BACA JUGA: Menkes Mengaku Tak Tahu Mekanisme Membuat UU
Ada pula kisah pengusaha yang mencoba tetap bangkit, meski sampai sekarang belum mendapatkan ganti rugiAdalah Lina Louise, koordinator Yayasan Tanggul Bencana Indonesia (YTBI) Sidoarjo, yang mengungkap data memprihatinkan itu
BACA JUGA: Menyoal Peta Ganti Rugi
Kata dia, di antara korban lumpur Porong yang bernasib sengsara, ada yang menjadi pengemis dan melacurkan diriBACA JUGA: PT KPC Kalahkan Ditjen Pajak
Namun, sebenarnya yang belum tersentuh masih sangat banyak," kata Lina.Dia menambahkan, saat pihaknya melakukan pendampingan kepada para korban lumpur Lapindo, ditemukan sejumlah anak usia sekolah yang mengaku sudah menjajal terjun ke prostitusiKetika ditanya, mereka mengatakan bahwa beberapa temannya sesama korban lumpur juga melakukan hal ituKorban anak-anak yang menjadi pengemis juga banyakMereka, ujar Lina, bisa dilihat di berbagai perempatan yang ada di Sidoarjo"Saat ditanyai, mereka biasanya mengaku tidak punya uang untuk membeli bolpoin," tegasnya
Wakil Ketua Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak (P3A) Sidoarjo Suagustono ketika dikonfirmasi soal temuan itu, mengatakan belum mendapatkan data tentang adanya anak usia sekolah yang melacurkan diriMeski demikian, dia tidak menyangkal bahwa luapan lumpur membawa dampak sosial tersendiri"Ada orang yang bercerita bahwa banyak yang terlibat perselingkuhan saat masih di barakTapi, tidak ada yang membuat laporan resmi," ujarnya.
Namun, dia beberapa kali mendapatkan laporan dari istri-istri yang ditinggal suami kawin lagiSuami mereka menikah lagi setelah menerima uang ganti rugi dari PT Lapindo Brantas"Biasanya para suami ini mengambil uang tanpa setahu istrinya," tegas Suagustono
Soal ganti rugi, tak sedikit pengusaha yang sampai sekarang belum mendapatkannyaSalah satunya Marcus Johny RannuSebelum bencana lumpur terjadi, dia adalah pemilik PT Oriental Samudra Karya (Osaka), pabrik yang bergerak di bidang pengolahan kayu, rotan, dan pembuatan cat
Begitu bencana terjadi, pabriknya pun ikut terkena serangan lumpurTapi, saat itu dia tak langsung menutup pabriknyaJohny masih berusaha mengoperasikan pabriknya hingga Desember 2006"Waktu itu lumpur belum begitu tinggi, tapi sudah mengalir ke sana," katanya.
Saat itu Lapindo Brantas Inc meminta kepada Johny agar mengizinkan lahan di depan pabriknya dibangun tanggulDengan demikian, pabriknya berdiri di dalam dinding tanggulSaat itu alasannya, mengantisipasi jika lumpur meluber dan mengenai warga sekitar
Pria yang sebentar lagi berusia 50 tahun itu pun pasrah saja karena dijanjikan segera mendapat ganti rugiNamun, janji tinggallah janjiMeski sudah 3,5 tahun berlalu, belum sedikit pun ganti rugi diterima"Saya sudah berkali-kali negoTapi, belum deal," ucapnya.
Dia meminta agar perusahaan milik grup Bakrie itu membayar ganti rugi Rp 57 miliarKalkulasi itu berdasar nilai harta bendanya yang tenggelam bersama lumpurAntara lain, tanah di pinggir Jalan Raya Porong seluas 4,8 hektare beserta bangunan di atasnyaPria yang dikenal dengan sebutan Johny Osaka itu juga tidak sempat menyelamatkan mesin-mesinnyaTermasuk bahan baku usaha, baik kayu maupun rotan dan hasil produksi yang belum dipasarkan"Hampir semuanya terendam di sana (lumpur)," katanya.
Namun, dia sangat terkejut ketika Lapindo Brantas Inc hanya mau membayar Rp 21 miliarHitungan itu, menurut dia, adalah hasil taksiran berdasar mekanisme business to business (B to B)Meski demikian, dia menolaknya karena tidak setimpal dengan kerugian yang diderita.
Saat ini dia tetap berupaya mendirikan bendera PT OsakaMeski tidak sebesar dulu, kini sebuah pabrik pembuatan cat didirikan di Jalan Raya Ngaban, TanggulanginDengan modal dari simpanannya, dia menumpang usaha di tempat saudaranyaTujuannya hanya satu"Biar PT Osaka tidak dianggap tenggelam sehingga kewajiban ganti rugi gugur," ucapnyaMeski, entah kapan ganti rugi itu dibayarkan(sha/eko/c2/kum)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Memegang Janji Selicin Lumpur
Redaktur : Tim Redaksi