jpnn.com, JAKARTA - Ketua Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Mahfud MD memastikan gas air mata polisi menyebabkan 132 orang meninggal dunia di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Sabtu (1/10) lalu.
"Saya enggak peduli sekarang seberapa besar kandungan kimia yang mematikan (dalam gas air mata), itu tidak penting. Karena bukan kimianya yang menyebabkan, tetapi penembakannya yang menyebabkan orang panik kemudian berdesak-desakan dan mati," kata Mahfud saat mengomentari hasil survei LSI secara daring, Kamis (20/10).
BACA JUGA: Temuan TGIPF Kanjuruhan: Tembakan Gas Air Mata Dilakukan Secara Membabi buta
Mahfud menyatakan gas air mata bukan menjadi faktor langsung yang mengakibatkan orang meninggal. Namun, gas air mata itu membuat kerumunan masyarakat panik.
"Orang panik, napasnya sesak, lalu lari ke tempat yang sama, desak-desakan, mati. Jadi, penyebabnya, ya, gas air mata," kata Mahfud.
BACA JUGA: Kesimpulan TGIPF, Gas Air Mata Penyebab Tragedi Kanjuruhan
Pria yang menjabat sebagai Menko Polhukam itu menerangkan Polri dan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) harus ikut bertanggung jawab.
Menurut dia, rekomendasi dari TGIPF menjadi pertanyaan di tengah masyarakat, apakah ada gunanya atau tidak.
BACA JUGA: Tobas Menilai Kesalahan Prosedur Penggunaan Gas Air Mata Bisa Dipidana
"Karena begini, menyangkut dunia sepak bola, pengaturan, pengorganisasian dan lainnya itu sudah diatur oleh FIFA dan PSSI. Kami tidak boleh ikut campur ke situ, tetapi pemerintah sudah bicara dengan presiden FIFA akan bersama-sama melakukan transformasi," tuturnya.
Soal rekomendasi lainnya, seperti renovasi stadion sudah langsung dilakukan.
"Kemudian pengaturan ke Polri agar membuat aturan-aturan baru dan mulai melakukan penyusunan prosedut tetap baru di dalam pengamanan sepak bola dan seterusnya sekarang dilakukan. Saya kira itu sudah cukup maksimal yang dilakukan oleh TGIPF," ucap Mahfud.
Sementara itu, hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukkan sebagian besar publik menilai aparat kepolisian dan penyelenggara liga menjadi pihak yang paling bertanggung jawab atas terjadinya tragedi Kanjuruhan.
Sebanyak 24,3 persen responden memilih Penyelenggara Liga dan 29,4 persen memilih aparat kepolisian harus bertanggung jawab insiden tersebut.
"Aparat Kepolisian dan kemudian Penyelenggara Liga dinilai paling bertanggung jawab menurut sebagian besar responden," kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan saat memaparkan hasil surveinya.
Responden memilih PSSI sebagai pihak yang harus bertanggung jawab sebesar 6,7 persen, TNI (2,6 persen), suporter (13,6 persen), semua pihak bertanggung jawab (5,9 persen), lainnya (0,8 persen), tidak tahu/ tidak jawab (16,7 persen).
Survei LSI ini dilakukan pada tanggal 6-10 Oktober 2022 dengan jumlah sampel yang digunakan sebanyak 1.212 responden.
Pemilihan sampel dilakukan melalui metode random digit dialing (RDD). RDD merupakan teknik memilih sampel melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak. (Antara/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
BACA ARTIKEL LAINNYA... Didik Soroti Gas Air Mata Kedaluwarsa saat Tragedi Kanjuruhan
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga