Luthfi Diduga Tempatkan Pejabat Tinggi Lewat Bunda Putri

Kamis, 29 Agustus 2013 – 23:23 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi memutar sejumlah sadapan rekaman pembicaraan telepon, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (29/8) dalam perkara dugaan suap pengurusan kuota impor sapi di Kementerian Pertanian dan pencucian uang dengan terdakwa Ahmad Fathanah.  Sadapan itu antara lain berisi pembicaraan bekas Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq dengan Ridwan Hakim, putra Ketua Majelis Syuro PKS Hilmi Aminuddin serta sosok yang kini masih misterius, Bunda Putri.

Awalnya perbincangan terjadi antara Ridwan dan Luthfi. Saat di tengah percakapan, Ridwan memberikan telepon kepada Bunda Putri yang kemudian berbicara dengan Luthfi.

BACA JUGA: SBY Jelaskan Paket Kebijakan Ekonomi ke Jajaran Penegak Hukum

Tak jelas materi pembicaraan. Namun diduga, dalam percakapan itu Bunda Putri marah besar .

Berikut petikan percakapan Luthfi (L) dan Ridwan ®, serta Bunda Putri (BP).

BACA JUGA: Rustri Tak Terbujuk Undangan Konvensi

L : Masih di kompleks DPR?

R : Di rumah Bunda. Bunda marah-marah.

BACA JUGA: BPK Segera Bahas Keikutsertaan Ali Masykur di Konvensi

L : Katanya waktu di Lembang saya langsung telepon. Kata Bunda jangan diberitahukan dulu. Saya takut terlambat makanya saya telepon langsung karena bakal disepakati sebentar lagi, supaya jangan terlambat diberi tahunya. Saya tak perlu kasih tahu dulu karena setahu saya prosesnya masih jauh.

R : Tadi malam menteri di sini sampai jam 1 pagi, katanya. Pernyataannya kan Hari Jumat  malam, Jumatnya dia di sini sambil ngomongin rapat.

L : kalau gitu gini aja, nanti kita coba dua arah siapa yang terbaiknya, Widhinya yang kita pegang 100 persen, biar satu komando.

Tiba-tiba Ridwan menyatakan Bunda Putri ingin berbicara (dengan Luthfi).

R : Bentar, Bunda mau bicara dulu.

B : Assalamualaikum, Ustaz.

L : Waalaikumsalam. Bunda, saya minta maaf baru bangun tidur.

B : Bunda juga baru pulang jam delapan, karena bosen di rumah sakit dari Hari Jumat, pengen merokok. Ini lagi ngobrol sama Iwan (diduga sapaan Ridwan). Kalau bangun. Bakbuk-bakbuk, jangan Senen. Kalau bangun. Iwan bisa cover zakat di Istana. Jangankan orang dekat siapa nanti. Ini alternatif saja hilang.

L : Waktu itu di depan Bunda memberi tahu segera. Karena prosesnya sudah panjang supaya dihentikan prosesnya untuk memperjuangkan yang namanya. Sudah hentikan nanti sampai  arah yang...

B: ...Itu kan sahabatnya si Manyun.

L: Siapa, si Widhi itu?

B: Iya, orang dari DPD. Kalau dari DPP sih nggak apa apa

L: Mungkin begini, memang mereka berbicara soal itu. Dia nanya yang tidak ada alternatif untuk gantikan yang lama itu. Langsung saya telepon.

B: Itu 31 itu. Sekarang saya bilang ke Iwan, Bunda tak akan lagi bicara pada Pak Haji Susu, Bunda gak akan negor lagi gak akan minta lagi, kalau sampe. Harusnya kan hari ini Fathan sudah duduk. Menurut Pak Haji. Kalau sampai ia dikabulkan, Bunda berhenti semuanya. Wan, Bunda tak mau dimainin. Apa yang Pak Haji Susu minta sama Bunda, bilang Pak Lurah kembali, semua Bunda kembali. Masa Bunda seorang Fathan, Bunda dikhianati. Kalau Fathannya sudah. Kita yang butuh dia. Sudah jangan bicara lagi Wan, Bunda capek.

L: Kita sudah. Saya khawatir mereka jalan terus.

B: Sampe dianter ke pintu jam 1 malam. Bunda bilang jangan dikasih alternatif, nanti alternatifnya yang dibesarin. Besok gak ada namanya Fathan.

L: Saya tadi pagi ketemu sama dia, sama menteri-menteri lain.

B: Sekarang ini, Bunda ini jam 10 ditunggu Dipo kan? Sebelum dia ke JCC. Katanya kan, 'Bun jadi nanti kita ketemu sama Mas Boed jam 2.45'. Nggak, Bunda di Grand Hyyat  saja, supaya gak ke mana-mana.  Nah kalau sudah begini, males kita urusin TPA-nya. Nanti kalau Maret ada reshuffle, ya sudah saja, nanti saya ngomong sama Pak Lurah bener apa yang kamu bilang tentang Haji Susu itu, sudah babat saja. Bunda gituin aja, aman. Bunda disuruh ngurus beliau emang di atas satu orang, ini di atasnya Fathan.

L: Bukan, maksud saya dia kan decision maker. Bunda kan mengkondisikan para decision maker. Kerjaan lebih berat mengkondisikan pada decision maker daripada yang pengambil keputusan sendiri.

B : Jadi kalo si Fathan itu kita minta tempatkan atau kita barterlah dengan Dirjen, itu masih beratlah. Ini cuma untuk pintu masuk. Beratnya di mana? Dan Bunda kan gak ngerti untuk satu ini saja deh, entar juga penuh, ngapain di atas Bunda gak kenal orang, kenapa Bunda harus milih, karena Bunda tahu kapasitas orang ini. Kalo gak tau waaah gak berani kita, mau ngejodoh-jodohin orang. Ini dunia akhirat, Bunda gak berani.

Kemudian, Bunda mengembalikan lagi telepon Ridwan. Nah, Ridwan pun berbicara lagi dengan Luthfi.

L : Siapapun yang diprospek pasti marah besar Bunda, itu gimana ceritanya kok bisa begitu dia?

R: Saya gak paham, yang jelas Bunda keki beneran.

L: Siapapun yang di posisi dia pasti akan marah besar.

L: Diakan decision maker, itu otoritas dia. Sementara yang diminta dia bukan otoritas Bunda. Bunda hanya mengkondisikan orang-orang pengambil keputusan agar keputusannya sesuai apa yang dia mau dan lebih berat pekerjaan dia dari pada pekerjaan menteri. Yang menentukan ya kewenangan dia sendiri.

R: iya ini sampai dibatalin, harusnya selesai hari ini sama Dipo.

L: Ya Allah, siapapun yang dibilang pasti akan tidak menentukan hasil, tapi prosesnya ini sudah jalan. Kamu ngapain bawa Dipo?

L: Pokoknya kita atur belakangan. Dan kita sudah sepakat. Coba nanti telusuri apa dan bagaimana. Nanti penggantinya ini kita brain washing.

R: Nanti kita coba.

Diduga, pembicaraan itu terkait posisi untuk jabatan eselon I. Karenanya dalam pembicaraan itu menyebut istilah TPA atau Tim Penilai Akhir. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... 15 Nama Hilang, Ini Penjelasan Ketua BPK


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler