jpnn.com - BELANDA memaksa Inggris tukar guling. Demi mendapatkan Pulau Run di Maluku Tengah yang dikuasai Inggris, Belanda menyerahkan Manhattan dan New Amsterdam (sekarang New York).
Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network
BACA JUGA: KABAR GEMBIRA! Pertama dalam Sejarah, Indonesia Ekspor Kapal Perang
Senin, 15 Maret 1599. Kapal Gelderland lempar sauh di dekat Orantatta, sebuah kota di Pulau Lonthor, Banda. Esok harinya menyusul Kapal Zeeland.
Dua kapal yang membawa dua ratus pedagang, serdadu dan pelaut itu dipimpin Laksamana Muda Jacob van Heemskerk.
BACA JUGA: Melacak Peto Magek, Si Penyelundup Legendaris
Ekspedisi mereka dibiayai oleh Compagnie van Verre, pendahulu Vereenigde Costindische Compagnie, atau Maskapai Persatuan Hindia Timur yang kemudian hari menjadi Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC).
"Misi mereka mencari rempah-rempah langsung dari negeri asalnya," kata Hendaru Tri Hanggoro, pemuka Sarekat Sejarawan Partikelir, kepada JPNN.com, Kamis (21/1).
BACA JUGA: Tuanku Imam Bonjol pun Tobat dari Aliran ini
Ramalan Tetua Adat
Hendaru menceritakan, lima tahun sebelum kedatangan dua kapal itu, seorang tetua adat setempat pernah meramalkan bahwa akan datang sekelompok orang kulit putih dari negeri jauh yang kuat dan baik persenjataannya untuk menaklukan kepulauan tersebut.
Nah, kedatangan ekspedisi Jacob disambut pula oleh gunung berapi yang semula tenang-tenang saja, tiba-tiba aktif.
"Penduduk Banda berpikir ini pertanda. Mereka mencurigai rombongan Jacob," kata Hendaru.
Akibatnya, Jacob kesulitan memperoleh rempah-rempah. Tak kehabisan akal, dia melobi para syahbandar dan salah satu kelompok terpandang.
Menurut Williard A. Hanna dalam Kepulauan Banda--Kolonialisme dan Akibatnya di Kepulauan Pala, Jacob menjanjikan hadiah dan membagi keuntungan.
Deal! Setelah beberapa bulan di Banda, pada 1600 mereka balik ke Belanda untuk melaporkan kabar baik.
Sementara waktu, misi berhasil.
Ditikung Inggris
Belum lagi misi dagang Belanda berikutnya kembali ke Banda, Inggris sudah duluan.
Kapal dagang para saudagar Inggris di bawah payung East India Company (EIC), berlabuh di Pulau Run dan Ai pada 1601.
"EIC berdiri di London pada 31 Desember 1600. Kongsi sejumlah maskapai dagang ini disokong penuh oleh Ratu Elizabeth dan keluarga kerajaan Inggris," papar Hendaru.
Sesampai di Pulau Run, kongsi dagang Inggris berani membeli rempah-rempah lebih mahal daripada pedagang Belanda.
Maka wajar bila penduduk setempat lebih menerima kedatangan Inggris ketimbang Belanda.
Kelahiran VOC
Menghadapi EIC, enam maskapai dagang Belanda bersatu. Fusi pada 20 Meret 1602 melahirkan Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC).
Mencuplik Douglas Irwin, Hendaru menerangkan, fusi itu berhasil mengumpulkan modal awal VOC senilai 550 ribu poundsterling.
"Artinya, modal awal VOC lima kali lipatnya modal awal EIC yang hanya 78 ribu poundsterling," katanya.
Demi rempah-rempah yang saat itu adalah komoditi pasar dunia yang paling seksi, dua kongsi dagang itu pun bersaing.
Buntu di meja perundingan, VOC menyerang empat kapal Inggris pada 1617 dan 1618.
Meski dibantu penduduk lokal, EIC yang kalah armada dan logistik perang, akhirnya angkat kaki.
Sebagai gantinya, melalui Perjanjian Breda 1667, Belanda memberikan Pulau Manhattan dan New Amsterdam (New York) yang dinilai tak terlalu berarti kepada Inggris.
Kini, New York menjadi kota "paling bersinar" di dunia. Sementara Pulau Run di Timur Indonesia…Ah, tak enak hati untuk disebutkan. (wow/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Antara Tjipto Mangoenkoesoemo dan Komunisme
Redaktur : Tim Redaksi