Mantan Hakim Konstitusi: PP Nomor 28/2022 Bisa Dibawa ke Mahkamah Agung

Sabtu, 19 Agustus 2023 – 16:32 WIB
Diskusi Publik Nusakom Pratama Institut bertajuk 'Perspektif Keadilan Dalam Pandangan Hukum dan Budaya'. Foto: Ist.

jpnn.com - DENPASAR - Hakim Konstitusi periode 2003-2008 dan 2015-2020 Dr. I Dewa Gede Palguna menyoroti langkah pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 28/22 tentang tentang Pengurusan Piutang Negara oleh Panitia Urusan Piutang Negara.

Palguna mengatakan keberadaan PP dimaksud bisa digugat lewat uji materi ke Mahkamah Agung jika dinilai bertentangan dengan undang-undang di atasnya.

"Dengan munculnya PP Nomor 28/2022 saya sering bingung apakah teori-teori hukum masih berlaku sekarang ini?"

BACA JUGA: Putusan MA di Kasus Eks Sekda Samosir Sebut Nama Ketua PDIP Sumut Ikut Nikmati Dana Covid

"Dari legal struktur sebetulnya perangkat hukum kita sudah memadai."

"Dalam hal legal kultur, Indonesia sangat lemah karena budaya permisif demikian juga legal substances kita juga mengenal adanya kompromi politik yang bisa mengatasi persoalan hukum."

BACA JUGA: Jaksa Eksekusi SPBU hingga Tanah di Kasus TPPU Eks Ketua DPRD Jabar

"PP Nomor 28/2022 jika bertentangan dengan undang-undang di atasnya bisa dibawa ke Mahkamah Agung,“ ujar I Dewa Gede Palguna di Denpasar, Bali, Jumat (18/8).

Palguna menyatakan pandangannya pada diskusi publik Nusakom Pratama Institut bertajuk 'Perspektif Keadilan Dalam Pandangan Hukum dan Budaya'.

BACA JUGA: PP Nomor 28/2022 Bentuk Keberpihakan pada Kapitalistik?

Menurutnya, sepanjang isi dari PP dimaksud bertentangan dengan nilai keadilan maka layak digugat publik. Karena itu, tidak ada ada istilah terlambat.

Pendiri Forum Merah Putih ini lebih lanjut mengatakan Indonesia seharusnya memiliki constistusional complaint atau Verfassungbeschwerde seperti di Jerman.

Keberadaan lembaga tersebut penting sebagai tempat untuk mengadukan persoalan hukum seperti munculnya PP Nomor 28/2022.

Norma undang-undang yang baik seharusnya dimulai dari awal pembentukannya sehingga aturan turunannya bisa dikontrol.

Dalam diskusi kali ini berperan sebagai moderator pengamat politik Ari Junaedi.

Sementara itu Direktur LBH Bali Woman Crisis Center Ni Nengah Budawati hadir sebagai pembicara lainnya.

Wanita yang juga dikenal sebagai pengamat budaya ini mengatakan produk hukum yang tidak berpijak kepada aspek psikologis, sosial serta budaya maka keberlakuannya menjadi tidak efektif.

Publik pesimistis dan undang-undang menjadi produk hukum yang hampa tanpa makna.

“Dari aspek budaya, budaya leluhur kita meninggalkan ajaran dan pola sikap untuk berbuat baik, menolak berbuat salah serta menganggungkan keselarasan alam dan isinya."

"Budaya adiluhung begitu menghormati tata krama yang baik dan mengajarkan adanya kehidupan setelah kematian."

"Hidup selama kehidupan dan hidup usai kematian harus terus mengedepankan kebaikan,” kata Ni Nengah Budawati.

Baik Palguna maupun Budawati menekankan selama hukum belum ditegakkan, maka kemajuan ekonomi sebuah bangsa menjadi tidak bermakna.

Demikian pula ketika menyampingkan aspek budaya dalam proses legeslasi, menjadikan produk hukum menjadi hampa. (gir/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!

BACA ARTIKEL LAINNYA... MA Tolak PK Moeldoko, Kamhar Demokrat: Penanda Masih Tegaknya Keadilan dan Kebenaran


Redaktur & Reporter : Kennorton Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler