Naga tsunami membelah Bumi Sikerei di keheningan malam nan mencekamKehadirannya yang tak diundang itu telah memupuskan harapan penghuni pesisir pantai Dusun Pasa Puat, Kecamatan Pagai Utara
BACA JUGA: Yakin Masih Ada Tsunami saat Malam, Pilih Tidur di Hutan
Saat semuanya hancur, sebuah masjid menatap pantai berdiri kokoh.------------------------------------------
RICCO MAHMUDI -- Sikakap
-----------------------------------------
PAGI ITU, sekitar pukul 10.00 WIB, langit Sikakap tampak mendung
BACA JUGA: Unas Rampung, Luncurkan Buku Ke-13
Pepohonan dan rerumputan masih basah setelah diguyur hujan deras sepanjang malamBACA JUGA: Salsa Mulai Nulis Naksir-naksiran
Ya, membasuh duka Bumi Sikerei.Di luar rumah, bau mayat menyengatAroma tak sedap menebar ditiup anginMemang, hingga Jumat (29/10), mayat masih bergelimpangan di pinggir jalanPikiran saya langsung terbayang ratusan warga Pagai Selatan yang bertahan di perbukitan, dalam kondisi hujan badaiSelain menahan lapar, dinginnya malam, mereka harus melawan penyakit yang kini menyerang.
Ternyata benarHujan deras mengguyur SikakapTak hanya hujan, tapi juga badaiDi posko utama, para jurnalis dan relawan telah ber¬kum¬pulSeperti biasa, setiap pagi kami siap-siap menyisir desa terpencil yang belum terjamah bantuanPagi itu, tim relawan dan jurnalis hendak menuju Dusun Pasa Puat di Pagai UtaraDusun itu, semua rumah hancurMujur, tidak ada korban jiwa
Perjalanan menggunakan kapal kayu atau long boatKapal itu mampu memuat 12 orang dan sedikit logistik untuk pengungsiBerapa menit berlayar, gelombang dua meter menghadangPelayaran pun dihentikanSetelah menunggu sekitar satu jam, boat yang dinakhodai Dayat itu dilanjutkan selama dua jam pelayaranSepanjang perjalanan, boat nyaris karam karena dipenuhi airKami sampai di tujuan sekitar pukul 17.00 WIB.
Dari pantai, Dusun Pasa Puat sunyi senyapSedikit pun tidak terlihat tanda-tanda seperti sebuah kampungPermukiman penduduk rata dengan tanahTak satu pun rumah warga yang berdiriSemua tiarapHanya ada satu bangunan berdiri kokoh menghadap pantaiYa, sebuah masjidGarin masjid itu juga selamatZulfikar namanya
Hari beranjak senjaHujan belum juga redaZulfkar tampak bersiap menunaikan Shalat MaghribDalam obrolannya, pria berusia 40 tahun itu mengaku telah tingal di dusun itu sejak kecilSama dengan usia masjid itu yang berdiri sekitar tahun 1960 silam"Ini masjid tertua di dusun kamiBentuk masjid itu sudah tidak asli lagi, karena terus diperbaiki," ujar Zulfikar.
Zulfikar menceritakan, masjid ini sama sekali tidak tersentuh tsunami pada malam ituPadahal, lokasinya tidak jauh dari pantaiSedangkan rumah-rumah warga di sekitar masjid, rata dengan tanahMasjid inilah yang menjadi tempat perlindungan masyarakat saat gelombang besar datang
Seperti mukjizat, air laut hanya sampai di teras masjidD luar masjid, Zulfikar melihat dengan mata kepala sendiri gelombang tsunami mencapai delapan meter"Kami dalam masjid ada sekitar 50 orang, sedangkan warga yang lain telah menyelamatkan diri ke perbukitan yang berjarak satu kilometer dari masjidMelihat masjid tidak kena sama sekali, kami merasa heranSetelah itu kami sadar ini adalah kehendak Tuhan," jelas pria berjenggot itu
Zulfikar dan 50 warga lainnya tidak henti-henti mengucap kebesaran AllahDi luar masjid, tsunami terus menerjang sebanyak tiga gelombangTiada yang menduga, tsunami menghindar dari masjid"Sepertinya, di masjid air terbelah, sehingga lantai masjid pun tidak basah sama sekali," kenangnya(*)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mengunjungi Makkah dengan Wajah Baru (2-habis)
Redaktur : Tim Redaksi