Menguak Proyek Raksasa Asahan

Memoar Bisuk Siahaan

Selasa, 08 Desember 2009 – 20:46 WIB
JAKARTA- Bisuk Siahaan dan bendungan raksasa Asahan di Sumatera Utara, bagaikan dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkanSejak riset awal, perundingan dengan pihak investor yang penuh liku-liku, hambatan politis, keuangan, dan sampai akhirnya proyek itu dibangun dan kemudian diresmikan hingga dioperasikan, Bisuk terlibat penuh

BACA JUGA: Prita Siap Salurkan Koin ke Rakyat Kecil

Ia jadi pelaku dan sekaligus saksi sejarah proyek besar yang mempunyai dampak positif bukan saja terhadap masyarakat sekitar, tapi juga Indonesia sebagai negara berkembang yang saat itu dipercaya investor.

"Memoar ini merupakan bukti otentik mengenai potensi alam dan keahlian anak bangsa dalam mewujudkan mimpi menyejahterakan rakyat serta menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia 40 tahun lalu mampu dan bisa membangun proyek besar terpadu," ujar Bisuk Siahaan, kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (8/12).

Keterlibatan langsung Bisuk dengan proyek Asahan dimulai sejak dia lulus ITB dan masuk sebagai pegawai Departemen Perindustrian Dasar dan Pertambangan (Deperdatam)
Dalam usia 26 tahun, Bisuk dipercaya menjadi Kepala Proyek Aluminium Asahan dengan tugas membangun Proyek Terpadu (integrated project) terdiri Pabrik Pengolahan Bauksit menjadi Alumina, Pabrik Peleburan (elektrolisa) Alumina menjadi batangan aluminium dan Pabrik Penggilingan Aluminium menjadi lembaran

BACA JUGA: 12 Calon Daerah Baru Belum Dicek

Seluruh proyek itu memperoleh listrik dari Pusat Listrik Tenaga Air (PLTA) Sigura-gura di Asahan.

Mimpi mewujudkan proyek besar sempat kandas karena gejolak politik akibat G30/S PKI tahun 1965
"Proyek Asahan pun kena dampak dan likuidasi karena pemerintah menghadapi kesulitan keuangan

BACA JUGA: Potensi Konflik Pilkada Sudah Dipetakan

Padahal, sebelumnya pihak Uni Soviet tertarik, sudah melakukan survei dan menyatakan prinsip ok," jelas Bisuk.

Tiga tahun berselang, tepatnya 1968, proyek Asahan dihidupkan lagi dan Bisuk Siahaan diangkat menjadi Kepala Tim Tehnis Pembangunan Proyek AsahanSejak itu, Bisuk memutar otak dan tak kenal lelah dan patah semangat untuk mewujudkan proyek Asahan, meski secara matematis, politis dan ekonomis, saat itu rasanya sulit membangun proyek besar.

Semangat pantang menyerah inilah yang kemudian ditulis Bisuk Siahaan dalam memoarnya berjudul "Proyek Asahan menantang Badai Demi Hari Depan" yang diterbitkan Kempala Foundation sebagai kenangan beliau memasuki usia 74 tahunSebelumnya di tahun 1986, Bisuk menuliskan sejarah pembangunan proyek raksasa itu dalam buku “Kenangan Membangun Proyek Raksasa Asahan”, diterbitkan Pustaka Sinar Harapan.

Kisah yang tak kalah menarik ditulis dalam bab VIII, Bisuk dan keluarganya akhirnya membiayai sendiri seluruh ongkos perundingan RI-Jepang selama 3 tahun, 1972-1975Padahal perundingan itu dilakukan di Jakarta dengan pihak Jepang dengan jumlah delegasi yang lumayan banyak"Semua biaya itu seakan tak ada arti mengingat Jepang akhirnya setuju dan membiayai proyek ini menjadi Proyek Persahabatan Indonesia-Jepang dan resmi ditandatangani 7 Juli 1975 dalam rangkaian kunjungan Presiden Soeharto ke JepangProyek ini akhirnya bisa rampung dalam kurun waktu 1978-1983.

Sementara PT Indonesia Asahan Alumnium (Inalum) yang dibangun dengan modal 411 miliar Yen atau sekitar 4,2 miliar dollar AS merupakan investasi asing terbesar ketika ituSesuai perjanjian, investor akan menyerahkan kepemilikan PT Inalum ke Pemerintah Indonesia pada 2013Empat tahun lagi, Indonesia akan mendapat devisa sekitar 750 juta dollar AS pertahun"Setelah menjadi milik Pemerintah Indonesia, PT Inalum diharapkan membawa dampak kemakmuran bagi masyarakat Indonesia, khususnya di Sumatera Utara," harap Bisuk, Alumnus Tehnik Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB) 1960.

Atas jasa-jasa Bisuk membangun Proyek Asahan ini, Maret 2009 lalu, pemerintah mengabadikan nama Bisuk Siahaan sebagai nama jalan dengan nama "Jalan Dr Bisuk Siahaan" sepanjang 10 KmDalam upacara di persimpangan jalan antara Sidauruk dan jalan provinsi menjuju PLTA Asahan.

Dalam memoar setebal 290 halaman ini terungkap bagaimana Bisuk dengan semangat tinggi dan pantang putus asa mengusahakan agar proyek Asahan bisa dibangunYang menarik, dia dengan rinci mencatat semua pertiwa yang dialami, dan juga mendokumentasikan semua hal, mulai riset lapangan, perundingan dengan pihak Soviet, Jepang, dan juga peristiwa naas saat dia jatuh ke jurangSemua terdokumentasi dengan baikJadi, selain runtut dan enak dibaca, kita diajak menyelami semangat dan prestasi anak bangsa(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hindari Pemekaran Daerah di Hutan Lindung


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler