Mahfud MD Malu Jadi Orang Indonesia

Oleh Dhimam Abror Djuraid

Rabu, 25 Januari 2023 – 18:38 WIB
Menko Polhukam Moh Mahfud MD. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Sebuah artikel lama yang ditulis oleh Prof. Mahfud MD pada 2018 beredar kembali di media sosial. Artikel itu berjudul ‘Malu Bercerita kepada Orang Jepang’.

Isi artikel itu adalah kisah tentang delegasi hukum Indonesia yang dipimpin Mahfud MD saat berkunjung ke Jepang. Dalam artikel itu, Mahfud mengaku sangat malu bercerita kepada koleganya di Jepang mengenai bobroknya dunia pengadilan di Indonesia.

BACA JUGA: Kesambet Sambo

Saking malunya, Mahfud memilih tidak bercerita dan mengalihkan pembicaraan pada topik lain.

Judul artikel Mahfud itu mungkin agak mirip dengan puisi ’Malu Aku Jadi Orang Indonesia’ yang ditulis Taufik Ismail pada 1998. Puisi itu menceritakan Taufik Ismail muda yang pada 1956 baru lulus SMA dan mendapat beasiswa ke Wisconsin, Amerika serikat.

BACA JUGA: Jokowi, Kasihan, dah...

Ketika itu, Taufik sebagai ‘Anak Revolusi’ bangga karena masyarakat Amerika mengagumi keberanian bangsa Indonesia dalam perjuangan merebut kemerdekaan.

Namun, berpuluh tahun kemudian Taufik kembali ke Amerika menutupi kepalanya dengan topi dan menyembunyikan wajahnya menggunakan kacamata hitam.

BACA JUGA: Tahun yang Mengerikan

Taufik merasa malu menjadi orang Indonesia di Amerika Serikat:

Di negeriku, selingkuh birokrasi peringkatnya di dunia nomor satu
Di negeriku, sekongkol bisnis dan birokrasi berterang-terang curang susah dicari tandingan
Di negeriku anak lelaki anak perempuan, kemenakan, sepupu dan cucu dimanja kuasa ayah, paman dan kakek secara hancur-hancuran seujung kuku tak perlu malu,
Di negeriku komisi pembelian alat-alat berat, alat-alat ringan, senjata, pesawat tempur, kapal selam, kedele, terigu dan peuyeum dipotong birokrasi lebih separuh masuk kantung jas safari.

Itu hanya satu penggal dari puisi panjang yang membuat Taufik malu menjadi orang Indonesia. Korupsi, kolusi, nepotisme dilakukan secara telanjang dan terang-terangan.

Pejabat pemerintah tidak punya malu lagi melakukan penyelewengan kekuasaan. Alih-alih pejabat yang malu, rakyatnya yang kehilangan muka.

Kalau artikel Mahfud MD itu dijadikan larik puisi, mungkin isinya akan mirip dengan puisi Taufik. Mahfud malu menjadi aktivis hukum Indonesia dan tidak berani bercerita mengenai kondisi hukum di Tanah Air kepada kolega di Jepang.

Penyebabnya ialah kondisi penegakan hukum di Indonesia sudah hancur-hancuran. Jika dibandingkan dengan Jepang, kondisi penegakan hukum di Indonesia bukan lagi seperti langit dengan bumi, tetapi laksana langit dengan sumur.

Mahfud menuliskan dalam sebuah diskusi dengan seorang guru besar hukum Jepang terungkap bahwa masyarakat Jepang seratus persen percaya terhadap keputusan pengadilan, meskipun ketika mereka dikalahkan atau dirugikan.

Tidak ada satu orang pun di Jepang yang berpikir bahwa hakim disogok atau menerima uang korupsi dalam membuat keputusan.

Menukil perkataan guru besar Jepang itu, Mahfud menuturkan tidak ada satu pun masyarakat Negeri Sakura tersebut yang berpikir negatif terhadap para hakim. Kalau ada keputusan yang dianggap merugikan, paling-paling masyarakat Jepang menganggap hakim yang memutus perkara tidak menguasai masalah dan alpa menerapkan asas hukum yang tepat.

Jangankan menuduh hakim menerima suap, berpikir bahwa hakim menerima suap pun tidak pernah terbersit pada pikiran orang Jepang.

Mendengar keterangan guru besar Jepang itu, Mahfud malu setengah mati. Dia berusaha menghindar dari pertanyaan sang guru besar mengenai kondisi peradilan di Indonesia.

Ketika itu Mahfud sudah pensiun dari jabatan ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Mahfud belum masuk lingkaran politik menjadi menteri pada kabinet Presiden Jokowi pada 2019.

Kalau sekarang balik lagi ke Jepang dan bertemu sang guru besar, mungkin Mahfud memilih lari menghindar.

Ketika sekarang Mahfud menjabat sebagai menteri koordinator politik dan keamanan, kondisi peradilan di Indonesia justru hancur lebur berantakan menjadi abu. Itu kalau dibandingkan dengan kondisi Jepang.

Mungkin guru besar Jepang itu bisa pingsan atau mati berdiri kalau tahu bahwa di era Mahfud MD sekarang ini beberapa hakim di Mahkamah Agung (MA) dicokok oleh KPK karena ketahuan menerima suap penanganan perkara.

Mungkin guru besar Jepang itu pingsan kalau tahu bahwa MK sebagai lembaga yang pernah dipimpin Mahfud digerogoti korupsi dan ketuanya ditangkap KPK karena menerima sogok.

Entah bagaimana jadinya kalau guru besar Jepang itu tahu bahwa seorang jaksa di Kejaksaan Agung menjadi makelar asus Djoko Tjandra dengan nilai suap miliaran rupiah. Suap itu diduga mengalir sampai jauh ke pusat elite Kejaksaan Agung.

Sang jaksa dihukum ringan pada pengadilan banding. Tiba-tiba jaksa itu d sudah bebas.

Mahfud pasti malu semalu-malunya kalau koleganya di Jepang tahu bobroknya institusi kepolisian di Indonesia.

Bersamaan dengan beredarnya artikel Mahfud, Majalah Tempo menyiarkan hasil investigasi yang mengungkap dugaan tentang orang dekat petinggi Polri dalam bisnis nikel ilegal di Sulawesi Tenggara.

Laporan Tempo itu mengungkapkan di Konawe Utara terdapat puluhan tambang nikel ilegal yang beroperasi dengan omzet triliunan rupiah. Perusahaan itu bekerja sama dengan perusaan China yang mengoperasikan smelter, pemisahan biji besi dengan nikel.

Menurut Tempo, salah satu pengusaha yang terlibat dalam bisnis patgulipat itu mengaku mempunyai hubungan dekat dengan petinggi Polri. Pengusaha itu juga dikenal sebagai pentolan sukarelawan Joko Widodo - Ma'ruf Amin di Pilpres 2019.

Dari eksplorasi satu blok di Mandiodo selama 3 tahun, perusahaan itu mendapatkan pemasukan Rp 21,6 triliun. Perusahaan-perusahaan itu beroperasi dengan nyaman dan aman karena mendapat beking dari orang-orang pusat yang ditempatkan sebagai komisaris.

Laporan Tempo ini menjadi bombshell baru yang meledak di lingkungan kepolisian. Sejak kasus pembunuhan oleh Ferdy Sambo diungkap, muncul banyak laporang mengenai jaringan mafia di lingkungan Polri.

Mahfud MD sendiri menyebut bahwa di lingkungan Polri ada mabes di dalam mabes. Ada jaringan yang beroperasi di bawah tanah tetapi kewenangannya tidak kalah dari mabes formal.

Bersamaan dengan penahanan terhadap Ferdy Sambo, muncul dokumen ‘Kekaisaran Sambo’ yang berisi daftar jaringan perjudian haram yang melibatkan para jenderal polisi. Konsorsium 303 itu disebut-sebut mempunyai omzet triliunan rupiah dan menyetor kepada Sambo.

Tidak lama setelah Kekaisaran Sambo dibongkar, muncul dokumen yang menyebut keterlibatan Kabareskrim Komjen Agus Andrianto sebagai beking bisnis tambang ilegal di Kalimatan.

Tidak lama kemudian ada pengakuan dari Ismail Bolong yang mengaku menyetor Rp 6 Miliar kepada Agus Andrianto. Kasus Ismail Bolong dibawa ke pengadilan, tetapi keterlibatan para jenderal itu tetap misterius.

Bersamaan dengan kasus itu muncul kabar tentang penangkapan terhadap Irjen Teddy Minahasa yang diduga terlibat jaringan bisnis narkoba.

Penangkapan Teddy Minahasa berlangsung dramatis karena dia sudah dipromosikan sebagai kapolda Jatim dan tinggal menunggu pelantikan.

Investigasi Tempo mengenai keterlibatan petinggi kepolisian sebagai beking bisnis tambang haram di Sulawesi Tenggara bakal menjadi bom yang menghancurkan kredibilitas Polri yang sebenarnya sudah berada pada titik nadir.

Entahlah, muka Mahfud MD mau ditaruh di mana kalau dia harus balik lagi ke Jepang dan bertemu sang guru besar.(***)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Raja Kodok


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Mahfud MD   MK   Tambang ilegal   Polri   Sultra  

Terpopuler