Mantan Mendikbud Meninggal, Indonesia Kehilangan Pejuang

Kamis, 25 Januari 2018 – 00:15 WIB
Alm. Daoed Joesoef. Foto: Twitter

jpnn.com, JAKARTA - Indonesia saat ini tengah berduka. Salah seorang pejuang bangsa terbaik, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 1978-1983, Dr. Daoed Joesoef meninggal dunia pada Selasa (23/1) pukul 23.55 WIB.

Selain memegang teguh prinsip perjuangan, almarhum Daoed meninggalkan karya-karya yang bermanfaat bagi cendekia Indonesia.

BACA JUGA: Bareskrim Geledah Tiga Rumah Eks Bos TPPI, Ini Hasilnya

“Kita semua telah kehilangan seorang putra pejuang bangsa, setia, dan telah berkerja keras dalam mengemban tugas negara yang menjadi tanggungjawabnya. Beliau menjadi suri teladan bagi generasi bangsa," kata Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Daryanto, saat menjadi inspektur upacara pemakaman almarhum di Pemakaman Taman Giri Tama, Tonjong, Bogor, Rabu (24/1)

Almarhum yang terkenal sangat santun dan sederhana ini, meninggal pada usia 91 tahun di Rumah Sakit Medistra Jakarta, setelah menjalani perawatan beberapa hari sebelumnya.

BACA JUGA: Pemerintah Beri Penghargaan Role Model Pelayanan Publik

Banyak kerabat almarhum yang merasa kehilangan dengan wafatnya Mendikbud pada era Presiden Soeharto ini.

Mantan Kepala Biro Perencanaan Kemendikbud, Aris Pongtuluran mengatakan merasa kehilangan sosok pemimpin sekaligus sosok ayah yang menjadi panutan bagi generasi muda Indonesia.

BACA JUGA: DPD RI Dorong Peningkatan Anggaran Pembinaan Olahraga

“Beliau adalah sosok yang disiplin, jujur dan tidak membeda-bedakan staf atau pegawai. Kami masih bekerja sama dengan beliau meskipun sudah tidak menjabat menjadi menteri lagi," tutur Aris.

Selama menjadi menteri, almarhum terkenal dengan kebijakan menggeser awal tahun ajaran baru yang semula pada Januari menjadi Juli, sehingga terjadi penambahan lama belajar selama satu semester yang dampaknya dirasakan sampai hari ini.

Selain itu, kebijakan NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan) yang melarang adanya kegiatan politik di dalam kampus.

Menurut almarhum, politik praktis hanya berlangsung di luar kampus, sedangkan tugas mahasiswa adalah belajar.

Almarhum meninggalkan seorang istri, Sri Soelastri, satu orang anak Sri Sulaksmi Damayanti dan dua orang cucu yaitu Natasha Primayanti Pharmasetiawan dan Garin Dwiyanto Pharmasetiawan. (esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... PPP: Waria Ada Tujuh Juta, Penjara Tidak Muat


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler