jpnn.com - Perang air alias siat yeh menjadi atraksi yang paling ditunggu peserta maupun pengunjung Festival Air Suwat yang dimulai sejak 30 Desember lalu. Seperti apa suasananya?
Suasana menjelang sore di Catus Pata Desa Suwat, Gianyar kemarin (1/1) sedikit lenggang. Namun kala jarum jam menunjukkan pukul 14.00 Wita, satu persatu warga dan pemuda setempat mulai mendatangi kawasan tersebut.
BACA JUGA: Belum Punya Momongan? Simak Aplikasi Temuan dr Budi Wiweko Ini
Tampak raut wajah diantara mereka yang bahagia, mungkin selepas merayakan malam tahun baru. Ada juga di antara mereka yang tampak gelisah, akibat cuaca yang siang itu sedikit panas. Mendekati pukul 14.30 Wita, suasana akhirnya bertambah ramai.
Kedatangan warga yang hampir semuanya berpakaian adat tersebut langsung terkonsentrasi di beberapa titik, seperti di Jaba Pura Melanting, atau di Balai Desa Pakraman Suwat. Kehadiran mereka sekaligus menjadi tanda bakal segera dimulainya atraksi siat yeh serangkaian Festival Air Suwat. Proses persiapan siat yeh dimulai dengan acara persembahyangan bersama di jaba Pura Melanting, pojok tenggara Catus Pata.
BACA JUGA: Kisah General Manager Kelimpungan Soal Video Mesum Aura Kasih
Dengan bergerombol, ratusan peserta perang air itu, baik mereka yang masih anak-anak, remaja, hingga yang berusia lanjut berkumpul di Catus Pata. Sekitar pukul 15.00, melalui pengeras suara, Ngakan Putu Sudibia, selaku Ketua Panitia Festival Air memulai persiapan perang dengan membagi semua peserta menjadi empat kelompok. Mereka lanjut diarahkan ke empat arah jalan sesuai arah mata angin, untuk saling berhadap-hadapan dengan kelompok lainnya.
Menariknya, sebelum prosesi perang air dimulai, secara simbolis masing-masing ketua kelompok, dikumpulkan tepat di tengah arena. Dengan menenteng gayung berisi air, mereka menyatukan kepala sambil menunduk, dan secara simbolis disirami air oleh pemangku setempat. Prosesi yang menjadi penanda dimulainya siat yeh tersebut. Tak butuh waktu lama, perang pun dimulai. Meski perang ini hanya sebuah atraksi, suasana seru tetap tersaji.
BACA JUGA: Serba Bisa, Karya Fadriah Syuaib Jadi Koleksi Warga Italia
Meski dalam beberapa kali kesempatan gelak tawa para penonton menyelingi atraksi tersebut. Terlebih dalam atraksi perang air ini tak hanya menyertakan para laki-laki, namun juga para peserta perempuan. Sebagai penutup perang air yang berlangsung sekitar 45 menit itu, juga dilalui dengan ritual yang cukup unik. Seolah menegaskan perang air hanya sebuah atraksi, pimpinan empat banjar dan sekaa teruna yang ikut ambil bagian dalam perang sebelumnya kembali dikumpulkan di bagian tengah Catus Pata.
Dengan aba-aba panitia, mereka lalu berpelukan, sebelum akhirnya secara serentak semua peserta membubarkan diri. Tentunya dengan pakaian yang serba basah kuyup. Ditemui usai atraksi, Ngakan Putu Sudibia mengatakan, rangkaian siat yeh merupakan bagian dari ritual penyucian diri. Sebab dengan bergantinya tahun, diharapkan masyarakat Suwat bisa menjadi orang yang baru, sekaligus siap menghadapi tantangan yang semakin besar di depan.
“Selain itu, kegiatan ini juga menjadi bentuk dan penegasan penyatuan diri. Dalam artian persatuan di antara semua masyarakat Suwat. Sebab selama ini, banyak juga warga kami yang terpecah-pecah, karena harus tinggal di luar dalam memenuhi tuntutan pekerjaan mereka,” ucapnya seperti dilansir Bali Express (Grup JPNN.com).
Karena itulah, kata dia, ritual kemarin tak hanya diikuti oleh ratusan masyarakat Suwat yang tinggal di kampung halaman mereka. Tapi juga masyarakat Suwat yang sudah tinggal di perantauan.
“Ya hampir semua pulang kampung dan berkumpul menjadi satu di sini. Bahkan termasuk ada juga peserta yang bukan warga Desa Suwat,” tambahnya.
Sayangnya, masih banyak yang perlu dievaluasi dari ajang ini. Jumlah pesertanya minim, tidak mampu menembus angka ribuan orang. Termasuk beberapa kendala yang tampaknya muncul dalam kegiatan kemarin, seperti pasokan air, yang beberapa kali tersendat. Akibatnya, perang sempat beberapa kali dihiasi jeda.
Ngakan Putu Sudibia mengakui ada beberapa evaluasi yang akan dilakukan. Termasuk dalam menyiapkan even menjadi lebih bagus, termasuk ritual yang lebih besar dan lebih banyak diikuti orang. Yang jelas, siat yeh disiapkan untuk jadi ikon Bali secara internasional di masa mendatang.
“Memang masih ada beberapa yang mesti dievaluasi. Karena kegaitan ini baru kali pertama, tentu secara bertahap harus dilakukan perbaikan. Supaya secara bertahap, bisa dikenal di tingkat kabupaten, kemudian provinsi, dan secara internasional,” terangnya.
“Untuk menuju ke arah itu, kami mulai menjalin komunikasi dengan beberapa agen wisata, yang kerap melaksanakan kegiatan sepeda melintasi jalur ini. Karena ke depan kami berkeinginan kegiatan ini bisa juga diikuti wisatawan,” katanya.(*/nyoman widiadnyana/rdr/mus/fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ada yang Nyaman, Ada Juga yang Ketemu Jodoh
Redaktur : Tim Redaksi