyarakat dunia akan melihat aksi tersebut sebagai bentuk rendahnya moral bangsa Indonesia," ulasnya.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hutang DBH, Pemerintah Dituding Tak Transparan
Redaktur : Tim Redaksi