Mengunjungi The MacDonald House, Lokasi Pengeboman oleh Usman dan Harun

Setelah Direnovasi, Kini Menjadi Kantor Bank

Jumat, 14 Februari 2014 – 06:16 WIB
BERSEJARAH: Gedung The MacDonald House di Orchard Road, Singapura yang pernah menjadi sasaran aksi pemboman oleh anggota KKO TNI AL, Usman dan Harun. Foto: Bayu Putra/Jawa Pos

jpnn.com - Polemik penamaan KRI Usman-Harun tidak lepas dari sejarah infiltrasi Indonesia ke Singapura 49 tahun silam. Dua prajurit Indonesia, Sertu KKO Anumerta Usman Janatin dan Kopral KKO Anumerta Harun Said, digantung pemerintah Singapura karena mengebom gedung The MacDonald House di Orchard Road. Seperti apa kini bangunan di kawasan elite itu?

BAYU PUTRA, Singapura

BACA JUGA: Susilo Toer, Adik Sastrawan Pramoedya Ananta Toer, yang Tetap Produktif di Usia 77 Tahun

GEDUNG 10 lantai di jantung Singapura itu sangat mudah dikenali. Di sekitar kawasan Orchard Road, bangunan tersebut tampak mencolok dan berbeda dengan gedung yang lain karena menggunakan dinding bata timbul.

Warna merah mendominasi bangunan berarsitektur kolonial Inggris itu. Di balkon lantai 9 terpampang jelas nama gedung tersebut, The MacDonald House (TMH).

BACA JUGA: Menyaksikan The 65th Sapporo Snow Festival di Pulau Hokkaido, Jepang

Tujuh puluh delapan jendela putih menghiasi bagian depan gedung. Di bagian tengah lantai 3 tampak beton persegi panjang berukir lambang Singapura era kolonial. Di bawah lambang tersebut terdapat ukiran kapal dagang, juga dari zaman penjajahan.

Dari luar, TMH terlihat layaknya gedung perkantoran. Tidak tampak bekas-bekas serangan bom di gedung itu. Hanya ada sebuah prasasti yang menyebutkan bahwa TMH termasuk salah satu gedung bersejarah yang dimiliki Singapura. Nilainya kurang lebih sama dengan Museum Nasional Singapura atau Masjid Sultan.

BACA JUGA: Wisma Tuna Ganda, Tempat Memuliakan Orang-Orang Tak Diinginkan

Dalam prasasti itu dituliskan sejarah singkat gedung TMH. Dibangun pada 1949 untuk keperluan perbankan milik Hongkong and Shanghai Banking Corporation. TMH merupakan salah satu gedung tinggi pertama yang dibangun di kawasan Orchard Road.

Keterangan berikutnya terkait dengan peristiwa pengeboman oleh tentara Indonesia pada 10 Maret 1965. Dalam prasasti itu ditulis bahwa peristiwa pengeboman merupakan serangan teroris selama masa konfrontasi Indonesia dengan Malaysia. Jumlah korban tewas tercatat tiga orang, sedangkan 33 lainnya menderita luka-luka.

Peristiwa tersebut "menyakitkan" bagi Singapura. Karena itu, dalam sidang di pengadilan Negeri Singa tersebut, pelaku pengeboman, Sertu KKO Anumerta Usman Janatin dan Kopral KKO Anumerta Harun Said, akhirnya dihukum gantung.

Sebaliknya, bagi Indonesia, kedua serdadu tersebut merupakan pahlawan. Karena itu, layak bila pemerintah kemudian mengabadikan nama keduanya di kapal perang milik TNI-AL.

Penamaan KRI Usman-Harun itulah yang menyulut ketersinggungan Singapura. Mereka berkeberatan atas penggunaan Usman-Harun sebagai nama KRI. Tapi, pemerintah Indonesia bersikukuh tetap akan menggunakan nama KRI Usman-Harun di salah satu alutsista-nya.

Selain Usman dan Harun, sebenarnya ada seorang tentara KKO lain yang ikut mengebom gedung TMH. Prajurit bernama Gani itu berhasil lolos dari maut dan kembali ke Indonesia hingga kini tidak diketahui keberadaannya.

Sementara itu, gedung TMH kini telah direnovasi menjadi kantor bank yang sibuk. Anehnya, ketika Jawa Pos menanyakan sejarah gedung itu, tidak ada karyawan bank tersebut yang tahu. "This is bank, not historical building (Ini bank, bukan gedung bersejarah, red)," ucap seorang karyawan yang enggan diketahui identitasnya Rabu (12/2).

