Mengingat Mati Cara Raih Pengampunan

Rabu, 01 Juli 2015 – 19:47 WIB
DR Adhyaksa Dault

jpnn.com - MERAIH maghfiroh (pengampunan) di sepuluh kedua dalam bulan Ramadhan mutlak kita lakukan.

Dan salah satu cara agar semangat membumbung tinggi dalam meraihnya adalah dengan banyak mengingat mati.

BACA JUGA: Meraih Pengampunan

Banyak di antara kita yang abai terhadap dosa karena merasa hidupnya masih akan terus berlanjut.

Terbuai dengan aneka macam godaan dunia yang ada di sekelilingnya. Lupa bahwa kematian adalah bagian dari titik perjalanan kehidupan yang sudah pasti dijumpai.

BACA JUGA: Mendidik Lidah untuk Berujar

Orang-orang seperti ini tidak akan mengangap pengampunan adalah pilihan yang tepat untuk dirinya.

Sehingga sebesar apapun dosanya tidak akan mengganggu rutinitas hariannya yang terbiasa dengan embel-embel duniawi.

BACA JUGA: Membangun Keteladan Lewat Bulan Suci

Maka berdoalah kepada Allah SWT mudah-mudahan kita bukan menjadi bagian dari orang-orang jenis ini.

Dengan demikian, kita akan maksimal meraih pengampunan atas dosa-dosa yang telah kita lakukan sepanjang berada di dunia ini.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Rasulullah SAW mengingatkan kita tentang pentingnya kebiasaan mengingat mati.

"Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelezatan (yakni kematian)."

Dengan banyak mengingat mati maka kita akan semakin berhitung terhadap persiapan untuk menjemputnya. Menimbang pahala dan dosa yang menyertai rutinitas kita.

Jika timbangan dosa jauh lebih berat daripada timbangan pahala, maka sudah pasti pengampunan dan taubat adalah solusinya.

Oleh karena itu, muhasabah (introspeksi diri) menjadi kata kunci yang ikut menentukan seberapa besar minat kita untuk masuk ke dalam rumah yang bernama pengampunan itu.

Rumus sederhananya adalah kita mesti banyak mengingat mati agar sadar akan dosa-dosa kita, dan dengan bermuhasabah kita semakin khidmat dalam meraih pengampunan dari Allah SWT.

Rasulullah SAW bersabda: "Ingatlah mati niscaya kau kan peroleh kelegaan, dengan mengingat mati akan pendeklah angan-angan."

Kematian adalah pintu pemisah antara alam dunia dan akhirat. Suka atau tidak suka kita saat ini tengah berbaris dalam antrian panjang untuk menujunya.

Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa ayat 78: "Di mana saja kalian berada, kematian pasti akan mendapati kalian, walaupun kalian berada di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh."

Namun, bukan berarti kematian harus menjadi beban yang menggangu konsentrasi dalam menjalani hari-hari kita.

Sebaliknya, kematian harus dimaknai sebagai jalan untuk meraih kesenangan hakiki. Sebab, kita mesti sadar bahwa salah satu syarat untuk mendapat balasan surga harus melewati pintu yang bernama kematian.

Kita beribadah semaksimal mungkin di bulan Ramadhan ini tujuannya untuk mendapat pahala dari Allah SWT. Dan pembalasan paling indah dari pahala tersebut adalah lewat surga-Nya.

Jangan pernah bermimpi meraih kenikmatan surga jika kita belum berjumpa dengan kematian. Oleh karena itu, kematian sejatinya bukan sesuatu yang patut dikhawatirkan apalagi ditakuti, tapi dilawan dengan penuh kepercayaan diri.

Tentu modal kepercayaan diri tersebut bersumber dari seberapa besar bekal yang kita bawa untuk menghadap Allah SWT.

Dalam suatu riwayat yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah, suatu ketika ada seorang sahabat datang dan bertanya kepada Rasulullah SAW. "Mukmin manakah yang paling cerdas ya, Rasulullah?

Beliau (Rasulullah) menjawab: "Orang yang paling banyak mengingat mati dan paling baik persiapannya untuk kehidupan setelah mati. Mereka itulah orang-orang yang cerdas."

Ya, kecerdasan seorang hamba dilihat dari caranya dalam menyikapi satu tema persoalan. Perspektif yang dia pakai selalu berisi rasionalitas yang dipadu dengan nilai-nilai agama. Sama halnya dengan tema kematian.

Bagi yang melihat kematian dengan penuh emosional, maka saat mendengar kata kematian yang terbayang di pikirannya adalah ketakutan dan siksa.

Sebaliknya, orang cerdas akan memandang bahwa kematian adalah proses awal untuk melaksanakan panen raya pahala yang telah ditanam di sepanjang hayat.

Sekarang pilihan ada pada diri kita masing-masing, mau menjadi hamba yang cerdas atau sebaliknya.

Tapi yang jelas perlahan tapi pasti antrian panjang kematian akan berhenti pada kita. Antrean itu tidak akan bergeser dan tidak akan ada kecurangan di dalamnya.

Pertanyaannya adalah lebih banyak mana antara pahala dan dosa yang kita miliki saat giliran kematin itu menemui kita?

Jika dosa masih mendominasi, maka meraih pengumpunan dari Allah SWT adalah jalan satunya untuk kita. Dan di Ramadhan sepuluh kedua ini kesempatan pengampunan itu terbuka lebar untuk kita. (*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Waktunya Lebih Dekat dengan Alquran


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler