jpnn.com - NAMANYA melambung seiring meledaknya lagu, “di radio…aku dengar lagu kesayanganmu...” yang tercatat sebagai album kaset terlaris pada 1986. Gombloh anggota gengster Surabaya yang dekat dengan perempuan malam.
Wenri Wanhar – Jawa Pos National Network
BACA JUGA: Hikayat Perang VOC
Gombloh kelas 2 SMA ketika peristiwa G30S 1965 meletus.
Masa itu namanya sudah beken sebagai penyanyi jalanan, setidaknya di kalangan muda-mudi Surabaya. Dia sering diundang manggung di acara ulang tahun, pentas seni hingga perpisahan sekolah.
BACA JUGA: Saking Seksinya, Pulau di Maluku ini Dilego Seharga New York
Meski banyak obyekan, uangnya ludes begitu saja. “Kalau punya uang, ia langsung mentraktir atau pun membantu teman-temannya hingga uang itu habis. Ia tak berpikir besok akan bagaimana,” tulis Dhahana Adi dalam Surabaya Punya Cerita vol I.
Hidup di jalanan, anak juragan ayam ini pun mulai mengenal rokok, minuman keras dan, "banyak menghabiskan waktu dengan perempuan malam," ungkap Dhahana.
BACA JUGA: KABAR GEMBIRA! Pertama dalam Sejarah, Indonesia Ekspor Kapal Perang
Pun demikian, sekolahnya tak terganggu. Lulus SMA, Cak Su--demikian dia dipanggil adik-adiknya--diterima di Institut Teknologi 10 November (ITS) Surabaya, jurusan arsitektur.
Gengster Surabaya
Medio 1960-an Surabaya musim gengster. Yang cukup terkenal geng Gegars Otack. Lebih dari sekadar kongkow-kongkow, geng ini punya radio amatir. Banyak anggotanya berkecimpung di dunia musik. Satu di antaranya Gombloh.
Meski hidup di jalanan dan jadi anggota geng, ia tak suka berkelahi. Bila ada perkara, lelaki kelahiran Jombang, 12 Juli 1948 (berpulang 9 Januari 1988) yang tumbuh besar di Kampung Embong Malang, Surabaya itu lebih banyak mengalah.
Di radio amatir yang dikelola gengnya, Gombloh terlibat kencan udara dengan seorang gadis. (Kisah tentang gadis ini ditunda dulu untuk beberapa paragraph berikut ini…)
Seiring itu, kuliah sudah tak menarik lagi. Dia mendirikan grup band Lemon Trees Anno 69.
“Di samping Gombloh, personil Lemon Trees berganti-ganti. Antara lain Leo Kristi, Mus Mujiono, Murry (Koes Ploes) dan Franky Sahilatua,” papar Denny Sakrie, kamus berjalan sejarah musik Indonesia, tempo hari.
Pada 1975, Gombloh ikut membidani lahirnya Bengkel Muda Surabaya (BMS) bersama para seniman Surabaya.
Kencan Gadis Radio
Suatu hari, Sound Manager Nirwana Record, Bob Djumara memperdengarkan lagu Wonderful World, Beautiful People-nya Jimmy Clift, musisi reggae kenamaan era 1960-an kepada Gombloh.
Gombloh lalu mengarang lagu. Reffrain Jimmy Clift dicupliknya. Menurut cerita Bob, tak sampai sejam lagu itu sudah jadi. Semula liriknya bertema kritik sosial.
“Wah, sentuhan komersialnya kurang kena. Pakai lirik cinta saja,” saran Bob kepada Gombloh, sebagaimana dikisahkan Dhahana Adi.
Tak sampai sepuluh menit, beres. Lahirlah lagu Kugadaikan Cintaku yang lebih populer dengan judul Di Radio.
Menurut cerita Gombloh, lirik lagu ini berdasarkan kisah nyata. Dia naksir seorang gadis ketika asyik mengudara di radio amatir yang dikelola geng Gegars Otack melalui acara “Pilihan Pendengar”.
Saat main ke rumah si gadis, eh, Gombloh mendapati gadis yang ditaksir itu sedang asyik bercumbu dengan pacarnya.
Tetapi mimpi apa aku semalam/kulihat engkau duduk berdua/bercanda mesra dengan seorang pria…
Lagu ini meledak dan melambungkan nama Gombloh ke pentas musik Indonesia.
Kian populer, tak membuat Gombloh tercerabut dari akar sosialnya. “Saya pernah melihat Mas Gombloh itu dengan becak membagi-bagikan BH (bra) kepada beberapa WTS,” kenang Sys NS.
Dhahana memperjelas, bagi Sudjarwoto Sumarsono—nama asli Gombloh, para pelacur adalah sahabat. Bila ada kesulitan, mereka bercerita dan Gombloh mencarikan jalan keluarnya. (wow/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Melacak Peto Magek, Si Penyelundup Legendaris
Redaktur : Tim Redaksi