Cerita pengeboman itu, tampaknya, mulai dilupakan warga Singapura. Terutama oleh generasi muda mereka. Khairul, 22, mengaku tidak tahu pasti sejarah gedung tersebut. Ketika dikatakan bahwa gedung itu pernah dibom, dia menggeleng. "Setahu saya gedung itu pernah terbakar. Tidak dibom," tuturnya saat ditemui di taman dekat TMH.

Khairul mengakui dirinya tidak mendapat pelajaran sejarah negaranya secara detail. Tidak heran jika dia tidak banyak tahu peristiwa-peristiwa bersejarah di negaranya. "Setahu saya, ada info bahwa gedung ini akan dirobohkan. Tapi, saya tidak tahu kapan," katanya.

Hal senada diungkapkan Alkina, petugas MRT (mass rapid transit) yang beroperasi di kawasan Orchard Road. "Memang, saya tahu gedung itu pernah dibom. Tapi, saya tidak tahu pasti peristiwanya karena saat itu saya belum lahir," ujar pria 34 tahun tersebut.

Tapi, lain lagi yang disampaikan Wo Yunnos. Pria paro baya itu mengungkapkan, saat bom jatuh di TMH, terjadi kepanikan. Warga semburat menyelamatkan diri. Menurut dia, peristiwa tersebut telah menjadi bagian dari sejarah Singapura.

Yunnos menyatakan, masyarakat Singapura tidak marah atas tragedi itu apalagi sampai dendam kepada masyarakat Indonesia. Sebab, masyarakat Singapura dan Indonesia sudah berpuluh tahun menjalin hubungan yang baik. Dia mencontohkan beberapa temannya yang memiliki pembantu rumah tangga atau pengasuh bayi asal Indonesia.

Ketika diceritakan bahwa peristiwa itu menghangat di media-media Indonesia setelah Singapura memprotes penamaan KRI Usman-Harun, Yunnos terkejut. Dia mengakui, beberapa media Singapura juga menurunkan berita itu. Salah satunya The Straits Times. "Tapi, kami tidak merasa geram atas masalah itu. Ini politis," ujarnya.

Catatan kelam mengenai pengeboman gedung TMH tersebut tidak mudah diperoleh. Di museum pemadam kebakaran di pusat kota Singapura, sama sekali tidak ada catatan tentang sejarah tersebut.

Menurut salah seorang petugas museum, 1960-an merupakan tahun-tahun terakhir Singapura menjadi bagian dari Malaysia. "Sayangnya, dokumentasi tentang peristiwa pengeboman itu telah dibawa ke London."

Peristiwa pengeboman gedung TMH itu membuat pemerintah Singapura murka. Mereka memburu para pengebom dan memblokade semua jalur laut keluar dari Singapura. Setelah tiga tahun diburu, Usman dan Harun ditangkap di perairan Singapura setelah kapal motor yang mereka tumpangi mogok. Keduanya diadili dan dijatuhi hukuman mati. Pada 17 Oktober 1968 subuh dua prajurit pemberani itu dieksekusi di tiang gantungan.

Dua prajurit tersebut langsung mendapatkan dua gelar yang bertolak belakang. Presiden Soeharto kala itu langsung memberikan gelar pahlawan kepada mereka. Kedatangan dua jenazah di Bandara Kemayoran disambut ribuan warga dengan isak tangis.

Sebaliknya, bagi Singapura, Usman dan Harun adalah teroris. Mereka membawa luka bagi masyarakat Singapura. Pada 1973 polemik Usman dan Harun ditutup setelah PM Singapura Lee Kwan Yew berkunjung ke Indonesia. Bahkan, Lee sempat berziarah dan menabur bunga di makam Usman dan Harun di TMP Kalibata.

Namun, awal Februari 2014 Singapura melayangkan nota protes kepada Menlu Marty Natalegawa. Mereka berkeberatan dengan penamaan Usman dan Harun untuk KRI anyar milik TNI-AL yang tahun ini akan didatangkan dari Inggris.

Marty pun menerima nota tersebut dengan tangan terbuka, namun tidak mengubah keputusan. "Keberatan ini akan dicatat," ujarnya baru-baru ini.

Merasa tidak digubris, Singapura melancarkan aksi ngambek. Panglima TNI, kepala staf angkatan, Wamenhan, dan 100 perwira TNI yang bersiap berangkat dalam pembukaan Singapore Airshow 2014 akhirnya mengurungkan niat. Sebab, panitia mendadak mencabut undangan untuk para petinggi militer Indonesia itu.(*/c5/c10/ari)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kurang Semriwing, Didi Kempot Tak Bisa Nyanyikan Stasiun Balapan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler