Menkopolhukam Tak Klarifikasi Kapolri

Setelah Tahu Bukti Rekaman hanya CDR

Sabtu, 14 Agustus 2010 – 08:12 WIB

JAKARTA - Menkopolhukam Djoko Suyanto, sepertinya, tidak ingin permasalahan soal rekaman pembicaraan antara Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ade Rahardja dan Ari Muladi berkepanjanganBahkan, Djoko menyatakan tidak perlu mengklarifikasi ke Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri kendati bukti tersebut hanya berupa CDR (call data record) alias catatan data panggilan.

"Untuk apa? Masak keterangan dari Polri kurang

BACA JUGA: SBY Tak Cocok Jadi Simbol Kesejahteraan

Apalagi yang perlu yang perlu dikonfirmasi," kata Djoko sebelum menghadiri acara penganugrahan tanda kehormatan di Istana Merdeka, kemarin (13/8)
Begitu juga dengan Jaksa Agung Hendarman Supandji, Djoko tidak akan melakukan klarifikasi

BACA JUGA: MA Turunkan Standar Nilai Hakim Tipikor Ad Hoc

Menurut dia, keterangan yang diberikan Polri melalui Kadiv Humas sudah dianggap cukup
"Jadi tidak usah diragukan lagi," tegas mantan Panglima TNI itu.

Djoko yang juga ketua Kompolnas (komisi kepolisian nasional) itu mengutip pernyataan Wakil Ketua Komisi III (bidang hukum) DPR Tjatur Sapto Edy yang menyebutkan bahwa dalam forum rapat kerja, Kapolri tidak secara eksplisit menyatakan rekaman

BACA JUGA: Baasyir Diduga Danai Militan Aceh

"Rekaman yang disampaikan adalah ada komunikasiItu sajaSilakan dicerna sendiri, beliau menyampaikan tidak ada statement rekaman," paparnya.

Komunikasi itu, kata dia, ditunjukkan dengan bukti CDRNamun kemudian hal itu diterjemahkan sebagai rekamanDjoko membantah jika dirinya dalam posisi membela Polri"Saya tidak membela kepolisian dalam hal ini, tapi tolong ditempatkan dalam ring yang benar," ujarnyaDjoko menerangkan, data komunikasi itu bisa dalam bermacam bentukMenurutnya, kasus rekaman Ade Rahardja dan Ari Muladi harus menjadi bahan pembelajaran"Karena apa" Pikiran kita seperti waktu ada rekaman Anggodo," katanya.

Sementara itu, kabar yang beredar seputar pemanggilan Kapolri oleh Presiden SBY dibantah DjokoMenurutnya, presiden tidak memiliki agenda pertemuan dengan KapolriBahkan, kemarin Kapolri juga tidak tampak hadir saat acara penganugerahan tanda kehormatan

Secara terpisah, Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso juga meminta keberadaan transkrip antara Ade dengan Ari tidak perlu menjadi polemikYang harus dilakukan oleh Polri saat ini adalah memberikan penjelasan sejelas-jelasnya kepada publik, bahwa yang dimiliki oleh Polri bukan rekaman"Ini kan menyangkut kredibilitas," kata Priyo di gedung DPR

Penjelasan Polri, kata Priyo, perlu demi mengerem isu agar tidak berkembang liarTidak ada salahnya jika Polri harus terbukaJika memang CDR itu merupakan bukti penting seperti halnya rekaman, tugas bagi Polri untuk memberikan penjelasan"Kalau memang datanya ada, segera tindaklanjutiJelaskan kapan, waktunya apa, dalam konteks apaItu lebih baik daripada tidak ada," ujarnya

Sementara itu, kisruh CDR membuat Ketua Mahkamah Agung (MA) Harifin Andi Tumpa turun tanganMenurut Harifin, kendati hanya berupa CDR, bukti itu masih bisa diajukan ke pengadilan"Itu mungkin hanya soal penafsiran sajaKarena katanya polisi tidak pernah menyatakan rekaman pembicaraan adaYang ada hanya CDR," kata Harifin di gedung MA kemarin (13/8).

