Menhut Didesak Cabut Izin PT AMT

Jumat, 23 September 2011 – 20:06 WIB

JAKARTA - Menteri Kehutanan (Menhut), Zulkifli Hasan kembali didesak mencabut perpanjangan izin Hak Pengelolaan Hutan (HPH) PT Andalan Merapi Timber (AMT), yang berada dalam hutan ulayat masyarakat Adat Alam Surambi Sungai Pagu, Kabupaten Solok Selatan, Sumatera BaratKali ini desakan disampaikan oleh masyarakat Adat Alam Surambi Sungai Pagu, karena setelah satu tahun, sejak Wakil Bupati Solok Selatan (Solsel) Nurfirmanwansyah melakukan permintaan serupa, belum juga ada reaksi dari pihak Kemenhut.

“Atas kesepakatan pimpinan lembaga adat, ninik mamak, pimpinan lembaga Nagari, tokoh masyarakat, alim ulama, cadiak pandai, Bundo Kanduang, pemuda dan masyarakat se-Alam Serambi Sungai Pagu, menolak tegas keberadaan aktivitas PT AMT,” kata Ketua KAN Koto Baru, Syafrial Dt

BACA JUGA: Bekantan di Teluk Balikpapan Terancam Punah

Rajo Baso yang didampingi Ketua KAN Pasir Talang, Arijon Dt
Indo Mangkuto kepada wartawan, di Jakarta, Jum’at (23/9).

Dikatakan Syahrial, desakan kepada Menhut agar izin HPH PT AMT ditinjau kembali atau bila perlu dicabut, telah disepakati oleh masyarakat Adat Alam Surambi Sungai Pagu, Solsel, melalui pembubuhan tandatangan yang berjumlah hinga 400-an orang.

“Surat permohonan, berikut tandatangan penolakan dari masyarakat atas keberadaan perusahaan tersebut telah kami sampaikan kepada Menhut pada tanggal 27 Juli 2011,” tuturnya seraya berharap agar Menhut dapat memperhatikan aspirasi masyarakat Solsel yang menolak keberadaan PT AMT itu.

Syahrial juga menegaskan bahwa kegiatan PT AMT yang bergerak dibidang kayu glondongan selama ini berada didalam hutan ulayat masyarakat adat Solsel

BACA JUGA: Lampu Runway Rusak, 4 Pesawat Gagal Mendarat

Namun kata dia, masyarakat Solsel sangat kecewa karena sejak pengajuan izin HPH perusahaan itu kepada Menhut pada 2008, masyarakat adat sebagai pemilik ulayat yang diakui keberadaannya dalam sistem hukum positif negara Republik Indonesia tidak pernah dilibatkan.

“Kami tidak pernah diajak musyawarah untuk meminta persetujuan dalam hal perizinan ini, baik oleh perusahaan maupun dari pemerintah
Padahal perusahaan itu berada dalam hutan ulayat masyarakat adat,” ujar dia.

Sedang yang menjadi dasar penolakan oleh masyarakat Adat Alam Surambi Pagu terhadap PT AMT, selain tidak dilibatkan dalam hal perizinan, juga soal alokasi dan fee Nagari yang dibayarkan setiap tahun sekali tidak seimbang dengan nilai kayu yang diambil.

Akibat kecilnya kontribusi dana yang diberikan oleh PT AMT terhadap pendapatan daerah (PAD), maka nagari tidak bisa merencanakan untuk pembangunan insfastruktur

BACA JUGA: Habis Diare, DBD Ancam Sampit

PT AMT juga tidak transparan tentang produksi yang dihasilan setiap tahunnya kepada nagari, karena adanya indikasi pemanipulasian data yang merugikan negara.

“PT.AMT dalam pelaksanaan kegiatan di lapangan, juga tidak mempekerjakan tenaga lokalSelain itu sistem kegiatan yang dikenal dengan pola tebang pilih tanam kembali (TPTK) ini tidak dilaksanakan sebagaimana mestinyaPenanaman hanya dilakukan disekitar base camp PT.AMT saja,” kata Syahrial.

Sebelumnya Wabup Solsel Nurfirmanwansyah juga mengakui, bukan saja kontribusi terhadap pendapatan asli daerah (PAD) yang minim, tetapi kayu hasil hutan juga lebih banyak dibawa ke luar daerah daripada untuk Solsel, sehingga masyarakat Sosel kesulitan mencari kayu untuk membangun rumah.

Selain itu, PT AMT juga tidak memberikan laporan atau tembusan hasil analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) ke Pemkab Solsel“Kita tidak tahu apakah PT AMT memiliki Amdal atau tidakSebab perusahaan itu belum pernah memberikan laporan ke kitaUntuk itu Menhut diharapkan bisa meninjau kembali atau menghantikan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu,” imbuhnya(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Produk Malaysia Kuasai Wilayah Sintang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler