Madura

Oleh Dhimam Abror Djuraid

Senin, 07 Juni 2021 – 10:50 WIB
Pulau Madura di Jawa Timur. Foto: Google Map

jpnn.com - Medureh elaben. Dalam Bahasa Indonesia artinya ’Madura dilawan’.

Maksudnya, orang Madura jangan dilawan. Bukan karena jago berantam sampai carok adu celurit, tapi lantaran orang Madura terkenal cerdas dan punya logika tinggi, sehingga sulit dikalahkan dalam perdebatan.

BACA JUGA: Bismillah

Orang Madura juga terkenal lucu dan humoris. Budayawan Emha Ainun Nadjib alias Cak Nun punya banyak koleksi humor-humor Madura yang dikumpulkan dalam buku ’Mati Ketawa ala Madura’.

Ini mirip kumpulan humor ‘Mati Ketawa ala Rusia’ yang menjadi best seller pada zaman Orde Baru.

BACA JUGA: Sultan

Almarhum Gus Dur yang jago humor juga punya koleksi segudang mengenai lelucon Madura. Gus Dur yang memberi pengantar pada buku 'Mati Ketawa ala Rusia’ (Grafitti, 1986) punya cara sangat khas dalam menuturkan humor ala Madura, hingga membuat audience terbahak-bahak sampai sakit perut.

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa yang kader NU, ternyata juga punya selera humor ala Gus Dur. Dalam beberapa kesempatan saat memberi sambutan, Khofifah suka mengutip humor ala Madura.

BACA JUGA: HRS

Dalam sebuah kesempatan mengevaluasi perkembangan penanganan pandemi Covid 19 di Jawa Timur, Mei lalu, Khofifah mendapat laporan bahwa angka penularan Covid 19 di Madura sangat rendah. Ketika itu, Khofifah sempat melontarkan komentar sambil bercanda.

"Orang Madura sakti-sakti," ujarnya. Maksudnya, orang Madura sakti tidak mempan ketularan Covid 19.

Namun, hari ini (7/6) ternyata orang Madura tidak sakti dan tidak kebal menghadapi penularan pandemi. Angka penularan Covid-19 di Bangkalan tiba-tiba melonjak.

Sampai-sampai pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Daerah Bangkalan ditutup selama empat hari ke depan. Seorang dokter ahli diketahui meninggal akibat Covid 19 dan beberapa tenaga kesehatan di RS itu positif Covid 19.

Lantaran Bangkalan bersambung langsung dengan Surabaya melalui Jembatan Suramadu, Pemerintah Provinsi Jatim langsung menutup akses itu. Semua orang yang keluar masuk dari dan ke Madura melalui Suramadu dicegat dan diharuskan melakukan tes antigen.

Sudah puluhan orang yang ketahuan positif Covid-19. Rumah sakit darurat untuk isolasi langsung didirikan di kaki jembatan di wilayah Bangkalan.

Kemacetan dan kepanikan terjadi. Banyak protes dari warga Madura yang hendak menuju ke Surabaya atau mau ’toron’ pulang ke Madura. Namun, penjagaan gabungan dilakukan dengan ketat dan tanpa kompromi.

Ihwal protes memprotes dengan keras, orang Madura memang jagonya. Mat Rojak, yang tinggal di sebuah desa di Sampang marah-marah karena melihat antrean sembako untuk korban Covid-19 sangat panjang sampai puluhan meter.

Dia berpikir antrean itu pasti karena kepala desa tidak becus mengatur warga yang mengantre. Rojak pun memutuskan untuk protes kepada kepala desa.

Sesampai di kantor kepala desa, Rojak kaget, karena antrean orang yang mau protes kepada kepala desa ternyata lebih panjang dari pengantre sembako. "Bo abo..kalau begini caranya lebih baik saya antre sembako saja...’’

Cerita lain ialah tentang serombongan pemudik Madura dari Jakarta menyewa bus untuk mudik ke Madura via Surabaya. Para penumpangnya marah-marah ketika sopir mengarahkan bus ke penyeberangan Merak di Banten.

Namun, sopir yang juga asli Madura menjamin bus akan sampai ke Surabaya. Sesampai di Merak, bus dihentikan petugas.

Sopir ditanya dari mana dan mau ke mana. Dijawab, dari Surabaya mau ke Sumatera.

Petugas tak mengizinkannya dan memaksa bus itu harus putar balik ke Surabaya. Sopir minta surat keterangan dari petugas supaya bisa balik ke Surabaya dan tidak dicegat lagi di Tol Cipali.

Petugas pun mengeluarkan surat jalan untuk balik ke Surabaya. Bus melaju ke Surabaya dengan lancar jaya. Madura dilawan!

Namun, hari-hari ini perkembangan Covid-19 di Madura tidak ada yang lucu, malah sebaliknya mengkhawatirkan. Selama beberapa hari ke depan, Madura praktis di-lockdown karena semua akses menuju Surabaya ditutup dan dijaga dengan ketat.

Selain akses jembatan Suramadu, ada juga penyeberangan kapal dari Pelabuhan Kamal, Bangkalan, ke Tanjung Perak Surabaya. Akses ini pun dijaga ketat oleh petugas.

Ada akses lain lewat laut menuju pelabuhan di Probolinggo maupun Banyuwangi yang juga sudah dijaga oleh petugas. Madura praktis terisolasi dari Jawa Timur.

Ungkapan Gubernur Khofifah bahwa orang Madura sakti-sakti memang sekadar bercanda. Namun, sebagian masyarakat Madura sepertinya merasa begitu.

Mereka merasa kebal dari Covid 19. Kalau di tempat lain orang takut pada Covid, di Madura Covid takut pada orang Madura.

Beberapa video yang viral menunjukkan warga Madura beraktivitas bebas tanpa penerapan prokes. Warga bebas berinteraksi tanpa memakai masker dan tidak menjaga jarak, sedanglan fasilitas mencuci tangan dengan air mengalir juga tidak banyak dijumpai.

Sebuah video memperlihatkan seseorang yang memakai masker malah ditegur oleh orang yang tidak bermasker. Orang yang menegur mengatakan di Madura tidak ada Covid, jadi tidak perlu pakai masker.

Masyarakat Madura adalah perantau yang tangguh dan gigih. Sebagian besar warganya bermigrasi ke seluruh wilayah Indonesia.

Separuh dari warga Kabupaten Bangkalan bekerja mencari nafkah di Surabaya. Pada hari-hari raya Idulfitri dan Iduladha, warga Madura berbondong-bondong ‘toron’ pulang kampung ke Madura.

Selama masa larangan mudik pada Lebaran 2021 kemarin mobilitas bisa dikontrol. Namun, setelah masa larangan berakhir, mobilitas warga ke Madura menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan.

Sebagaimana diprediksi oleh para ahli epidemiologi, ledakan kenaikan Covid 19 akan terjadi pada masa dua atau tiga minggu setelah Lebaran. Peningkatan kasus penularan di Madura ini membuktikan kebenaran prediksi itu.

Karakter masyarakat Madura yang sangat religius membuat aktivitas silaturahmi selama Lebaran sangat tinggi. Hal ini menjadi salah satu pemicu penularan virus yang dibawa pemudik dari luar Madura.

Banyaknya pengajian dan aktivitas keagamaan yang mengumpulkan massa besar menjadi faktor yang mempercepat penularan.

Ledakan penularan yang terjadi di Kudus, Jawa Tengah, juga terjadi karena aktivitas masyarakat yang tinggi dalam merayakan   Idulfitri dan Lebaran Kupatan yang dirayakan seminggu setelah 1 Syawal. Dalam tradisi masyarakat Kudus, perayaan Kupatan justru lebih meriah dan semarak dibanding perayaan Idulfitri.

Kupatan dirayakan pada 7 Syawal. Dalam tradisi Islam, setelah selesai puasa Ramadhan ada puasa sunah Syawal selama enam hari. Sebagian masyarakat langsung melaksanakan berpuasa Syawal pada hari kedua Lebaran.

Pada hari ketujuh Syawal itulah masyarakat merayakan Kupatan dengan memasak ketupat dan aneka lauk-pauk. Pada kesempatan itulah masyarakat saling berkumpul, bersilaturahmi, dan berwisata.

Ledakan penularan di Kudus punya pola yang hampir sama dengan kasus Madura. Untuk melawan ledakan Covid-19, semua orang harus berjuang menerapkan disiplin prokes.

Menghadapi pandemi ini orang Kudus tidak kudus, dan orang Madura tidak sakti.(***)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gerhana


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Cak Abror   Madura   Covid-19   Kudus   Khofifah  

Terpopuler