Membangun Karakter Siswa di Sekolah Melalui Puisi Esai

Senin, 19 November 2018 – 00:00 WIB
LSI Denny JA raih World Guiness Book of Record. Foto: Ist

jpnn.com, JAKARTA - Siswa bahkan guru di sekolah semakin memiliki problem dengan karakter yang mencerminkan keberagaman, kesetaraan dan kebebasan warga negara.

Riset dari PPIM UIN Syarif Hidayatullah (2018) dan survei LSI Denny JA (2018) menemukan semakin tingginya tingkat intoleransi di kalangan siswa, bahkan di kalangan para guru.

BACA JUGA: 34 Puisi Esai Bisa Diakses di Facebook

Di luar riset itu, juga diketahui luas isu soal narkoba, pernikahan dini, apatisme atas isu lingkungan, keluarga yang patah (broken home), dan pencarian identitas diri di kalangan siswa.

Komunitas puisi esai memberikan ikhtiar. Di samping pendidikan karakter melalui agama dan Pancasila, bagaimana jika digalakkan pula pengajaran puisi esai.

BACA JUGA: Jokowi dan Golkar Makin Mesra, Begini Analisis Denny JA

Ini jenis puisi yang panjang, dengan catatan kaki, yang memberi ruang bagi drama moral yang menyentuh.

Lima dosen dan guru, dari lima pulau: Sumatra, Jawa, Kalimantan, Papua, bersama menyusun buku panduan soal puisi esai untuk sekolah.

BACA JUGA: Puisi Esai Memperkaya Studi Tentang Indonesia

"Sastra bukan hanya belajar karya baku para sastrawan. Sastra juga adalah ekspresi para siswa dan mahasiswa atas lingkungan sosialnya sendiri, kemarahannya, ketakutannya, kegembiraanya, harapannya," ujar Denny JA dalam rilisnya.

Menurut Denny dengan sedikit riset, fakta dan data di lingkungan sosial oleh para siswa bisa dituliskan dalam catatan kaki.

Mereka menambahkan fiksi sehingga kisah nyata itu menjadi drama, menjadi cerpen yang dipuisikan.

"Detail soal puisi esai dapat dipelajari para guru dan dosen melalui buku di atas: mengenal puisi esai. Pembaca dapat pula membacanya secara daring," sambungnya.

Sebelumnya, 176 penyair dari 34 provinsi sudah menuliskan kearifan lokal di provinsinya masing-masing dalam 34 buku puisi esai. Kisah budaya Indonesia di 34 provinsi tersaji di sana.

Sebanyak 12 penyair Malaysia dan Indonesia sudah pula menuliskan riwayat hubungan dua negara dalam puisi esai.

Mempelajari Hubungan kultural dan batin Indonesia justru lebih terasa dalam bentuk sastra.

"Kini penyair dari Brunei, Thailand, Singapura menuliskan riwayat kulturnya sendiri, juga dalam puisi esai," ucap Denny.

Di Malaysia, bahkan diluncurkan lomba menulis puisi esai di tingkat Asean. Dan kini anak anak SMA di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua, mulai pula melakukan riset soal dunia mereka sendiri. Riset itu ditambahkan fiksi menjadi puisi esai.

Komunitas ini juga sudah membuat Buku online Mengenal Puisi Esai(flo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Percayalah, Kekayaan dan Kepintaran Bukan Penentu Kebahagiaan


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler