jpnn.com - JAKARTA - Reformasi sistem penyaluran tenaga kerja Indonesia (TKI) juga dilakukan dengan menekan biaya penempatan di negara yang diminati seperti Taiwan. Berbagai pihak mendorong adanya pemangkasan beban yang harus ditanggung untuk bisa bekerja di negara wilayah Asia Timur tersebut.
Ketua Dewan Pimpinan Luar Negeri (DPLN) Taiwan Garda Buruh Migran Indonesia (BMI) Samsudin mengatakan, struktur biaya penempatan di Taiwan saat ini tak masuk akal. Memang, biaya berdasarkan regulasi dalam hal ini mencapai Rp 17-22 juta dalam sekali penempatan. Namun, realitas beban biaya yang harus ditanggung melebihi itu.
BACA JUGA: Kubu BG Yakin Menang Karena KPK Tak Transparan
"Kenyataannya, pekerja yang mau berangkat ke sana harus membayar sekitar Rp 30 juta," katanya.
Bahkan, lanjut dia, baru-baru ini ada keluhan TKI disuruh membayar Rp 33,5 juta dengan ketentuan potongan sebesar NTD 5.000 (Rp 2 juta) selama 10 bulan. Tapi, karena calon TKI ini tidak langsung berangkat, mesti bayar Rp 5 juta lagi. "Kalau itu namanya kerja bakti di Taiwan," katanya di Jakarta kemarin (14/2).
BACA JUGA: Penyetopan Pengiriman TKI harus Dibarengi Penegakan Hukum
Karena itu, dia meminta pemerintah segera menertibkan prosedur dan lembaga penyaluran TKI di Indonesia. Bahkan, BMI di Taiwan meminta insentif agar TKI merasa terjamin untuk bekerja di negara orang. Hal tersebut pun sudah dibicarakan dengan beberapa stakeholder.
Yakni, pertemuan unsur Serikat Pekerja Buruh Migran, perusahaan penyalur, dan Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI).
BACA JUGA: ICMI Pun Desak KPK Bentuk Komite Etik
"Dari hasil tersebut, ternyata biaya penempatan yang ditanggung TKI bisa ditekan hingga menjadi Rp 6 juta," katanya.
Kepala BNP2TKI Nusron Wahid mengatakan, pihaknya sudah mengirimkan surat usulan perubahan struktur biaya hasil forum tripartit kepada Kemenaker. Menurut dia, biaya tinggi penempatan TKI memang harus ditekan untuk meringankan TKI yang bekerja.
Apalagi, tanggungan utang yang besar seringkali membuat para TKI kehilangan daya tawar dan menjadi korban penganiayaan atau overworked. "Surat sudah kami kirim tanggal 16 Desember. Kami meminta kepada Menteri Ketenagakerjaan untuk segera menetapkan"cost structure ini," ungkapnya.
Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidaya beharap, usulan itu tidak menjadi sekedar wacana yang tak terwujud. Sebab, biaya penempatan memang menjadi salah satu masalah pokok yang sering diselewengkan berbagai pihak.
Ditambah lagi, reformasi biaya secara tak langsung bakal menekan adanya mafia karena margin yang kecil. "Saya berharap ini juga diduplikasikan ke negara lain," terangnya. (bil/sof/jawapos/jos)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Para Petinggi Polri Dicurigai Sedang Bermanuver
Redaktur : Tim Redaksi