Agenda sidang, kata Harifin, juga bisa diundur agar CDR bisa diperiksa di pengadilan sebelum digelar sidang lanjutan dengan agenda penuntutan"Penuntutan itu kan bagian dari hukum acaraHakim masih memiliki kewenangan untuk menerima call data record itu," katanya

Sebelumnya, ketua majelis hakim Tjokorda Rae Suamba menyatakan enggan memundurkan kembali sidang hanya untuk memeriksa CDRAlasannya, agenda sidang tak bisa diundur-undur lagiLagi pula, dia sudah tiga kali memerintahkan polisi menyerahkan rekaman ituNamun, rekaman itu tak pernah diserahkan hingga akhirnya polisi mengaku hanya berupa CDR

Anggota Komisi III Achmad Dimyati menegaskan Komisi III secepatnya akan mengundang Kapolri untuk menjelaskan secara detil maksud dari pernyataannya"Apa rekaman CDR atau rekaman seperti (rekaman percakapan, Red) Anggodo dengan Wisnu (mantan Jaksa Agung Muda Intelijen/Jamintel Wisnu Subroto, Red) dan yang lainnya itu," kata politisi PPP itu.

Karena itu, lanjut Dimyati, Kapolri tidak bisa sertamerta divonis telah melakukan kebohongan publik"Kalau terbukti berbohong, komisi 3 pasti akan mengambil tindakan tegas," katanya tanpa merinci tindakan tegas yang dimaksudDalam raker dengan Komisi III DPR beberapa waktu lalu, Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso memang pernah mengatakan memiliki rekaman antara Ade - Ari.

Dimyati juga menyampaikan sekalipun terbukti melakukan kebohongan publik, Kapolri tetap tidak bisa dijerat dengan delik pidanaKarena itu tidak disampaikan di atas sumpahPaling maksimal hanya sampai sanksi moral saja"Kalau Kapolri melakukan kebohongan jelas ini memalukan bagi diri dan keluarganya," tegas Dimyati.

Anggota DPD asal NTB Farouk Muhammad mengatakan Kapolri memang harus diminta pertanggungjawaban atas pernyataannyaTapi, itu harus dilakukan secara hati "hatiSebab, suasana kebatinan kepolisian saat itu ingin  membuktikan pihaknya tidak bersalah dalam kasus cicak dan budayaApalagi, itu disampaikan pasca rekaman percakapan Anggodo dengan beberapa pihak diperdengarkan di Mahkamah Konstitusi.

"Sehingga rekaman (yang dikatakan Kapolri, Red) tersebut seolah -olah juga percakapanKalau memang kapolri menyatakan rekaman itu adalah rekaman isi pembicaraan maka termasuk kebohongan publikTapi, kalau cuma dikatakan rekaman saja maka tidak bisa apa "apa," tegas mantan Gubernur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) itu.

Farouk juga menegaskan, kebohongan publik tidak ada ancaman pidananyaMenurut dia, tidak ada sistem pidana yang menjadikan pernyataan pejabat sebagai alat buktiKecuali, Kapolri menyatakan dalam kapasitas sebagai saksi di depan pengadilan.

"Karena menjawab pertanyaan pers atau wakil rakyat di Komisi III, ini menjadi persoalan publik, bukan juridis(Sanksinya, Red) hanya mosi tidak percaya atau anggaranmu (Polri) dipotong," tegas Farouk.

Koordinator Indonesian Police Watch (IPC), Neta S.Pane mendorong Komisi III DPR untuk memperdengarkan kembali rekaman raker dengan Kapolri"Biar masyarakat tahu," katanyaNamun terlepas dari itu, Neta meyakini rekaman yang dimaksud Kapolri adalah rekaman pembicaraan"Jangan sampai Komisi III terkecohRekaman ya rekaman, CDR ya CDRJadi, rekaman itu pembicaraanJangan bodoh "bodohan nanti ya," katanya.

Menurut Neta, bila mendapat CDR, Kepolisian pasti akan mengejar rekaman percakapannyaApalagi ini menyangkut kasus yang strategis, yakni dugaan kriminalisasi Bibit "ChandraKarena itu, Neta mendesak agar ditelusuri apakah ada unsur penghilangan barang bukti, yakni rekaman pembicaraanSehingga, yang tertinggal hanya CDR saja.

"Soalnya ini kan menyangkut orang "orang penting sekaligus tamparan buat kepolisian dan KPK," katanyaPercakapan Ari dan Ade bila terbukti akan menunjukkan oknum kepolisian di KPK terlibat mafia kasus"Untuk KPK ini juga tamparan, benar asumsi orang bahwa KPK kemasukan orang yang terlibat mafia hukum atau kasus," kata Neta(fal/bay/aga/pri)

BACA ARTIKEL LAINNYA... BPOM Temukan Obat Tradisional Ilegal


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler