Sejak kematian ‘backpacker’ perempuan di Ekuador terungkap, pelancong perempuan dari berbagai negara membagi pengalaman perjalanan solo mereka di media sosial. Berikut kisah seorang perempuan yang baru kembali dari 2 tahun perjalanan keliling dunia seorang diri.
Saya baru saja kembali dari dua tahun perjalanan keliling dunia dengan hanya ditemani ransel sebagai pendamping.
BACA JUGA: Peneliti Australia Bermitra dengan Penguin Teliti Kondisi Ekosistem Laut
Saya bisa berbicara selama berjam-jam tentang keajaiban yang terjadi selama perjalanan, tapi ada juga saat-saat ketika keajaiban itu berubah menjadi ketakutan.
Ada kalanya seorang pria serupa monster memaksa masuk kamar saya pada satu malam di New Delhi, India.
BACA JUGA: Fenomena Alam Misterius Lingkaran Peri Ditemukan di Australia Barat
Saya beruntung; kedatangan staf hotel yang tiba-tiba menyelamatkan saya dari cedera, tapi pria itu diizinkan untuk tinggal di hotel, memukuli pintu, meneriakkan paksaan bahwa saya pergi dengannya "untuk makan malam". Saya sangat ketakutan.
Ada kalanya, saya mendapati diri saya berkeliaran di jalan pada pukul 5:00 pagi di Ekuador untuk melarikan diri dari pemimpin retret meditasi, yang meminta pertemuan pribadi, dimana ia menyerang saya dengan agresif sembari tangannya berkeliaran.
BACA JUGA: Wartawan ABC Akhirnya Dibolehkan Meninggalkan Malaysia
Sekali lagi, saya lolos dari cedera serius, tapi pengalaman itu membuat jantung saya berdebar terlalu cepat untuk pengalaman seperti itu.
Lalu ada saja pria yang menguntit saya - kadang-kadang selama berjam-jam -melalui jalanan kota di negeri asing; semua rabaan dan ejekan seksual yang menyesakkan di antrian bis atau bandara.
Beberapa negara terlalu beresiko untuk pelancong perempuan solo
Frekuensi yang dialami para perempuan dalam mengalami pelanggaran jenis ini selama perjalanan mereka membuat penulis Lee Tulloch berpendapat -di majalah Traveller bulan Maret -bahwa beberapa negara "menawarkan terlalu banyak resiko" bagi pelancong perempuan solo.
"Hindari negara-negara yang politisi dan polisi-nya terkenal menyalahkan korban," Lee menyarankan pembaca perempuannya.
Ini adalah nasehat populer mengingat fenomena meningkatnya jumlah perempuan yang merencanakan perjalanan seorang diri: “Berpikirlah realistis, jangan pergi ke sana."
Tapi apakah saran itu membuat para perempuan memiliki peta yang terlalu kecil untuk dieksplorasi?.
Statistik komprehensif yang merinci khusus tingkat kekerasan terhadap turis perempuan memang sulit untuk didapat, tapi data lain memberitahu kami dengan tegas bahwa kekerasan terhadap perempuan, yang dibarengi dengan impunitas virtual, merupakan endemik di setiap negara di Bumi ini.
Australia tak terkecuali. Diperkirakan, sekitar 1 dari 5 perempuan Australia mengalami kekerasan fisik dan atau seksual sejak usia 15 tahun.
Kekerasan ini bisa, dan tentu saja, meluas ke para pelancong perempuan, seperti yang terjadi pada dugaan pemerkosaan dan penculikan dua ‘backpacker’ (pelancong dengan bujet minim) perempuan di Australia Selatan awal tahun ini.
Tentu saja, Australia bukanlah tujuan beresiko utama bagi wisatawan perempuan.
Tetapi untuk semua kehangatan malam musim panas dan aksen khas Australia yang mengundang turis, negara ini masih menjadi bagian dari budaya patriarki global yang menerapkan kekerasan untuk mengunci perempuan keluar dari ruang publik.
Juliet Bennett, direktur dari Yayasan Perdamaian Sydney dan kandidat PhD di Universitas Sydney, juga mendesak perempuan untuk terus bepergian sendiri.
Juliet mengatakan, perempuan yang bepergian sendiri harus bijaksana, peringatan perjalanan seringkali melebihkan resiko dan meremehkan manfaat.
Ia mengakui bahwa perempuan mungkin menghadapi tantangan tambahan dalam budaya yang menindas perempuan di ruang publik, tetapi sekaligus menegaskan peran wisatawan perempuan yang mengunjungi negara-negara ini merupakan salah satu yang penting.
"Perempuan yang bepergian solo bisa menginspirasi orang lain untuk melakukan hal yang sama, dan bisa menginspirasi perempuan dalam budaya yang lebih menindas melihat bahwa alternatif itu mungkin," sebutnya.
Pernyataan Julieet adalah sebuah pengingat bahwa, di antara banyak ancaman terhadap kesejahteraan perempuan, budaya-lah yang berusaha untuk mengikat perempuan ke dalam ketaatan dan ketergantungan.
Pernyataan Julieet adalah sebuah pengingat bahwa, di antara banyak ancaman terhadap kesejahteraan perempuan, budaya-lah yang berusaha untuk mengikat perempuan ke dalam ketaatan dan ketergantungan.
Mengunjungi destinasi yang menantang sendirian bisa bermanfaat hanya karena hal itu bisa meruntuhkan begitu banyak kondisi tak menguntungkan tersebut.
Tentu saja, tempat-tempat yang paling membuat saya takut juga menunjukkan kepada saya apa itu menegosiasi kota yang tak memberi ampun pada para perempuan yang bepergian sendiri.
Mereka telah mengajarkan saya untuk tak berpaling dari kematian, penyakit dan kemiskinan di jalan-jalan belum terhapus dengan jelas untuk tetap menyembunyikan kebenaran tentang kebususkan manusia.
Mereka telah memberikan saya kekuatan untuk menegaskan diri saya ketika dilihat sebagai barang murahan oleh mereka yang akan mengambil keuntungan dari kondisi saya yang bepergian sendiri.
Setiap pelajaran itu memang sulit ditaklukkan, tetapi mereka souvenir saya yang paling berharga.
BACA ARTIKEL LAINNYA... VIDEO: Tekan Kriminalitas, Kepolisian Australia Barat Gunakan Kampanye di Facebook