Mengunjungi Suku Baduy yang Satu Kampung Golput Saat Pilpres 2009 (1)

Hafal Misi Capres, Pilih Tak Contreng demi Adat

Kamis, 09 Juli 2009 – 07:13 WIB

Ingar-bingar pemilihan presiden (Pilpres) ternyata tak sampai ke wilayah pedalaman IndonesiaKetika mayoritas warga negara menggunakan hak pilih untuk menentukan masa depan negeri, suku Baduy Dalam justru memilih tak terlibat

BACA JUGA: Kisah di Balik Sukses Rhenald Kasali Meraih Gelar Profesor



-------------------------------------
ZULHAM MUBARAK, Lebak
-------------------------------------

RABU pagi (8/7) kemarin suasana di Kampung Cibeo, tempat tinggal suku Baduy Dalam, terlihat hidup
Sekilas melempar pandang, tepat pukul 06.00 WIB, mayoritas penduduk mulai beraktivitas

BACA JUGA: Ketika Tabrakan Maut Batalkan Pesta Pernikahan

Sebagian besar sibuk menyelesaikan urusan rumah tangga masing-masing
Ada juga yang terlibat komunikasi dan aktivitas kecil dengan para tetangga

BACA JUGA: Para Menteri Kuat pada Era Orde Baru yang Tetap Berkiprah



Mereka terlihat santaiSemua aktivitas dan pekerjaan dilakukan di sekitar rumah, yang rata-rata berbentuk panggung berukuran 10 x 10 meterRumah itu terbuat dari konstruksi kayu dan anyaman bambuPadahal, biasanya, setiap pagi suku Baduy Dalam sudah sibuk mempersiapkan alat-alat pertanian dan berladang

Namun, tepat pada hari pesta demokrasi (pilpres) kemarin, sebagian besar warga Baduy tidak pergi ke sawahMereka memilih menghangatkan diri di rumah''Hari ini kami banyak yang libur berladang karena menghormati pemilu,'' ujar tokoh adat Badui Dalam Jaro Sami saat ditanyai koran ini kemarin.

Menurut Jaro Sami, karena ketatnya peraturan adat, suku Baduy Dalam memang cenderung tidak ikut mencontreng dalam pemiluMereka memiliki metode lain untuk menunjukkan dukungan terhadap pesta demokrasi ituMereka bersemadi dan berdoa kepada Yang Mahakuasa agar siapa pun yang menjadi pemenang dalam pemilu bisa mengemban amanat warga Indonesia''Abdi mah ngiring karu kenging bae (kami ikut yang menang sajalah, Red)'' ujar Jero Sami.

Apa yang disampaikan Jero Sami itu ternyata memang diikuti para warga Baduy Dalam lainJika pada hari-hari biasa pagi-pagi buta warga Baduy Dalam sudah berangkat ke ladang, hari itu mereka memilih bersemadi atau berdoa di kediaman masing-masing.

Menjelang siang, gang-gang di sela-sela rumah warga lengangBanyak juga pintu yang tertutupAnak-anak kecil yang biasanya ramai bermain di hutan dan sungai juga tak terlihat lagi''Ada juga yang tidak pulang karena menginap di Saung di ladangTapi, sehari-hari memang sepisih di sini,'' ujar pria 48 tahun itu.

Suku Baduy sendiri merupakan salah satu di antara masyarakat adat yang hidup secara eksklusif di kaki pegunungan KendengSecara umum, Baduy terbagi menjadi dua golongan, yakni Baduy Luar dan Baduy DalamWarga Baduy Luar lazim dikenali dari pakaiannya yang serbahitam dan baju adat batik warna biru dan tinggal tersebar di 56 dari total 59 kampung di wilayah perbukitan

Tiga kampung sisa, yakni Cibeo, Cikeurta Warna, dan Cikeusik ditinggali suku Baduy DalamBerbeda dengan suku Baduy Luar yang lebih modern dan terbuka, Baduy Dalam cenderung hidup tertutup dan memiliki pantangan layaknya sufiMereka, antara lain, tidak boleh merokok, tidak boleh sekolah, menggunakan alat-alat modern, ke mana-mana harus berjalan kaki, dan berpakaian serbaputih dengan tutup kepala putih

Suku Baduy Dalam adalah petani dan hidup dari hasil bumi tanaman mereka sendiriDi samping itu, kampung Baduy Dalam tersebut masih memegang adat istiadat yang teguh, termasuk larangan memotret bagi para pengunjung

Tempat tinggal masyarakat Baduy Dalam juga unik dan khasRumah mereka dibangun tanpa merusak alamSeratus persen bahannya didapatkan dari alamRumah dibangun satu meter dari tanah dengan kaki penyangga yang berada di atas batuRumah juga dibangun tanpa meratakan tanahJadi, kalaupun permukaan tanah miring, panjang kaki-kaki rumah yang menyesuaikan dengan kerataan lantai rumah.

Tiap rumah hanya memiliki satu pintu yang dibuat dari anyaman bambu (sarigsig, Sunda, Red)Selain itu, rumah tinggal Baduy Dalam tidak memiliki jendela, tetapi hanya berupa lubang-lubang kecil yang disesuaikan dengan ukuran kedua belah mataFungsinya untuk melihat atau mengintip ke luar rumahLubang-lubang tersebut disebut lolongok dan menyebar di beberapa tempatKetika Jawa Pos berkeliling, tak sedikit mata yang mengintip dari dalam rumah lewat lubang lolongok

Salah satu tokoh pemangku adat lain, Ayah Mursid mengatakan, perwakilan panitia pemilihan suara (PPS) sudah membagikan undangan untuk mencontrengPuun Jahadi, tokoh adat tertinggi Baduy Dalam, juga telah menginstruksi semua warga untuk menggunakan haknyaTapi, ternyata pada hari pencontrengan warga Cibeo tak terlihat antusias untuk terlibat dalam pemilu''Kami mempercayakan semua kepada warga Baduy Luar yang lebih dekat dengan dunia luar,'' ujarnya.

Hal itu, kata Ayah Mursid, karena warga Baduy Dalam memang selama ini selalu hidup dan menjalani aturan filosofis adat yang ketatSalah satunya tidak terlibat dalam tindakan dan hal yang merugikan orang lain atau memicu perpecahan''Karena itu, kami tidak suka politikTapi, kalau memang ada yang ingin mencontreng, kami tetap mempersilakan karena itu memang sudah hak pribadi mereka,'' ujarnya dengan bahasa Indonesia yang lancar.

Kenalkah mereka dengan capres dan cawapres? Dengan mantap pria 44 tahun itu menganggukTak hanya kenal, Ayah Mursyid lantas menyebutkan nama capres dan cawapres sekaligus visi misinyaHal itu ternyata merupakan buah dari upaya keras para petinggi adat untuk tetap mendapatkan informasi walau tinggal di pedalaman

Bahkan, dirinya dan sejumlah petinggi adat sempat menyaksikan debat capres ke kampung terdekat, yakni di CibolegerUntuk keperluan itu mereka harus turun gunung dan berjalan sejauh 12 kilometer selama dua-tiga jam dan keluar ke wilayah di luar kampung Baduy''Saya masih ingat janji-janji mereka dan merekamnya di ingatan untuk ditagih,'' candanya

Walaupun tidak ikut memilih, Jaro Sami mengatakan memiliki visi atau wangsit bahwa yang akan lolos menjadi presiden adalah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)Dua kompetitornya, Megawati dan Jusuf Kalla, mungkin belum mampu menyaingi SBY''Tapi, itu yang saya lihat tadi malamKalau nanti malam bisa lain lagi, siapa tahu,'' katanya dengan wajah serius.

Siang menjelang, Jawa Pos pun turun gunung ke kampung Ciboleger, yang merupakan wilayah Baduy Luar yang di dalamnya terdapat tempat pemungutan suara (TPS) untuk 6.325 dari total 11.170 warga BaduyDesa Ciboleger merupakan daerah yang berbatasan dengan Kampung Baduy LuarSebagian besar penduduk Baduy Luar ataupun Dalam membeli keperluan sehari-hari dari desa tersebutTidak heran jika di Desa Ciboleger ditemukan hilir mudik orang-orang BaduyKarena itu, desa tersebut dipilih untuk lokasi satu dari dua TPS Baduy

Benar saja, hingga TPS ditutup pada pukul 13.00, tak satu pun warga Baduy Dalam yang mencontrengAda beberapa perwakilan Baduy Dalam yang ikut turun gunung, tapi mereka tak tampak ikut masuk ke area pemungutan suara''Belum ada yang mencontrengYa, kami maklum, karena bagaimanapun aturan adat masih kental di komunitas mereka,'' ujar Ketua PPS H SarpinKetika Jawa Pos sampai di TPS, sudah ada sekitar 1.004 yang telah menggunakan hak pilih

Ayah Mursid yang ikut turun ke TPS mewakili tokoh adat juga tak terlihat mencontrengSelain mengatakan siap ikut dengan siapa saja yang terpilih, Mursid menitipkan pesan agar siapa pun yang terpilih bisa membantu warga Adat menjaga keaslian wilayah dan kehidupan mereka''Terutama, agar melindungi hak kami untuk tetap menjaga keaslian tradisi adat Baduy sampai kapan pun,'' harapnya.

Pria yang telah belasan kali berjalan kaki dari Cibeo ke Jakarta untuk menemui sejumlah pejabat tinggi negara itu berharap semua orang bisa tetap hidup damai walaupun berbeda pilihan''Ini negara kita semuaJadi, kami selalu berdoa agar bangsa ini tetap utuh dan bersatu,'' ujarnya(bersambung/iro)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ajak Sering Berolahraga, Hindarkan Berpikir Negatif


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler