LSM Tuding Jepang Memiskinkan Asia

Senin, 04 Mei 2009 – 15:26 WIB
JAKARTA - Tujuh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Indonesia mempertanyakan klaim Jepang yang mengaku sebagai negara yang telah
menyelamatkan orang yang paling miskin di Asia melalui peranannya di
Asian Development Bank (ADB).

"Klaim tersebut sesungguhnya bertolak belakang dengan kenyataanYang
tejadi sebaliknya, operasi proyek dan kebijakan utang ADB telah
menyebabkan multi krisis dan meningkatkan jumlah orang miskin di Asia."
Tudingan itu disampaikan 7 LSM masing-masing Koalisi Anti Utang, Wahana
Lingkungan Hidup Indonesia, Serikat Petani Indonesia, Solidaritas
Perempuan, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan, Jaringan Advokasi
Tambang dan Crisis Center, melalui press rillisnya, di Jakarta, Senin
(4/5).

Sebagai negara terbesar kedua pemilik saham ADB, Jepang punya kuota
suara 12,75 persen dari total anggota ADB, dan 19,6 persen  total
anggota di regional Asia Pasifik

BACA JUGA: SBY: Tak Ada Negara Yang Imun Krisis

"Keputusan ADB sangat dipengaruhi
Jepang, termasuk keputusan yang menguntungkan negaranya, korporasi dan
konsultan mereka
Lebih 40 tahun mereka mendapat keuntungan dari
berbagai proyek yang menyebabkan kerusakan lingkungan dan melanggar
HAM

BACA JUGA: Indonesia Dorong ADB Peduli Lingkungan

Khususnya di sektor infrastruktur, energi dan sumber daya alam."

Dalam pertemuan ke-42 para Gubernur ADB Jepang yang saat ini tengah
berlangsung di Bali, Jepang akan paling diuntungkan, karena ADB tengah
mengajukan proposal mitigasi perubahan iklim dengan mengajukan
penawaran membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).

"Padahal, PLTN sangat berbahaya bagi lingkungan, sosial, ekonomi dan
akan membuat Indonesia kembali bergantung pada korporasi dan
negara-negara pemilik teknologi PLTN," kata juru bicara ketujuh LSM,
Dani Setiawan yang juga Koordinator Koalisi Anti Utang.

Terutama untuk biaya pengadaan bahan uranium, pembangunan pembangkit
dan penutupan (decommisoning)
Apalagi, terbukti PLTN tak lepas dari
berbagai kecelakaan fatal, sebagaimana yang pernah terjadi di Jepang.
Dalam pertemuan itu, ADB juga menawarkan teknologi carbon capture and
storage (CCS), yang direncanakan diterapkan di Indonesia pada 2020.

Teknologi ini menangkap emisi gas rumah kaca dari pembangkit listrik
seperti batu bara dan mengirimnya ke tempat penyimpanan limbah karbon.
CCS akan berdampak buruk bagi lingkungan karena membutuhkan air 90
persen lebih banyak dibanding pembangkit tradisionil

BACA JUGA: People Movement: Bubarkan ADB!

Artinya, ADB tak
bisa diharapkan menjawab dampak perubahan iklim"CCS hanya alasan ADB
meningkatkan permintaan batubara dan abaikan dampak negatif
pengerukannya terhadap lingkungan dan lahirnya pelanggaran HAM di
sekitar daerah tambangCCS tak bisa menyimpan sampah karbon selamanya,
sehingga beresiko bagi generasi selanjutnya."

Padahal, dampak perubahan iklim nyata serius, dan telah memakan korban.
Pertemuan 2500 ahli dari 80 negara dalam dalam forum International
Scientific Congress on Climate Change di Conpenhagen, bulan lalu,
menyatakan dunia berada pada jalur skenario terburuk, bahkan lebih
parah dari skenario laporan Intergovernmental Panel on Climate Change
Fourth Assessment Report, tahun 2007ADB dan usulan CCS nya, malah
beresiko menambah emis gas rumah kaca dan memperburuk perubahan iklim,
imbuhnya.

Wakil-wakil masyarakat dari tujuh negara di Asia yang berdiskusi dalam
Asian People’s Movement Against ADB Summit, mengecam solusi-solusi yang
ditawarkan ADB AGM, 2–5 Mei 2009 di Bali"Mereka dengan keras
menyatakan bahwa pertemuan ADB tak akan menjawab krisis yang terjadi
saat iniMereka justru menunjukkan fakta-fakta ADB lah lembaga
keuangan tingkat regional penyebab krisis pangan, krisis iklim, krisis
energi, dan krisis keuangan."

Para wakil masyarakat menudinh operasi proyek-proyek dan kebijakan
utang ADB di Srilanka, India, Pakistan, Philipina, Thailand, Kamboja,
Timor Leste dan Indonesia, menunjukkan terjadinya kerusakan sosial dan
ekonomi yang serius bagi rakyat, khususnya kaum perempuanDan telah
melanggar prinsip-prinsip kedaulatan ekonomi dan politik di
negara-negara Asia.

Krisis keuangan global tidak dapat menjadi alasan memperkuat
peran-peran ADB di tingkat regional, salah satunya dengan memberi
tambahan modal bagi ADB, dari USD55 miliar menjadi USD165 miliar.
Harusnya, krisis kapitalisme global menjadi momentum melakukan koreksi
total terhadap peran-peran lembaga keuangan seperti ADB.

"Kami menuntut Jepang, sebagai negara pemilik saham terbesar kedua
dalam ADB, agar segera menarik diri dari pembiayaan ADBSaat ini yang
dibutuhkan adalah skema alternatif pembiayaan pembangunan di Asia yang
dapat membantu rakyat lepas dari kemiskinan, dan bencana ekologis
berkepanjanganKami juga menuntut Jepang untuk bertanggung jawab atas
proyek-proyek utang yang disalurkan, yang telah menyebabkan kurban
sosial dan ekonomi serta menimbulkan kerusakan ekologi yang sangat
parah di berbagai negara di Asia," tegas Dani Setiawan(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... ADB Terus Pulihkan Kawasan Asia Pasifik


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler