JPNN.com

LSM Tolak Tambang Nikel di Maluku Utara

Selasa, 15 Juni 2010 – 14:24 WIB
LSM Tolak Tambang Nikel di Maluku Utara - JPNN.com
JAKARTA - Empat Lembaga Sawadaya Masyarakat (LSM) di Indonesia menyatakan menolak rencana tambang PT Weda Bay Nikel di Pulau Halmahera, Maluku UtaraWeda Bay Nikel diperkirakan akan menggali 17 juta ton batuan yang akan menghasilkan 60 ribu ton Nikel dan 4 ribu ton Cobalt per tahunnya

BACA JUGA: MK Sidangkan Usia Pimpinan KPK

Keempat LSM tersebut masing-masing Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI),  Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) dan Koalisi Anti Utang (KAU).

"Kegiatan tambang mereka sangat membahayakan karena rakus akan lahan dan air serta akan membuang tailingnya ke Teluk Weda hingga merusak hutan lindung secara besar-besaran
Proyek ini juga bakal berdampak pada tercerabutnya pola hidup masyarakat tradisional, seperti petani, kaum perempuan, nelayan, dan masyarakat pesisir lainnya," kata juru bicara 4 LSM tersebut, Yuyun Harmono dari Program Officer Koalisi Anti Utang (KAU), di saat jumpa pers di Jakarta, Selasa (15/6).

Di tempat yang sama, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Andrie S Wijaya menambahkan, PT Weda Bay Nikel adalah salah satu perusahaan yang melobi para petinggi Indonesia untuk melakukan amandemen atas UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang melarang pertambangan terbuka di hutan lindung

BACA JUGA: Busyro dan Jimly Mendaftar Pimpinan KPK

Perusahaan menandatangani Kontrak Karya 19 Februari 1998, dengan luasan konsesi 120 ribu ha di Halmahera Tengah dan Halmahera Timur, Maluku Utara.

"Sekitar 56,5% saham perusahaan dimiliki Strand Mineral PTE, Ltd (Eramet Perancis), 33,4% milik Mitsubishi, dan 10% sisanya milik PT Antam
Proyek tambang dan pengolahan proyek ini didukung oleh lembaga-lembaga keuangan dunia, seperti Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA)

BACA JUGA: Mencari Panglima Pemberantasan Korupsi

Dan Bank Dunia telah melakukan konsultasi perihal rencana memberi jaminan kepada Proyek Tambang Nikel Teluk Weda," ujarnya.

Tiap tahun, lanjutnya, perusahaan tersebut akan menghasilkan 60 ribu ton Nikel, dan 4 ribu ton Cobalt per tahun"Mereka akan mengolah limbahnya dengan sistem paling berbahaya dan ketinggalan jaman, yakni heap leaching, menumpahkan larutan asam sulfat ke atas tumpukan bijih nikelUntuk itu, perusahaan akan membangun pabrik asam sulfat yang membutuhkan 1 juta ton asam sulfur tiap tahunnya."

"Melihat potret pertambangan di Indonesia dan bahaya proyek tambang nikel Teluk Weda, kami mengecam keterlibatan MIGA dalam memberi jaminan dan pendanaan proyek kotor dan merusak lingkungan, seperti yang akan dilakukan PT Weda Bay Nikel," imbuh Andrie S Wijaya.

Sementara aktifis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Pius Ginting melihat tidak hanya dari sisi rusaknya lingkungan tapi juga menolak keterlibatan lembaga-lembaga keuangan multilateral dalam membiayai dan menjamin proyek industri ekstraktif di IndonesiaMIGA-Bank Dunia harus segera membatalkan rencana memberikan jaminan resiko politik bagi proyek yang berbahaya iniTak hanya karena proyek tambangnya yang berbahaya bagi keselamatan warga dan ekosistem Pulau Halmahera, salah satu pemegang sahamnya – PT Antam dikenal memiliki catatan buruk, baik perusakan lingkungan maupun pelanggaran HAM.

"Sejarah mencatat,  Antam, pemilik tambang Nikel di Pulau Gebe, Halmahera Tengah, yang dioperasikan 25 tahun lalu, dan tutup pada 2004, tak hanya meninggalkan kerusakan lingkungan yang luar biasa, tapi juga menghancurkan perekonomian masyarakat Pulau Gebe yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan dan petani," kata Pius Ginting, didampingi Koordinator Program Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Abdul Halim. (fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Cirus-Poltak Belum Terima Panggilan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler