jpnn.com - JAKARTA - Biro penyelidik federal di AS, FBI pernah memasukkan nama William James Vahey dalam daftar buronan kasus pedofilia di sejumlah negara. Bahkan, William disebut pernah mengajar di Jakarta International School (JIS) selama periode 1992 hingga 2002.
Namun, sampai saat ini polisi belum mendapatkan informasi apakah William pernah berkasus saat mengajar di JIS. Hanya saja, informasi yang berkembang William sudah tewas bunuh diri Maret 2014 lalu.
BACA JUGA: Islam dan Militer Tak Bisa Dikesampingkan di Pilpres
Mabes Polri hanya memastikan bahwa hukum di Indonesia mengatur ketika seseorang sudah meninggal dunia maka kasus hukum yang menjeratnya dihentikan. "Yang jelas kalau hukum yang ada di Indonesia, apabila tersangka meninggal dunia maka kasus tersebut harus dihentikan," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Agus Rianto, Kamis (24/4).
Kecuali jika ada dugaan tersangkanya lebih dari satu, kata Agus, maka kasusnya bisa terus diproses sesuai hukum yang berlaku di negeri ini. "Kalau tersangka tunggal, ini tidak bisa diproses lebih lanjut," ujarnya.
BACA JUGA: Pemilih Tak Punya Cukup Waktu Pahami Visi-Misi Capres
Agus merujuk pada ketentuan pasal 109 ayat 2 KUHAP yang menyatakan bahwa suatu perkara tindak pidana dihentikan dengan alasan tiga hal. Pertama, tidak cukup bukti, kedua bukan tindak pidana dan ketiga dihentikan demi hukum.
Dalam kasus James Vahey yang masuk daftar buronan FBI, lanjut Agus, tentunya penegak hukum di AS itu lebih memahami hukum yang berlaku di negeri mereka sendiri. Namun, lanjut Agus, Polri pada prinsipnya akan siap berkoordinasi dengan instansi manapun.
BACA JUGA: Wawan Emosi Disodori Pembukuan Uang ke Perusahaan Istri Akil
"Tentunya sesuai dengan kompetensi dan kapasitas kita dalam penyebaran informasi yang kita miliki," bebernya.
Bagaimana jika FBI hendak mengembangkan kasus James Vahey ke Indonesia? "Apabila ada pihak yang meminta bantuan kepada negara lain, tentunya sesuai kaidah bernegara tetap harus berkoordinasi dengan pihak aparat penegak hukum di negara tersebut," kata Agus.
Kecuali kasusnya terjadi di linkungan kedutaan negara lain. Sebab, hukum yang berlaku di wilayah kedutaan berbeda dengan hukum positif di negeri ini.
Sementara untuk kasus JIS, kata Agus, meski sekolah itu milik yayasan asing namun karena lokasinya tidak di dalam wilayah kedutaan maka aparat hukum Indonesia tetap bisa menyidiknya. "Sehingga proses yang terjadi di JIS sendiri kan penyidiknya dari teman-teman Polda Metro," katanya.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dino Sudah Ancang-Ancang Salami Pemenang Konvensi
Redaktur : Tim Redaksi