Makin Panas, Putin Lancarkan Aksi Anti-Inggris Jelang Pemilu

Minggu, 18 Maret 2018 – 16:22 WIB
Vladimir Putin. Foto: sputnik international

jpnn.com, MOSKOW - Rusia bersitegang dengan Inggris dan Amerika Serikat (AS). Rabu (14/3), setelah London menjatuhkan sanksi terhadap Rusia, Washington mengumumkan langkah yang sama.

Kemarin, Sabtu (17/3), Moskow membalas sanksi Inggris. Balasan untuk AS tinggal menunggu giliran.

BACA JUGA: Diplomat Diusir, Rusia Bersumpah Balas Dendam

”Rusia memersonanongratakan 23 diplomat Inggris. Mereka punya waktu satu pekan untuk meninggalkan negara ini.” Demikian bunyi keterangan resmi Kementerian Luar Negeri Rusia sebagaimana dilansir BBC.

Sebelum memublikasikan aksi balasan itu, seperti janjinya, Moskow memberitahukan pengusiran 23 diplomat Inggris tersebut secara resmi kepada Laurie Bristow, duta besar Inggris untuk Rusia.

BACA JUGA: Get Out!! Inggris Usir 23 Diplomat Rusia

Jumlah diplomat Inggris yang diusir Rusia itu tepat 23 orang. Persis dengan jumlah diplomat Rusia yang ditendang Inggris pada Rabu lalu.

Kepada media, juru bicara (jubir) Kementerian Luar Negeri Rusia menegaskan bahwa Moskow sudah siap menghadapi provokasi Inggris berikutnya.

BACA JUGA: Gencatan Senjata Omong Kosong ala Rusia di Eastern Ghouta

”Kami siap mereaksi langkah-langkah tidak bersahabat berikutnya,” ujar si jubir.

Selain mengusir 23 diplomat Inggris dari negerinya, Rusia juga menutup Konsulat Jenderal Inggris di St Petersburg. Tapi, dua kantor perwakilan diplomatik lain di Moskow dan Ekaterinburg tetap buka.

Rencananya, Rusia juga menghentikan segala aktivitas dan menutup kantor British Council, lembaga yang selama ini menjadi jembatan budaya dua negara, di ibu kota.

Rencana penutupan British Council itu langsung direaksi keras Tom Tugendhat. Politikus Inggris yang menjabat chairman Foreign Affairs Select Committee itu kecewa dengan kebijakan yang akan ditempuh.

Menurut dia, penutupan British Council justru akan membuat rakyat Rusia sulit mengaktualisasi diri. Sebab, British Council ikut mempersiapkan masyarakat Rusia untuk terjun dalam persaingan global.

Balasan terhadap Inggris itu diumumkan Rusia sehari menjelang pemilihan presiden (pilpres). Sejumlah pengamat di Moskow menyatakan bahwa kebijakan tersebut diambil untuk meningkatkan popularitas Presiden Vladimir Putin yang kembali mencalonkan diri kali ini.

Reuters melaporkan bahwa kemarin media-media Rusia memberitakan pengusiran 23 diplomat Inggris itu sebagai aksi anti-Inggris.

Bagi Putin, menggelorakan semangat patriotisme menjelang pemungutan suara adalah strategi jitu menuju kemenangan.

Lewat ketegangan yang tercipta pasca serangan racun terhadap Sergei Skripal dan putrinya, Yulia, Putin sukses menciptakan musuh bersama rakyat. Yakni, Inggris.

Karena itu, saat Inggris mengusir diplomat Rusia, dia pun harus membalasnya. Dengan demikian, simpati rakyat kepadanya meningkat.

Kemarin Bristow menyayangkan pengusiran 23 diplomat Inggris dari Rusia. Menurut dia, aksi balasan itu tidak akan membuat ketegangan dua negara berkurang. Tapi malah meningkat.

”Inggris menempuh langkah diplomatik setelah Rusia tidak bersedia menjelaskan insiden di Salisbury sampai batas waktu berakhir,” katanya tentang alasan pengusiran diplomat Rusia.

Dalam jumpa pers, Bristow mengatakan bahwa Inggris tidak akan gentar. Kendati Moskow mengaku siap menindaklanjuti perseteruan dua negara, Inggris tetap akan menjalankan skenario diplomatiknya sampai Rusia mau menjelaskan serangan terhadap Sergei Skripal tersebut.

”Kami akan menempuh segala cara untuk melindungi rakyat,” tandasnya sebagaimana dikutip Associated Press.

Kini prioritas Inggris adalah 23 diplomat yang disuruh hengkang oleh Rusia. ”Kami akan mendampingi dan memberikan bantuan kepada mereka yang namanya tercantum dalam daftar Rusia sebagai persona nongrata. Kami akan mengawal mereka sampai pulang kembali ke Inggris,” tegas Bristow.

Pekan depan, menurut dia, Dewan Keamanan (DK) PBB akan membahas aksi balasan Rusia itu secara khusus.

Jumat (16/3) Menteri Luar Negeri Boris Johnson sempat mengatakan bahwa dalang di balik insiden yang bisa merenggut nyawa Skripal itu adalah Putin.

Sebab, selama ini, Inggris tidak pernah berkonflik dengan Rusia. Yang ada adalah perseteruan Inggris dengan Putin.

Karena itu, pemerintahan Perdana Menteri (PM) Theresa May yakin bahwa Putin-lah biang keladi serangan Novichok, racun yang menyerang saraf, pada 4 Maret tersebut. (hep/c11/dos)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemiskinan Paksa Warga Rusia Jadi Serdadu Bayaran di Syria


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler