jpnn.com, JAKARTA - Pengamat hukum sekaligus pakar pidana Chairul Huda mengomentari keputusan Mahkamah Agung (MA) yang memotong hukuman pidana uang pengganti Surya Darmadi dari Rp 42 triliun menjadi Rp 2 triliun.
Menurut Chairul Huda, keputusan yang diambil oleh MA tersebut tidak melanggar aturan karena sesuai dengan peraturan yang berlaku.
BACA JUGA: Merasa Hakim Kesampingkan UU Cipta Kerja, Kubu Surya Darmadi Bakal Ajukan Banding
"Pendapat saya, putusan Mahkamah Agung dalam perkara tindak pidana korupsi atas nama terdakwa Surya Darmadi yang menghapuskan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti, yaitu pembayaran kerugian perekonomian negara lebih dari Rp 40 triliun, memang telah sesuai dengan hukum yang berlaku," ujar dia dalam siaran persnya, Minggu (1/30).
Pria yang juga penasihat ahli Kapolri itu lantas menerangkan berdasarkan putusan Mahkamah Konstistusi, Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor telah berubah menjadi delik materil karena penggunaan kata "dapat" bertentangan dengan konstitusi dengan alasan menimbulkan ketidak pastian hukum.
BACA JUGA: MA Perintahkan KPU Cabut Aturan yang Memudahkan Eks Napi Korupsi Jadi Caleg
"Oleh karena itu kerugian perekonomian negara dalam tipikor harus merupakan kerugian yang nyata dan pasti jumlahnya sehingga menurut Mahkamah Agung tidak ada ukuran yang pasti untuk menentukan hal ini," ujar dia.
Chairul Huda menuturkan kerugian perekonomian negara dalam kasus ini yang dibuktikan dengan pendapat ahli bukan merupakan perhitungan yang mengikat bagi hakim.
BACA JUGA: Ini Reaksi KPK atas Putusan MA soal Aturan Eks Napi Korupsi Jadi Caleg
Dia menyebut juga kerugian perekonomian tersebut tidak dapat dipastikan sehingga ditolak oleh Mahkamah Agung.
"Selain itu, sebenarnya kerugian keuangan negara yang dinyatakan terbukti dalam perkara ini sejumlah Rp 2 triliun lebih sehingga dibebankan kepada terdakwa sebagai pidana tambahan pembayaran uang pengganti juga didasarkan pada pembuktian yang tidak valid," beber dia.
"Sebab, kerugian dalam perkara yang menjerat Surya Darmadi hanya berdasarkan perhitungan BPKP tanpa dideclare oleh BPK," imbuh dia.
Padahal, Mahkamah Agung sendiri yang menentukan dalam peraturannya bahwa kerugian keuangan negara dalam tipikor harus berdasarkan declare BPK sesuai dengan konstitusi negara.
"Oleh karena itu seharusnya Surya Darmadi dibebaskan, apalagi sifat keterlanjuran perbuatannya telah dijadikan pelanggaran administrasi belaka oleh UU Cipta Kerja," kata dia.
Diketahui pada 23 Februari 2023, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara terhadap Surya Darmadi dengan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan.
Pengadilan juga menjatuhkan hukuman uang pengganti Rp 2,238 triliun dan membayar kerugian ekonomi negara Rp 39,7 triliun. Bila tidak, asetnya dirampas negara dan bila tidak cukup, diganti 5 tahun penjara.
Atas putusan tersebut, Surya Darmadi mengajukan permohonan banding dan dikuatkan Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta. (cuy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Eksaminasi Vonis Mati Sambo, Chairul Huda Nilai Hakim Pakai Konstruksi Terpaksa
Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan