Menteri PPPA dan DPR Sepakat Membahas RUU PKS

Sabtu, 23 September 2017 – 08:27 WIB
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi VIII DPR RI terkait pembahasan pertama RUU PKS. Foto: Humas Kementerian PPPA

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah sepakat membahas Rancangan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang diinisiasi DPR RI. Hal itu disampaikan Pemerintah melalui Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi VIII DPR RI terkait pembahasan pertama RUU PKS.

Menteri Yohana dalam pendapat dan pandangan Pemerintah tentang RUU PKS menyampaikan pemerintah setuju dengan DPR RI yang mengusulkan RUU PKS, walaupun pemerintah memiliki beberapa perbedaan pendapat.

BACA JUGA: DPR Dinilai Bertindak di Luar Kewenangan

Pertama, dari 152 pasal RUU yang diusulkan DPR, menurut pemerintah hanya diatur dalam 50 pasal. Sebab, materi yang bersifat teknis akan diatur dalam Peraturan Presiden tentang Kebijakan Nasional Pencegahan Kekerasan Seksual dan beberapa pasal harus dihapus karena sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Kedua, kekerasan seksual tidak hanya terjadi pada perempuan dan anak. Namun, bisa terjadi pada orang dewasa laki-laki, seperti kekerasan seksual menyimpang.

BACA JUGA: GKSB DPR Dorong Kerja Sama Pertanian Indonesia-Slovakia

Ketiga, pemerintah tidak ingin membentuk lembaga baru di daerah dengan membentuk Pusat Pelayanan Terpadu karena ingin mengurangi pembentukan lembaga di daerah. Terakhir, perlu dipahami bahwa kekerasan seksual bisa terjadi di mana saja, kapan saja, dan siapa saja.

"Oleh karena itu, upaya pencegahannya tidak perlu dibatasi pada bidang tertentu. Seperti pendidikan, infrastruktur, pelayanan publik dan tata ruang, pemerintahan, dan tata kelola kelembagaan, ekonomi, sosial, dan budaya,” papar Menteri Yohana dalam Raker Komisi VIII DPR RI, Jumat (22/9).

BACA JUGA: Berbagi Pengalaman Kehidupan Demokrasi dengan Slovakia

Ketua Komisi VIII M Ali Taher menyampaikan pandangannya bahwa RUU PKS diharapkan bisa menjawab persoalan yuridis dan menjadi payung hukum yang mampu memberikan kejelasan serta kepastian hukum. Sebab, peraturan perundang-undangan yang sudah ada dirasakan belum sepenuhnya mampu merespon fakta kasus kekerasan seksual.

“Mudah-mudahan dengan adanya RUU PKS kekerasan seksual bisa berkurang dan bisa menimbulkan efek jera bagi pelaku. Sedangkan korban mendapatkan perlindungan dalam bentuk pemenuhan hak-haknya," ucapnya.

Menurutnya, pemenuhan hak-hak seperti kesempatan untuk penggantian identitas, diakui status kelahirannya, perlindungan dari kehilangan pekerjaan, mutasi pekerjaan atau akses politik, perlindungan dari tuntutan pidana atau gugatan perdata atas persitiwa kekerasan seksual yang dilaporkan, dan mendapatkan pengasuhan.(esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mahasiswa Korban Penganiayaan Malah Dipenjarakan


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler