Menhan Pesimistis Pelaku Kasus Talangsari Bisa Diusut

Rabu, 10 September 2008 – 13:02 WIB

JAKARTA – Satu lagi kasus pelanggaran berat HAM bakal menjadi pekerjaan rumah bagi penegak hukumKomnas HAM mengategorikan kasus Talangsari sebagai pelanggaran berat HAM setelah dalam penyelidikan ditemukan cukup bukti permulaan.

Wakil Ketua Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) Hesti Armiwulan mengatakan, bukti tersebut adalah adanya pembunuhan, pengusiran, dan penganiayaan dalam kasus yang terjadi pada 1989 itu

BACA JUGA: Lima Diplomat Susul Roesdihardjo

”Itu memenuhi unsur pelanggaran berat HAM seperti dalam pasal 9 UU 26 Tahun 2000,” kata Hesti di Kantor Komnas HAM setelah rapat paripurna kemarin (9/9).

Dalam laporan penyelidikan setebal 562 halaman itu disebutkan, warga sipil yang tewas karena peristiwa Talangsari 130 orang
Disebutkan pula, korban pengusiran 77 orang,  perampasan kemerdekaan 53 orang, penyiksaan 46 orang, dan penganiayaan 229 orang.

Hesti menjelaskan, tim penyelidik yang diketuai oleh Johny Nelson Simanjutak tersebut bekerja selama sekitar satu tahun

BACA JUGA: Heru Lelono Kirim Cek Untuk Petani Grabag

Tim tersebut merupakan lanjutan tim komnas periode sebelumnya
Untuk menyelidiki kasus itu, tim telah meminta keterangan dari 98 orang saksi

BACA JUGA: BPLS Makin Kewalahan Atasi Semburan Lumpur

Rinciannya, saksi korban 94 orang, saksi dari aparat sipil 1 orang,  saksi dari TNI 1 orang, dan saksi dari Polri 2 orang.

Dalam penyelidikan, tim menemui kendala dalam meminta keterangan para purnawirawan TNIBahkan, terjadi tarik ulur pendapat tentang hal tersebutHingga laporan disusun, komnas baru berhasil menghadirkan mantan Menko Polkam Sudomo untuk dimintai keteranganPurnawirawan lain yang tidak memenuhi panggilan, antara lain,  A.MHendropriyono, Try Sutrisno, dan Wismoyo Arismunandar.

Dosen Fakultas Hukum Ubaya itu mengatakan, komnas akan menyerahkan laporan tersebut kepada Kejaksaan Agung yang akan bertindak sebagai penyidik”Kami memiliki waktu tujuh hariPekan depan sudah kami limpahkan,” terang perempuan berjilbab itu.

Kasus Talangsari bermula saat sekelompok warga dari Solo, Bandung, Jakarta, dan sekitar Lampung berpindah ke Talangsari, Lampung, pada akhir 1988 hingga awal 1989Di sana warga disambut Warsidi sebagai pemimpin pengajianKedatangan warga juga direspons camat Way JeparaCamat meminta Warsidi melaporkan pendatang baru ituNamun, permintaan tersebut tidak ditanggapiSejak itu, kelompok Warsidi yang ingin menegakkan syariat Islam tersebut diawasi.

Pada 6 Februari 1989, pecah konflik pertama antara pengikut Warsidi dan aparatDanramil 41121 Way Jepara Kapten Sutiman terbunuhEsoknya, tindakan warga tersebut direspons aparat keamanan hingga akhirnya jatuh korban di kalangan wargaNamun, kesimpulan Komnas HAM itu dimentahkan Menteri Pertahanan Juwono SudarsonoMenurut guru besar UI itu, pemerintah tidak bisa langsung memproses kasus pelanggaran berat hak asasi manusia (HAM) pada peristiwa TalangsariAlasannya, tidak ada UU sebagai dasar memproses

Menurut Juwono, harus ada undang-undang (UU) yang dikeluarkan DPRIsinya menyebutkan telah terjadi kasus pelanggaran HAM di Talangsari, Lampung
”Tidak bisa diproses kejaksaan jika tidak ada UU yang memprosesnyaJika terjadi peristiwa A dengan kejadian pelanggaran berat HAM, DPR harus memberikan keseriusan, dalam hal ini memproses undang-undang,’’ ujarnya setelah berdiskusi tentang RUU Rahasia Negara dan RUU Kamnas di Gedung Lemhanas, Jakarta, kemarin (09/09)

Juwono menambahkan, Komnas HAM juga tidak tepat jika menggunakan UU 26 Tahun 2000Sebab, UU itu tidak bisa diterapkan untuk semua kasus”Nanti seperti kasus tahun 1945 dan 1965.  Semuanya terjadi pelanggaran HAMJadi, harus ada batasnya,” jelasnya.

Meski begitu, Juwono tetap menghargai kesimpulan Komnas HAM sebagai sebuah institusi”Silakan saja.  Yang jelas, sebelum ada proses hukum berikutnya, harus ada UU yang spesifik,” katanya

Di tempat yang sama, Gubernur Lemhannas Muladi menjelaskan, agar kasus pelanggaran HAM Talangsari segera selesai, Komnas HAM, Kejagung,  dan DPR harus duduk satu meja membahas kasus itu”Harus ada rapat pleno Komnas HAM, Kejagung dan DPR,” kata pakar hukum Universitas Diponegoro itu.
Muladi mengatakan, dalam kasus pelanggaran berat HAM, harus ada pemberlakuan UU retroaktifDPR harus segera memberikan rekomendasi agar pemerintah bisa membuat peradilan ad hoc”Posisi Kejagung untuk yuridisnya dan kalau DPR lebih ke politis,” ujarnya(fal/rdl/agm)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jalur Pantura Masih Rawan Lakalantas


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler