jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ternyata pernah menolak permintaan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tentang pendanaan proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) menggunakan anggaran tahun jamak atau multi-years. Namun, pergantian menteri keuangan membuat kebijakan Kemenkeu pun berubah.
Pada era Menkeu Sri Mulyani sekitar era 2009 hingga pertengahan 2010, Kemenkeu menolak pembiayaan e-KTP secara tahun jamak. Namun, setelah Agus Martowardojo menjadi Menkeu, permintaan Kemendagri pun disetujui Kemenkeu.
BACA JUGA: Bahas Anggaran E-KTP, Irman Marah ke Pejabat Kemenkeu
Hal itu terungkap dari kesaksian mantan Direktur Keuangan Direktorat Jenderal (Ditjen) Anggaran (Kemenkeu) Sambas Maulana saat bersaksi pada persidangan perkara e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (10/4) dengan terdakwa dua mantan pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto. Sambas mengatakan, Kemendagri di bawah kendali Mendagri Gamawan Fauzi awalnya mengusulkan anggaran e-KTP sebesar Rp 2,291 triliun.
Menurut Sambas, Kemendagri pada saat pengajuan daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) anggaran e-KTP memang meminta pembiayaannya tidak hanya setahun anggaran. “Tapi, dua tahun anggaran," kata Sambas di depan majelis hakim.
BACA JUGA: Terdakwa Marah karena Proyek E-KTP Terlambat
Sambas melanjutkan, Sri Mulyani selaku Menkeu menolak permohonan itu. "Kemudian kemendagri mengajukan kembali dengan istilah kontrak multi-years," lanjutnya.
Artinya, sambung Sambas, kontrak pelaksanaan pekerjaan itu dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) murni. "Kontraknya boleh lebih dari satu tahun anggaran, tapi sisa dana tidak bisa digunakan," katanya.
BACA JUGA: JPU Kejar Dasar Kemenkeu Setujui Dana Tahun Jamak e-KTP
Nah, pengajuan kedua ini kemudian disetujui ketika era Menkeu Agus Martowardojo. Sambas mengatakan, persetujuan kontrak multiyears e-KTP disetujui dengan mengacu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 194 tahun 2011. PMK itu ditandatangani Agus Marto 1 Desember 2011. Sementara, surat persetujuan multiyears sudah disetujui pada 17 Februari 2011.
Dalam surat dakwaan Irman dan Sugiharto, surat persetujuan multiyears proyek e-KTP dikirimkan pada 17 Februari 2011 dengan nomor: S-36/MK.2/2011 yang ditandatangani oleh Dirjen Anggaran Kemenkeu Herry Purnomo
Sambas mengatakan, setelah kemenkeu menyetujui kontrak multi-years, ada pekerjaan yang tidak bisa dilakukan. Sebab, pekerjaan ini tidak dimulai persis di awal anggaran.
"Ada pekerjaan yang tersisa, yakni sekitar 56 juta e-KTP yang tidak bisa dicetak dengan biaya Rp 1,045 triliun. Sisa pekerjaan kemudian dilanjutkan di tahun anggaran 2012 dengan sisa dana Rp 3,661 triliun," kata Sambas.
Supaya sisa anggaran Rp 1,045 triliun tidak terbuang, Gamawan selaku Mendagri memohon ke Kemenkeu agar mengalokasikannya untuk 2013. "Jadi, dana atau sisa pekerjaan di tahun 2011 sebesar Rp 1,045 triliun dianggarkan kembali di 2013," katanya.
Sambas menegaskan, persyaratan pengajuan multiyears kontrak sudah terpenuhi. Selain itu juga sudah diaudit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). "Dan ada pernyataan kesiapan tanggung jawab pekerjaan dari kuasa pengguna anggaan," katanya.
Dia menambahkan, sesuai PMK 194 maka penambahan waktu sampai 2013 bisa terjadi ketika ada keadaan kahar dan non-kahar. Dia menjelaskan, kahar merupakan keadaan yang tidak diprediksi seperti bencana alam dan sebagainya.
Sedangkan non-kahar karena ada pekerjaan baru. Salah satunya jika pekerjaan itu tidak terlaksana tepat waktu atau terlambat.
Menurut Sambas, e-KTP ini masuk dalam keadaan non-kahar. Sebab, saat itu banyak sekali sanggahan-sanggahan dari pihak ketiga yang tidak puas proses lelang. "Ini kan tidak bisa diprediksi sebelumnya," tegasnya.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Andi Narogong Jadi Rekanan Polri dan Berbisnis Karaoke
Redaktur : Tim Redaksi