“Inilah harapan kami terhadap RUU Desa yang dirumuskan DPD,” ujarnya dalam rapat kerja (raker) antara Panitia Ad Hoc (PAH) I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dengan Kementerian Negara Percepatan Daerah Tertinggal (KNPDT) di lantai 2 Gedung DPD Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (8/9)
BACA JUGA: MPR Ngotot Amandemen Konstitusi
Raker dipimpin Ketua PAH I DPD Marhany VP Pua (Sulawesi Utara) didamping Wakil Ketua PAH I DPD Biem Triani Benyamin (DKI Jakarta).Selain itu, RUU memberikan jaminan agar desa berdaulat, mandiri, dan berkembang, berorientasi kesejahteraan rakyat, tidak semata-mata mengatur pemerintahan desa, dan merangkum keragaman tata kelola pemerintahan desa yang berakar adat.
Lukman juga mengakui beberapa permasalahan yang menghambat kemajuan pembangunan perdesaan
BACA JUGA: Target Lifting Minyak 2009 Terancam Gagal
“Ke depan, porsi pembangunan perdesaan lebih besar daripada perkotaan atau 60:40%,” ujarnya.Permasalahannya, terdapat berbeda data jumlah desa atau kelurahan di Indonesia yang dikeluarkan tiga instansi, yakni Departemen Dalam Negeri (Depdagri), Badan Pusat Statistik (BPS), dan KNPDT
BACA JUGA: PLN Tekan Pertumbuhan 2009
“KNPDT menerima input dari bupati/walikotaJadi, beberapa desa/lurah belum diregistrasi Depdagri,” ujarnya.Kemudian, kemiskinan mayoritas terdapat di perdesaan (63,41% penduduk miskin di perdesaan sesuai data BPS bulan Maret 2006)Memang terjadi penurunan kemiskinan yang signifikan di perdesaan setelah Pemerintah mengeluarkan program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) yang mengalokasikan rata-rata 250 juta per desa disertai perubahan orientasi pembangunan dari perkotaan ke perdesaan.
Permasalahan lain, kualitas sumberdaya manusia (SDM) yang rendah, pelayanan sarana dan prasarana yang rendah, kelembagaan dan organisasi berbasis masyarakat yang lemah, degradasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang meningkat, serta konversi lahan pertanian subur dan beririgasi yang meningkat.
Lukman juga memaparkan beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perdesaan yang menghambat kemajuan pembangunan perdesaan, yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, UU 5/1979 tentang Pemerintahan Desa, UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diubah dengan UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, UU 26/2007 tentang Penataan Ruang, Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2004-2009, PP 72/2005 tentang Desa, PP 73/2005 tentang Kelurahan, beberapa Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) dan peraturan daerah (perda) setempat.
Lebih jauh, Lukman menjelaskan, tahun 2008 KNPDT mengeluarkan pembangunan desa model yang diintervensi berbagai macam instrumen atau program, yaitu desa-desa miskin yang berpotensi tetapi fungsi ekonomi dan sosialnya belum dioptimalkan“Berbeda dengan sebelumnya, satu desa yang rata-rata diintervensi satu instrumen.”
Tahun 2009, diharapkan pembangunan desa model tidak hanya diintervensi KNPDT tetapi juga diintervensi kementerian negara/lembaga lain, pemerintah daerah, dan swasta.
Ketua Tim Kerja (Timja) Revisi UU Pemerintahan Daerah Sri Kadarwati (Kalimantan Barat) mengatakan, PAH I DPD sangat mendorong kelahiran RUU Desa“Kami tidak merevisi UU 32/2004 tetapi menginisiasi RUU DesaPermasalahan desa dipisahkan dari UU 32/2004 kemudian ditingkatkan menjadi sebuah UU,” ujarnya.
Persoalannya, bagaimana merangkum keragaman desa yang berjumlah banyak di tengah kecenderungan daerah berlomba-lomba memekarkan diriSuatu keadaan yang didorong ketidakmampuan memeratakan pembangunan di perdesaan serta menyejahterakan rakyatnyaTitik utamanya, bagaimana kita memberdayakan desa dari segala aspek.(eyd)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Sembunyikan Data Kekayaan Pejabat
Redaktur : Tim Redaksi