Masalah Lingkungan Freeport Sudah Ada Roadmap Penyelesaian

Kamis, 10 Januari 2019 – 12:25 WIB
Inspektur Jenderal KLHK, Ilyas Asaad selaku Ketua Tim Penanganan Masalah Lingkungan Hidup dan Kehutanan PT.FI. Foto: Humas KLHK

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah RI berhasil mengambil alih kepemilikan PT. Freeport Indonesia (PT.FI) dengan proses divestasi 51% saham PT.FI.

Karena itu, masalah-masalah terkait lingkungan hidup yang ada di PT.FI sudah ada roadmap penyelesaiannya.

BACA JUGA: Usul Pusat Peningkatan Kapasitas Inisiatif Regional Laut

Hal ini terungkap dalam Media Briefing oleh Inspektur Jenderal KLHK, Ilyas Asaad selaku Ketua Tim Penanganan Masalah Lingkungan Hidup dan Kehutanan PT.FI, di Jakarta.

Terkait masalah limbah PT. Freeport yang sejak 1974 silam sampai dengan  2018 diketahui mengalirkan tailing melalui Sungai Aghawagon dan Sungai Ajkwa serta menempatkannya di Modified Ajkwa Deposition Area (ModADA) seluas 230 km persegi sudah sesuai aturan yang diterbitkan saat itu. 

BACA JUGA: UN Environment Apresiasi Pengelolan Sampah di Indonesia

Kegiatan mengalirkan tailing oleh PTFI melalui Sungai Aghawagon dan Sungai Ajkwa sudah sesuai dengan Izin dari Pemerintah Provinsi Papua melalui surat keputusan Gubernur Provnsi Irian Jaya Nomor 540 tahun 2002 tentang Ijin Pemanfaatan Sungai Aghawagon, Sungai Otomona, Sungai Ajkwa dan Sungai Minajerwi untuk Penyaluran Limbah Pertambangan, serta Surat Keputusan Bupati Mimika Nomor 4 Tahun 2005 tentang Penetapan Peruntukan dan Pemanfaatan Sungai Aghawagon, Otomona, Ajkwa di Kabupaten Mimika.

Kemudian dibangunnya tempat penimbunan tailing yang disebut ModADA seluas 230 km persegi dan dibangun tanggul di sisi timur sepanjang 54 Km dan di sisi barat sepanjang 52 Km dengan jarak antara 4 sampai 7 km untuk menghindari melubernya tailing.

BACA JUGA: KIP Apresiasi Usaha PPID KLHK Penuhi Permohonan Informasi

Hal itu sudah sesuai dengan dokumen Amdal 300 K yang dikeluarkan oleh Kementerian LH pada tahun 1997.

Dengan demikian penggunaan sungai serta areal ModADA seluas 230 km persegi telah diperhitungkan sejak awal sebagai tempat penampungan tailing, dan seharusnya sudah tidak dihitung lagi sebagai bentuk kerusakan lingkungan.

"Tahun 1997 sudah diperhitungkan dalam AMDAL dampak lingkungan pertambangan PT.FI. Tailing yang dihasilkan PT.FI sebesar 167 juta metrik ton perhari, maka dibuatlah ModADA untuk penampungan. Kenapa tidak dibuang ke laut saja seperti dilakukan PT Newmont? Karena itu harus laut dalam sekitar 1.000 meter agar tailing dapat mengendap di dasar laut, laut Arafuru hanya 100 meter, maka untuk mengatasinya dibuatlah lokasi penampungan ModADA seluas 230 km persegi," ujar Ilyas.

Selanjutnya untuk penyelesaian masalah limbah tailing ke depan, telah dibuatkan roadmap pengelolaan limbah tailing jangka panjang dengan pembagian menjadi dua tahap yaitu periode 2018-2024 dan 2025-2030.

Roadmap ini disusun PT.FI dan disupervisi oleh KLHK, yang dibuat dengan konseptual based, yang dilengkapi dengan kajian-kajian rinci dari permasalahan di wilayah hulu sungai hingga hilirnya, pengendalian dampaknya, perlindungan hutan mangrove, serta kajian-kajian pemanfaatan limbah tailing yang sangat besar tersebut.

"Yang kami dorong bagaimana memanfaatkan tailing ini ada 160 juta metrik ton per hari. Di sana ternyata hasil pengamatan di lapangan, bisa digunakan untuk road base jalan, jembatan, bahkan kantor bupati disana itu dibangun dengan tailing, maka kita akan buat kajian untuk pemanfaatan tailing ini," ungkap Ilyas.

Kemudian terkait rekomendasi BPK-RI bahwa PT.FI wajib menyelesaikan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) seluas 3.374,43 Ha.

Hal itu telah dilaksanakan/dipenuhi melalui penerbitan IPPKH untuk kegiatan operasi produksi tembaga dan sarana penunjangnya atas nama PT.FI seluas + 3.810,61 Ha, melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.590/MENLHK/SETJEN/PLA.0/12/2018 tanggal 20 Desember 2018.

Dengan Keputusan Menteri ini, maka penggunaan kawasan hutan untuk aktivitas PT.FI telah sah secara hukum, tapi demikian denda sebesar Rp.460 miliar akibat penggunaan kawasan hutan secara tidak sah sejak tahun 2008 harus tetap diselesaikan sesuai peraturan yang berlaku, yaitu Permenkeu No 91 Tahun 2009.

Untuk memastikan dijalankannya Roadmap ini, Menteri LHK telah mengeluarkan Keputusan Menteri Nomor 594/Menlhk/Setjen/PLA.0/12/2018.

Dengan Keputusan Menteri tersebut ditegaskan langkah yang perlu dilakukan oleh PT.FI dalam menuju pengelolaan tailing yang lebih baik sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri nomor 175/Menlhk/Setjen/PLB.3/4/2018. (adv/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KLHK dan Tim Gabungan Amankan 57 Kontainer Kayu Ilegal


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler