Menguat, Dugaan Heli Nyemplung ke Danau Toba, Ini Kesaksian Warga

Selasa, 13 Oktober 2015 – 08:10 WIB
Foto ilustrasi.Fajar.co

jpnn.com - JAKARTA - Dugaan helikopter tipe EC130 milik PT Penerbangan Angkasa Semesta jatuh ke Danau Toba, menguat.

Direktur Navigasi Penerbangan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Novie Riyanto, tidak membenarkan maupun menampik rumor terkait nasib heli rute Siparmahan, Pantai Barat Danau Toba menuju Bandar udara Kualanamu, itu.

BACA JUGA: Penumpang Helikopter Hilang Itu ternyata Paman dan Ponakan

Menurutnya, kemungkinan itu masih ada. Apalagi,  Emergency Locator Transmitter (ELT) yang dipasang di heli tidak terdeteksi hingga kini.

ELT diduga rusak karena benturan sangat keras. Sehingga, tim SAR tidak bisa menentukan dengan pasti lokasi heli sebelum akhirnya hilang.Untuk gambaran, ELT merupakan salah satu perangkat penting bagi pesawat. Jika pesawat mengalami kecelakaan, perangkat ini akan memancarkan sinyal untuk memberitahukan lokasi keberadaannya.

BACA JUGA: Pulang Mengayuh Becak, Si Kakek Pasrah Rumahnya Dilalap Si Jago Merah

Rumor itu pun diperkuat dengan laporan salah seorang warga yang tengah berada di sekitar Danau Toba, pada Minggu (11/10). Menurut Novie, warga yang kala itu tengah memancing sempat mendengar suara sebuah heli terbang.

Tak lama setelahnya, terdengar suara benda tercebur ke air cukup kencang sebelum akhirnya suara heli terbang menghilang.

BACA JUGA: Pemberhentian Tetap Bonaran Tunggu Usulan Tengku Erry

"Segala kemungkinan ada, jatuh ke air atau tanah. Kami terima laporan warga seperti itu, semuanya info masih kita telusuri," tuturnya saat ditemui di Jakarta, kemarin (12/10).

Pencarian yang masih abu-abu juga dikarenakan heli dengan regestrasi PK-BKA itu tidak melakukan kontak sama sekali dengan pihak Air Traffic Service (ATS). Dengan kata lain, pilot tidak membuat flight plan sebelum terbang.

Oleh sebab itu, pihak air traffic center (ATC) tidak bisa mendeteksi lokasi heli yang membawa lima orang tersebut sebelum hilang. Oleh karenanya, pencarian heli EC130 kini hanya mengandalkan cara manual, yakni laporan dari warga.

"Dia tidak lapor mau terbang. Kami tahu hilang juga saat perusahaannya melapor kalau heli milik mereka tak kunjung datang," paparnya.

Bukan hanya lalai dalam kewajiban membuat flight plan, pilot juga diketahui menyalahi aturan savety untuk jarak pandang (visibility). Novie membeberkan, dari laporan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) saat lepas landas dari Siparmahan, visibility hanya mencapai 400-800 meter.

Novie menegaskan, hal ini merupakan pelanggaran serius. Karena, sebagai pilot, kapten tegh Mulyanto seharusnya tahu jarak aman untuk menerbangkan sebuah heli atau pesawat udara. "Minimal itu 5000 meter," tegasnya.

Menyusul musibah ini, izin usaha angkutan udara niaga tidak berjadwal milik PT Penerbangan Angkasa Semesta terancam dicabut. Keputusan ini diambil setelah menimbang jumlah kepemilikan pesawat oleh PT Penerbangan Angkasa Semesta.

Merujuk pada Undang-undang nomor 1 tahun 2009 tentang penerbangan dan Peraturan Menteri nomor 97 tahun 2015, jumlah kepemilikan pesawat udara untuk ijin usaha angkutan udara niaga tidak berjadawal minimal 3 unit pesawat udara (1 dimiliki dan 2 dikuasai). Direktur Kelaikan Udara dan Pengeoperasian Pesawat Udara Mohammad Alwi menuturkan, PT Penerbangan Angkasa Semesta mengoperasikan tiga pesawat udara sebelum tragedi ini terjadi.

"Tapi, dengan kejadian lost contact pesawat EC 130 B4 registrasi PK-BKA dan jika pesawat tersebut dinyatakan mengalami accident dan total loss, maka jumlah pesawat yang beroperasi sudah tidak memenuhi persyaratan," tuturnya.

Menyusul kondisi ini, maka Kemenhub secara resmi memebekukan ijin operasi dari PT Penerbangan Angkasa Semesta. Ijin dapat diperoleh kembali setelah syarat dipenuhi dan flight planning telah dibenahi. (mia)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Suhu Politik DKI Makin Panas Jelang Pilgub, Ini Buktinya


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler