Luar Biasa! Pensiunan Buka Usaha Sendiri, Omzet Rp 70 Juta per Minggu

Selasa, 25 Juli 2017 – 00:05 WIB
Pekerja menyangrai (menggoreng tanpa minyak) kacang tanah dengan menggunakan pasir di kawasan Kranggan, Tangerang Selatan. Foto: Adrianto/Indopos/JPNN.com

jpnn.com - Ma'mun (65) sukses menekuni usaha home industry kacang sangria. Bukan hanya mendatangkan pundi-pundi rupiah, usahanya juga membuka lapangan pekerjaan bagi keluarga dan warga sekitar. Produk rumahaannya itu sudah diekspor hingga ke Tiongkok.

TUMPAK M TAMPUBOLON, Tangsel

BACA JUGA: Heboh Penggerebekan Home Industry, Pemilik Berteriak Sambil Memaki

Akhir pekan lalu, Kampung Koceak, Kelurahan Keranggan, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Banten, terlihat ramai. Sejumlah truk besar dari beberapa tempat wara-wiri menurunkan kacang tanah yang masih mentah.

Asyik melihat perkampungan ini, INDOPOS (Jawa Pos Group) berkenalan dengan salah satu warga. Pria berkaos putih dan berpeci hitam serta berkacamata ini bernama Ma’mun.

BACA JUGA: Home Industry Abon Sapi Oplosan tak Kantongi Izin

Dari pria inilah diketahui jika wilayah ini merupakan sentra produksi kacang sangrai yang jadi salah satu produk asli Kota Tangsel.

Dan ternyata, Ma’mun merupakan salah satu pelaku usaha kacang sangrai ternama di daerah tersebut. Kata dia, ada delapan pelaku usaha yang memiliki home industry kacang sangrai.

BACA JUGA: Satgas Pangan Gerebek Home Industry Abon Sapi, Begini Kecurangannya!

Kelompok usaha mereka itu diberinama Cipta Boga. Bahkan, usaha yang dirintis sejak 7 tahun silam sudah membuahkan hasil memuaskan.

Sembari bercerita, Ma’mun mulai menguak awal pembangunan usaha produk usaha kecil mikro (UKM) kacang sangrai tersebut.

Kata dia, awalnya dirinya hendak membangun usaha makanan ringan dari hasil bekerja setelah pensiun dari sebuah perusahaan asing. Dia lantas memilih kacang sangria.

Gagasan itu pelan-pelan dia wujudkan, dengan memulai membeli kacang tanah berkilo-kilogram untuk dijadikan kacang sangrai.

”Dua tahun saya bangun belum memiliki hasil. Ya baru sampai di daerah ini saja penjualannya karena memang peminatnya masih kecil. Apalagi, kacang sangria masih dianggap cemilan teman minum kopi sama warga,” ujarnya saat menunjukan pembuatan kacang sangrai tersebut.

Asap tipis mengepul dari bilik bambu, bangunan setengah permanen yang jadi pusat pengolahan kacang sangrai. Dari luar, langkah kaki Indopos ini disambut tumpukan meninggi gelondongan kayu untuk bahan memasak yang tersusun rapi.

Begitu memasuki bilik bangunan, terlihat banyak kesibukan. Di ruangan yang cukup luas ini, dua pekerja sibuk memasak kacang tanpa minyak di penggorengan yang besar dengan pembakaran tungku kayu bakar.

Ma’mun kembali bercerita, kebangkitan produk rumahan kacang sangrai menanjak pada 2013 lalu. Saat itu dia mendapatkan ilmu meracik kacang tanah tersebut menjadi nikmat dan gurih saat dikonsumsi. Hanya saja, dia enggan menyebutkan racikan itu dengan alasan rahasia perusahaan.

Dari puluhan kilogram kacang tanah yang diracik Ma’mun, sejak tahun 2014 lalu meningkat menjadi satu ton. Kacang itu pun mulai diedarkannya bukan hanya di Kota Tangsel saja melainkan juga ke sejumlah daerah seperti Depok, Jakarta, dan Bekasi.

”Sekarang saya sanggup memproduksi kacang sangrai sebanyak empat sampai lima ton seminggu. Kalau bahan baku kacang kulit sedang sulit diperoleh, paling cuma produksi tiga ton per minggu,” katanya sembari menunjukan lokasi penjemuran kacang tanah sangrai itu.

Diakui Ma’mun, sejak dari 2014 omzet penjualan kacang sangrainya naik. Mulai dari Rp 10 juta per bulan hingga saat ini bisa mencapai Rp 50 juta sampai Rp 70 juta per minggu.

Saat ini dia mempekerjakan sembilan warga sekitar pabrik sebagai karyawan. Tugas para pekerjanya itu kata dia telah dibagi-bagi.

Empat pekerja menyangrai kacang, tiga orang menampi kacang, dan dua pekerja lainnya yang melakukan pengemasan.

Meskipun, banyak mempekerjakan warga sekitar sini, kakek sembilan cucu ini memberikan keleluasaan kepada pekerjanya untuk melakukan pengemasan di rumah mereka masing-masing.

Biasanya, ada yang membawa tiga sampai empat karung kacang sangria dikemas di rumahnya.

”Semua keuntungan itu saya gunakan untuk membantu pendidikan warga kurang mampu, sama biaya pendidikan cucu. Biar mereka memiliki pendidikan tinggi dan memperluas home industry ini. Toh kalau pabrik ini besar mereka juga nanti yang menikmati hasilnya itu bagi keluarga,” tutur pria berkulit sawo matang yang tidak ingin wajahnya dipublikasikan ini.

Sembari menguak keberhasilan produk kacang sangarai ini, Ma’mun menunjukan tempat meracik kacang sangrai itu.

Kakek ini menyatakan untuk memproduksi 5 ton kacang sangrai dalam seminggu, modal yang harus dikeluarkan mencapai Rp 40 juta.

Yakni untuk membayar upah pekerja, membeli kayu dan plastik pengepakan. Jika tadi disebut omzetnya per minggu bisa mencapai Rp 70 juta, berarti dia bisa meraup keuntungan sekitar Rp 30 juta per minggu.

Harga kacang kulit sendiri, menurut Ma'mun, tidak selalu pasti harganya. Kadang naik, dan jarang turun. Belum lagi ongkos kirim.

”Untuk saat sekarang ini, harganya Rp 12 ribu per kilo. Jadi, kalau saya memesan empat ton kacang kulit, biayanya Rp 48 juta. Untuk pemasaran kacang sangrainya tidak terlalu ada masalah. Karena, para pembeli kacang sangrainya secara rutin datang sendiri, sebab sudah menjadi pelanggan lama,” paparnya.

Dia cerita, pada awal 2015, mengikuti kegaiatan UMKM yang digelar Pemkot Tangsel. Saat itu dia bertemu salah satu pengusaha asal Jawa Tengah yang sedang mengembangkan usaha di Tiongkok.

Pertemuan itu membuka jalan ekspor kacang sangrai produksinya. Untuk sekali pengiriman ke Tiongkok mencapai 2- 3 ton dalam dua minggu.

”Kacang sangrai ini sudah ada peminatnya di Tiongkok. Saya pun sangat berterimakasih sama orang itu yang sudah membantu memperkenalkan cemilan asal Tangsel ini ke negara itu,” cetusnya. (*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Satgas Pangan Bongkar Home Industry Abon Sapi Dioplos Daging Ayam


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler