jpnn.com - BANDA ACEH – Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya memompa semangat para “chief executive officer” atau CEO pengampu kebijakan di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Kebudayaan dan Pariwisata di Banda Aceh, Senin (19/9). Gubernur NAD Zaini Abdullah dan puluhan bupati/wali kota di Bumi Serambi Mekkah itu pun serius mengikuti presentasi Menpar Arief selama 65 menit
“Sudah betul jika Aceh menempat halal tourism sebagai core economy daerah!” ujar Arief.
BACA JUGA: 130 Pejabat Diangkat Tak Sesuai Prosedur, DPRD Bengkulu Mengadu ke BKN
Pertama, sejak 2014 terjadi ledakan pasar wisata halal di dunia. Size pasar wisata halal itu sangat signifikan, dari 6,8 miliar penduduk dunia, 1,6 miliar adalah muslim dan 60 persennya berusia di bawah 30 tahun. Bandingkan dengan total penduduk Tiongkok yang mencapai 1,3 miliar orang dengan 43 persennya di bawah 30 tahun.
“Total pengeluaran wisatawan muslim dunia USD 142 miliar, hampir sama dengan pengeluaran wisatawan Tiongkok USD 160M yang sekarang ini menjadi rebutan seluruh negara di dunia, terutama yang mengembangkan pariwisata,” jelas Arief.
BACA JUGA: 17 Narapidana Rekreasi Malam Hari, Karaoke, Lalu Kembali
Kedua, lanjut mantan direktur utama PT Telkom itu, wisata halal dari sisi sustainability atau growth juga naik signifikan. Angka kenaikannya 6,3 persen, atau lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan dunia 4,4 persen, bahkan lebih besar dari ASEAN 5,5 persen.
Data dari Comcec Report February 2016, Crescentrating, tahun 2014 menunjukkan adanya 116 juta pergerakan halal traveler. Mereka memproyeksikan pada 2020 angkanya menjadi 180 juta pelancong atau naik 9,08 persen.
BACA JUGA: Konon Ada Pocong Gentayangan di Jalan Solo-Jogja
Di Indonesia juga mengalami kenaikan. Dalam tiga tahun terakhir rata-rata kenaikannya 15,5 persen. “Semakin kuat, size-nya besar, sustainability-nya juga besar,” ungkap Arief Yahya
Ketiga, lanjut dia, spread atau benefit-nya juga besar. Rata-rata wisatawan mancanegara (wisman) dari Arab Saudi membelanjakan USD 1.750 per kunjungan. Sedangkan wisman Uni Arab Emirate (UAE) menghabiskan USD 1.500 per kepala.
Angka itu jauh lebih besar dari-rata-rata wisman dari Asia yang berada di kisaran USD 1.200. “Karena itu sudah memenuhi syarat 3S, size, sustainable, dan spread. Ini menjadi alasan paling kuat, mengapa Aceh harus menetapkan pariwisata sebagai portofolio bisnis-nya. Menjadikan halal tourism sebagai core economy-nya,” tegas lulusan ITB Bandung, Surrey University Inggris dan program doktoral di Universitas Padjadjaran, Bandung itu.
Langkah apa yang harus diambil untuk mewujudkan Aceh sebagai daerah pariwisata? Arief menyebutkan 3 hal. Pertama, pilih kepala dinas pariwisata yang terbaik dari seluruh sumber daya manusia yang dimiliki agar bisa dengan cepat membawa Aceh menjadi destinasi halal dunia.
Lalu, rebut The World’s Best Halal Cultural Destination 2016 yang di akhir tahun ini akan dipilih. “Saya kira Reza Pahlevi, Kadisbudpar Aceh sudah memenuhi syarat itu,” sebut Arief.
Kedua, prioritaskan sumber daya budgeting atau keuangan ke sector pariwisata, yang akan menjadi tempat bergantung di masa depan. Ini sangat penting, karena tanpa disupport budgeting, tidak akan bisa berjalan.
“Tugas utama seorang CEO itu dua hal, menentukan arah, terkait dengan core economy dan portofolio business, serta mengalokasikan sumber daya, termasuk memilih orang dan menyiapkan dana,” kata pengarang buku “Paradox Marketing”, “Great Spirit Grand Strategy” dan “C2C – Creative to Commerce” yang laris itu.
Pariwisata harus dijadikan sebagai mesin utama yang membawa Aceh take off menuju persaingan global, bukan minyak dan gas lagi. “Pariwisata akan menjadi penyumbang PDB (produk domestik bruto, red), devisa dan lapangan kerja yang paling mudah, cepat dan murah,” kata Arief berhipotesa.
Dia memerinci, pariwisata menyumbangkan 10 persen dari PDB nasional dam menjadi yang tertinggi di ASEAN. PDB pariwisata nasional tumbuh 4,8 persen dengan tren naik sampai 6,9 persen, jauh lebih tinggi daripada industri agrikultur, manufaktur otomotif dan pertambangan.
Demikian pula dari sisi devisa. “Devisa pariwisata USD 1 Juta, menghasilkan PDB USD 1,7 Juta atau 170%, tertinggi dibandingkan industri lainnya. Ini yang sering disebut para pejabat bahwa pariwisata itu menciptakan multiple effect,” jelas pria asal Banyuwangi itu.
Soal devisa, Arief juga menjelaskan, pariwisata adalah peringkat ke-4 penyumbang devisa nasional, atau sebesar 9,3 persen dibandingkan industri lainnya. Pertumbuhan penerimaan devisa pariwisata tertinggi, yaitu 13 persen dibandingkan industri minyak gas bumi, batu bara, dan minyak kelapa sawit yang rata-rata negatif.
“Biaya marketing yang diperlukan hanya dua persen dari proyeksi devisa yang dihasilkan. Jadi tinggal di-setting saja, mau devisa berapa. Diambil dua persen ari proyeksi itu,” kata peraih penghargaan Marketeer of The Year 2013 versi MarkPlus itu.
Soal mengikis pengangguran pun pariwisata bisa diandalkan. Pariwisata telah menyumbang 9,8 juta lapangan pekerjaan, atau sebesar 8,4 persen secara nasional dan menempati urutan ke-4 dari seluruh sektor industri. Dalam penciptaan lapangan kerja, sektor pariwisata tumbuh 30 persen dalam waktu 5 tahun.
“Pariwisata pencipta lapangan kerja termurah yaitu dengan USD 5.000/satu pekerjaaan, dibanding rata-rata industri lainnya sebesar USD 100.000/satu pekerjaan,” jelasnya.(adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mau Pisah dari NKRI tapi Masih Pakai Aset Negara
Redaktur : Tim Redaksi