Menekuni Bisnis Sayuran

Jumat, 27 Agustus 2010 – 00:06 WIB

Pengalaman adalah guru yang terbaikSetidaknya pepatah itu diterapkan Mahendra Kusuma dalam membangun bisnisnya

BACA JUGA: Bekal Seorang Pebisnis

Setelah cukup puas berkarir di sejumlah perusahaan dan lembaga
Kini Mahendra mengelola sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pertanian

BACA JUGA: Gelora Jiwa Pendidik



SEBELUM memutuskan mendirikan perusahaan sendiri dengan nama PT
Fujimelasari, Mahendra Kusuma sempat meniti karir di sejumlah perusahaan dan lembaga pemerintah

BACA JUGA: Terdorong Dinamika yang Muncul

Di antaranya PTBina Silvan Lestari di Sumatera, yang memasok bahan baku kayu pensil untuk PTSilo Indah Pratama, kemudian koordinator Badan Kemitraan Jimbaran, sebuah komunitas konglomerat.
   
Selanjutnya pada 1996, Hendra kembali pindah profesi sebagai plantation executive di Lyman Group, sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit dan kayu di Kalimantan BaratCukup lama Hendra bergelut di perusahaan ini, yakni hingga 2002Merasa sudah cukup menjalani karir di perusahaan itu, dia lantas memutuskan untuk kembali ke Jawa dan mendirikan sendiri PTFujimelasari. 

”Awalnya perusahaan ini hanya bergerak di bidang usaha pembuatan pupuk NPK dan pupuk cairNamun sekarang mengalami perkembangan,” ujarnyaSetelah beberapa tahun memproduksi pupuk, Hendra terpikir untuk masuk ke bisnis pertanian dengan menanam sayur-sayuran organik.
 
Dengan memanfaatkan tanah di kawasan Cisarua, Bogor, Jawa Barat, dan dengan jaringan teman-teman sejawatnya, dia memberanikan diri memulai bisnis barunya”Yah, untuk distribusi saya memanfaatkan jaringan teman-teman yang mau makan sayuran organik, dan saya yang menyuplai ke rumah-rumah mereka,” ujarnya.

Mahendra mengaku bisnis sayuran organik bukanlah hal yang mudahPasalnya, biaya produksinya bisa lima kali lipat dengan lahan pertanian nonorganik.Sebagai contoh, untuk lahan seluas satu hektar saja dibutuhkan sekitar satu ton pupuk kandangItu dalam kondisi normal, jika lahan itu lahan baru yang masih banyak gulmanya, maka harus dilakukan pembersihan dengan cara manual”Kita sama sekali tidak boleh disemprotkan obat pembasmi gulma,” tandas pria yang menjabat sebagai ketua Koperasi Linkers di Bogor ini
   
Di bidang pendidikan, Mahendra tak sungkan menimba ilmu di sejumlah perguruan tinggi baik di dalam maupun luar negeriSetelah diwisuda dari Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, pada 1985, dia memutuskan untuk melanjutkan studi pascasarjana atau S2 di Economic Development Departement, San Jose, California, Amerika Serikat.

Kemudian dia kembali ke Indonesia pada 1992Ketika itu, dia sempat bekerja di sebuah lembaga pemerintah sekitar setahunKetertarikannya di bidang pertanian semakin tinggiSembari bekerja di lembaga itu, Mahendra kembali mengambil kuliah di program Magister Manajemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor (IPB)

Terkait dengan pertanian Indonesia, Mahendra memberikan kritikan terhadap pemerintah”Pertanian kita harus kuat dan mandiriBuat apa hanya mengandalkan impor asing?” tegasnyaSebagai pengusaha di bidang pertanian, khususnya organik, Hendra menyesalkan belum berdayanya Indonesia sebagai bangsa, terutama bidang pertanianKondisi itu berbeda dengan negara lain yang bisa saja mengatur sistem perdagangan dengan kehendak mereka sendiri.

Menurutnya, ketika pemerintah menggalakkan kampanye hibrida baik itu padi maupun tanaman lainya, tanpa disadari bibit dari tanaman tersebut ternyata masih diimporKarena itu, dia merasa bahwa apa yang menjadi target pemerintah, belumlah tercapai”Bibit dengan model hibrida semacam itu kan nggak bisa diregenerasi lagiSaya harap pemerintah bisa lebih serius,” katanya(mom)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Terus Kembangkan SDM Karyawan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler