Menhut Tak Berwenang Tafsirkan UU Kehutanan

Selasa, 04 Oktober 2011 – 18:20 WIB

JAKARTA - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, I Gede Pantja Astawa mengatakan,  Menteri Kehutanan (Menhut)  tidak memiliki kewenangan untuk menafsirkan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Kehutanan.

Di depan majelis hakim yang diketuai Mahfud MD, Pantja mengatakan penafsiran UU yang dilakukan menteri dapat batal demi hukum"Penafsiran itu adalah tindakan tanpa wewenang atau ultra pires dan dapat batal demi hukum

BACA JUGA: Agus Yakin Kemenkeu Bersih dari Suap Kemenakertrans

Penafsiran UU Kehutanan ini hanya dapat dilakukan hakim," kata Pantja saat memberikan keterangan ahli dalam sidang pengujian UU Kehutanan di gedung MK, Selasa (4/10).

Pantja menilai, penafsiran Menteri Kehutanan yang menyamakan frasa “ditunjuk dan atau ditetapkan” dengan penunjukan dan penetapan kawasan hutan adalah keliru
"Frasa itu tidak memberi kepastian hukum, sehingga bertentangan dengan Pasal 28 D UUD 1945," ujarnya.

Senada, Guru Besar Fakultas Hukum Lambung Mangkurat, Hadhin Muhjad berpendapat, jika Pasal 1 angka 3 dihubungkan dengan Pasal 14 dan Pasal 15 UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan maka bertentangan dengan UUD 1945.

Alasannya, Pasal 14 dan 15 UU Kehutanan mengatur kegiatan pengukuhan kawasan hutan meliputi penunjukan, penataan batas kawasan, pemetaan, dan penetapan kawasan hutan

BACA JUGA: KPK Tahan Mantan Bupati Nias Selatan

"Jika hanya dilakukan satu tahapan yaitu penunjukan kawasan hutan belum dikatakan memberikan kepastian hukum," kata Hadhin.

Menurutnya, istilah penunjukan tidak dikenal dalam hukum administrasi negara, kecuali penetapan
Untuk mengukur keabsahan kata Hadhin, penetapan harus melalui prosedur pembuatan

BACA JUGA: Abuelaish: Bom Bunuh Diri Tak Selesaikan Masalah

Karenanya  prosedur yang cacat dapat menyebabkan penetapan yang salah.

Diketahui, MMawardi (Bupati Kapuas), Hambit Bintih (Bupati Gunung Mas), Duwel Rawing (Bupati Katingan), Zain Alkim (Bupati Barito Timur), Ahmad Dirman (Bupati Sukarama), dan Akhmad Taufik (pengusaha) meminta majelis hakim menguji Pasal 1 angka 3 Undang-Undang KehutananPasal itu berbunyi, 'Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap'.

Menurut mereka, Kementerian Kehutanan telah keliru menafsirkan pasal itu dengan menyatakan kegiatan penunjukan atau penetapan kawasan hutan bukan kegiatan pengukuhan hutanAkibat tafsir tersebut, pemerintah pusat bisa memberikan status kawasan hutan di daerah para pemohonSeperti menyatakan sejumlah lokasi di Kabupaten Kapuas sebagai kawasan hutan, meski secara faktual bukan kawasan hutan.

Karenanya, mereka memohon Pasal 1 angka 3 sepanjang frasa ‘ditunjuk dan atau’ dinyatakan bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 18, Pasal 18A ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (4) UUD 1945 serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat(kyd/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemenhan Gandeng Airbus


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler