jpnn.com - Pemerintah Filipina mengklaim sudah mulai mampu mengendalikan situasi di Kota Marawi. Selain sudah menguasai 90 persen wilayah ibu kota Provinsi Lanao del Sur itu, sejumlah personel lawan juga menyerahkan diri.
Juru Bicara AFP (Angkatan Bersenjata Filipina) Brigjen Restituto Padilla mengungkapkan, Minggu (28/5) sudah ada delapan anggota kelompok militan Maute yang meletakkan senjata. Mereka juga memberikan informasi berharga kepada AFP.
BACA JUGA: Terungkap, WNI Tewas dalam Pertempuran di Marawi Itu Ternyataâ¦
Itu adalah kali pertama ada anggota Maute yang menyerah sejak operasi militer di wilayah tersebut berlangsung pada Selasa pekan lalu (23/5). Sampai kemarin, ada 89 militan Maute yang tewas.
AFP pun menyerukan agar lebih banyak anggota Maute yang mengikuti jejak rekannya untuk menyerah.
BACA JUGA: 7 WNI Ikut Melawan Gempuran Tentara Filipina, Satu Diduga Tewas
’’Ketika kalian masih memiliki waktu, menyerahlah. Letakkan senjata dan mari berbicara. Kami akan memperlakukan kalian secara manusiawi,’’ tegas Padilla.
AFP juga membuka pintu negosiasi. Tujuannya, seluruh sandera bisa selamat. Termasuk Pastor Teresito Suganob dan belasan jemaat Gereja Saint Mary, Marawi, yang menjadi tawanan kelompok militan Maute sejak hari pertama konflik pecah.
BACA JUGA: Satu WNI Sudah Menikah dengan Warga Marawi, Siapa Dia?
’’Banyak pemuka agama dari kelompok muslim yang ingin melihat Pastor Chito (Suganob, Red) selamat karena mereka telah bekerja sama dalam berbagai proyek kebaikan,’’ ujar Padilla.
Dia menggarisbawahi, pihaknya tidak bernegosiasi dengan teroris. Melainkan dengan kelompok-kelompok yang ingin menyelamatkan nyawa para sandera.
Kelompok-kelompok itulah yang bernegosiasi dengan Maute, termasuk para pemuka agama Islam.
Selasa (30/5) video Suganob yang meminta AFP menghentikan penyerbuan beredar di dunia maya. Menurut dia, Maute masih menyandera lebih dari 200 orang lainnya.
Versi Padilla, video itu hanyalah propaganda Maute agar AFP mundur. Militer tengah meneliti keaslian video tersebut.
’’Propaganda dari musuh itu indikasi bahwa mereka tersudut. Mereka berada di area di mana mereka tidak akan bisa keluar hidup-hidup kecuali menyerah,’’ tegasnya.
Pemerintah mengklaim sudah menguasai sekitar 90 persen wilayah Marawi. Hanya beberapa desa yang masih dikuasai kelompok Maute di kawasan yang mayoritas warganya muslim itu.
AFP mengungkapkan, Maute bisa memberikan perlawanan selama berhari-hari karena dibantu para penjahat yang mereka bebaskan dari tahanan.
Selain itu, Maute mengambil berbagai senjata milik pemerintah dari kantor polisi, penjara, dan kendaraan tempur yang mereka ambil alih.
Sementara itu, 18 orang mendatangi Badan Penyelidikan Nasional (NBI) Filipina kemarin. Mereka ingin membersihkan nama mereka.
Pemerintah Filipina memasukkan mereka dalam daftar klan Maute hanya karena mereka memiliki nama keluarga yang sama, yaitu Maute dan Bandrang.
Padahal, mereka sama sekali tidak memiliki hubungan dengan dua bersaudara Maute yang membentuk kelompok militan di Marawi dan sekitarnya. Satu di antara 18 orang tersebut adalah bayi laki-laki yang masih berusia 2 tahun.
Mayoritas orang yang dilabeli klan Maute itu adalah pebisnis. Mereka tidak boleh ke luar negeri. Padahal, orang-orang tersebut berencana pergi ke Arab Saudi untuk umrah.
’’Mereka adalah orang yang taat hukum. Kejahatan mereka hanya karena nama keluarganya adalah Maute,’’ ujar Direktur Komisi Nasional Muslim Filipina (NCMF) Wilayah Luzon Selatan Dalomilang Parahiman. (Reuters/Philstar/Inquirer/sha/c5/ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mabes Polri Bantu Temukan 7 DPO Dari Kepolisian Filipina
Redaktur : Tim Redaksi