jpnn.com - Masyarakat Sasak di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), dikenal sebagai suku yang kaya akan seni dan budaya. Salah satu karya seni suku yang mendiami Pulau Seribu Masjid itu ialah alat musik genggong.
Laporan Edi Suryansyah, Lombok Tengah
BACA JUGA: Ni Ketut Mayoni, Spirit Mahasiswi Hindu Lulus Cum Laude di Kampus Islam
GENGGONG merupakan salah satu daya tarik yang dimiliki Pulau Lombok. Saat ini, alat musik itu masih kerap dimainkan di sejumlah desa wisata di Kabupaten Lombok Tengah, misalnya di Desa Sasak Ende dan Desa Sengkol, Kecamatan Pujut.
Menurut Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kampung Sasak Ende Tantowi Surahman, desanya yang kaya akan budaya dan kesenian tradisional masih melestarikan genggong.
BACA JUGA: Menapaki Lumpur & Diterpa Badai demi Merenung di Puncak Gunung saat Pergantian Tahun
“Genggong ini masih menjadi alat kesenian yang dijaga oleh masyarakat Desa Ende,” ujarnya.
Genggong adalah alat musik sederhana yang terbuat dari pelepah pohon aren atau enau. Pelepah itu diikat dengan sebuah tali yang ditarik untuk menimbulkan resonansi.
BACA JUGA: Karmuji, Pawang Pencari Buaya Pemakan Orang
Pelepah pohon aren atau enau yang digunakan untuk pembuatan genggong harus sudah tua dan benar-benar kering.
Selanjutnya, pelepah itu dibentuk menjadi persegi panjang berukuran sekitar 20 x 2 sentimeter.
Adapun talinya diikatkan pada ujung pelepah. Panjang talinya sekitar 10 sentimeter yang diikatkan pada potongan kayu atau bambu kecil sebagai pegangan untuk penariknya.
Genggong dimainkan dengan cara meletakkannya antara bibir atas dan bawah, lalu benangnya ditarik sehingga muncul resonansi. Mulut orang yang memainkan genggong menjadi rongga yang menggemakan bunyi.
Cerita turun-temurun menyebut pembuatan genggong terinspirasi dari suara katak yang bersahut-sahutan di sawah.
Oleh karena itu, genggong kerap dimainkan secara berpasangan atau dibunyikan oleh lebih dari satu orang.
"Alat musik ini pada zaman dahulu digunakan untuk mengungkapkan perasaan kepada pujaan hati," kata Tantowi.
Terdapat dua jenis genggong. Jenis pertama ialah genggong mame (laki-laki) dengan nada suara yang lebih rendah.
Satu lagi adalah genggong nine (perempuan) yang memiliki nada suara yang lebih tinggi.
Genggong diklasifikasikan sebagai idiofon atau alat musik dengan sumber suara berupa getaran badan alat musik itu sendiri.
Walakin, genggong biasa dimainkan bersamaan dengan alat musik tradisional lainnya. Di kalangan masyarakat Sasak, genggong menyertai gending Petemon, Kepondong, atau Dopol.
Gending-gending itu sarat makna. Isinya tentang suasana hati yang sedang dilanda asmara.
Masyarakat Sasak menganggap pengungkapan isi hati merupakan hal sakral.
"Salah satu cara untuk menyampaikan isi hati itu dengan menggunakan alat musik ini," ucap Tantowi.
Oleh karena itu, memainkan genggong merupakan hal istimewa. Menurut Tantowi, memainkan genggong tidak bisa hanya dengan meniup atau menggesernya.
Memainkan genggong, katanya, membutuhkan ketenangan jiwa. Tantowi menjelaskan memainkan genggong berarti menyinkronkannya dengan suasana hati.
"Teknik memainkannya di sini bukan hanya ditiup, tetapi ada unsur lain yang dilakukan melalui tarik ulur tali senar dan berpadu dengan perasaan," katanya.(jpnn.com)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kisah Masjid Tua dan Kera-kera Penjaganya
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi