Menjaga Kualitas dan Pola Hidup Lansia

Sabtu, 03 Januari 2015 – 05:05 WIB
Foto: Dite Surendra/Jawa Pos

jpnn.com - BEBERAPA dekade mendatang, World Health Organization (WHO) memperkirakan, jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia meningkat lebih dari 400 persen menjadi 84 juta jiwa. Dengan pengetahuan yang baik, lansia bisa menjaga kualitas hidup dengan baik pula. Baik secara fisik maupun psikologis. Tim dokter instansi geriatri RSUD dr Soetomo menjelaskan mengenai hal tersebut.

Seseorang disebut tua dilihat dari tiga sudut padang. Apakah tua secara kronologi (dihitung dari kelahiran), secara fisik (usia sel-sel tubuh), atau secara psikis. Masing-masing individu berbeda kasus dalam memasuki usia tuanya. 

BACA JUGA: Fashion Teman Rebel Rouser Karya Siswa Arva School

’’Ada yang secara kronologi sudah tua sekali, tapi usia selnya masih seperti orang yang lebih muda. Ada pula yang sebaliknya, ditambah kepikunan,” ungkap dr Novira Widajanti SpPD-KGER. 

Penuaan (aging) setiap orang tidak sama. Fungsi tubuh mana yang mengalami kemunduran pun tidak bisa diprediksi, apa dan kapan datangnya.

BACA JUGA: Tips Cepat Obati Flu

Sering kali yang dialami lansia adalah multipatologi, yakni muncul lebih dari satu penyakit yang diderita. Sebab, satu sama lain akan saling berhubungan. Novira mencontohkan yang paling sederhana, yakni osteoartritis pada lutut. Nyeri pada sendi lutut itu akan membuat seseorang susah berjalan dan kehilangan stabilitas.

’’Dengan kondisi seperti itu, kalau jatuh, seseorang akan mudah mengalami patah tulang. Sebab, tulangnya sudah keropos (osteoporosis),” jelas dokter spesialis penyakit dalam tersebut. 

BACA JUGA: Lansia Rawan Depresi

Selain masalah tulang dan sendi, kemunduran fisik lain yang dihadapi lansia adalah indra. Yakni, pendengaran, penglihatan, penciuman, dan peraba yang berkurang. Pencernaan dan sistem eskresi tak sebagus saat masih muda sehingga lansia sering kali susah buang air besar. Tapi, sangat sering buang air kecil.

’’Pada lansia, bisa jadi batuk atau tertawa saja bisa buang air kecil. Sebab, otot-ototnya sudah tidak kencang. Soal susah buang air besar, ini disebabkan gerakan peristaltik pada sistem pencernaan yang tidak bagus lagi,” jelasnya. Apakah semua itu wajar? Keluarga disarankan untuk sabar memaklumi, namun tak berarti membiarkan. ’’Keilmuan geriatrik itu untuk memelihara umur panjang dengan kualitas hidup yang baik. Ketidaknormalan fungsi tubuh harus diberi tata laksana usia lanjut untuk menjaganya,” papar dr Yudha Haryono Sps, sekretaris Tim Terpadu Geriatri RSUD dr Soetomo.

Dia menjelaskan, dalam setiap kasus ada penanganan dan terapi. Pemberian obat tidak bisa sembarangan karena lansia sangat rentan mengalami efek samping lain. ’’Pada lansia yang masih sehat, tidak ada salahnya memeriksakan diri enam bulan sekali,” kata dokter di Divisi Neuro Behavior Departemen Neurologi dan Geriatri RSUD dr Soetomo itu. Penanganannya pun akan terpadu dari berbagai keilmuan.

Spesialis saraf tersebut juga mengingatkan mengenai bahaya demensia pada lansia. Yudha melanjutkan, masalah fisik bukan semata-mata timbul karena sel-sel tubuh yang menua, tapi juga menyangkut masalah psikologis. ’’Soal sering ngompol itu tadi. Itu bisa terjadi karena lansia takut atau cemas. Depresi pasca stroke yang dialami lansia juga sering menimbulkan gangguan pengendalian emosi,” jelasnya.

Hal itu dibenarkan dr Erikavitri Yulianti SpKJ. Menurut dia, pada 70 persen pasien lansia yang datang ke dokter umum, setelah ditelusuri ternyata pangkal utama keluhannya adalah masalah psikologis. ’’Perasaan tidak berdaya (power) dan kerapuhan. Kemudian tidak bisa sebebas dulu, itulah yang kerap dirasakan,” imbuhnya. Efeknya menjadi seperti sekrup, semakin berputar semakin dalam, semakin tidak baik bagi kesehatan.

Prof dr Marlina Mahajudin SpKJ (K) menjelaskan bahwa hubungan kesehatan fisik dan mental itu timbal balik, selalu berkaitan. ’’Mental yang tidak baik akan memunculkan atau memperparah penyakit. Kondisi fisik yang tidak baik pun menjadi sumber psikis yang tidak sehat. Berputar seperti itu,” jelas pakar psiko geriatri tersebut.

Karena itu, butuh dukungan keluarga untuk memelihara psikis lansia. Jangan sampai lansia depresi karena perubahan perannya dalam masyarakat. Misalnya, tidak dipedulikan lagi. Kemudian, bisa jadi muncul emptiness syndrome. ’’Upaya kami sedang menggalakkan awareness komunikasi antargenerasi,” tandasnya. (puz/c7/jan)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Berinvestasi pada Anak Lewat Mendongeng


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler