Menteri Siti Beberkan Indeks Kualitas Lingkungan Indonesia, Ini Hasilnya

Rabu, 27 Februari 2019 – 15:55 WIB
Menteri LHK Siti Nurbaya (paling kanan) membuka acara rakernis bertema 'Satukan Tekad : Bersinergi Menuju Kualitas Lingkungan Hidup yang Lebih Baik' di Hotel Sangri-La, Jakarta Pusat pada Kamis (27/2). Foto: Aristo/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menggelar rapat kerja teknis (rakernis) dengan tema 'Satukan Tekad : Bersinergi Menuju Kualitas Lingkungan Hidup yang Lebih Baik' di Hotel Sangri-La, Jakarta Pusat pada Kamis (27/2).

Menteri LHK Siti Nurbaya membuka langsung rakernis yang dihadiri sekitar 300 peserta dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi, Kabupaten atau Kota seluruh Indonesia, Kementerian atau Lembaga, akademisi, dan para pelaku usaha.

BACA JUGA: BLI KLHK dan CIFOR Inisiasi Paradigma Baru Penelitian dan Pengembangan

Menteri Siti mengatakan, pemerintah memiliki kewajiban untuk mengatur tingkat eksploitasi sumber daya alam dengan cara penguasaan, pencadangan, pengawetan alokasi pemanfaatan, pemberian izin, dan pembatasan lainnya.

"Pengaturan ini akan berjalan dengan baik jika tersedia informasi yang cukup untuk memformulasikan kebijakan dan memberikan umpan balik untuk menyempurnakan kebijakan yang ada. Sebab itu, perlu dilakukan pemantauan indeks kualitas lingkungan hidup (IKLH)," kata Menteri Siti.

BACA JUGA: KLHK Tangkap Selundupan 38 Kontainer Kayu Ilegal dari Kepulauan Aru  

Dia menerangkan, KLHK memasukkan IKLH sebagai salah satu ukuran kinerja pemerintah sejak 2015. Hasil pemantauan selama 2015 sampai 2018, IKLH negara berada pada posisi stabil yaitu pada kualitas cukup baik.

"IKLH Nasional berada pada posisi stabil yaitu berupa berkualitas cukup baik. Terdapat lima provinsi yang indeks kualitas lingkungan hidupnya membaik yaitu Riau, Kepulauan Riau, Banten, Yogyakarta dan Kalimantan Selatan dan hanya satu provinsi yang mengalami penurunan IKLH yaitu Papua," ungkap dia.

BACA JUGA: Tangani Karhutla, Panglima TNI Datangi Manggala Agni dan Pasukannya di Pulau Rupat

Siti menambahkan, beberapa daerah memiliki kualitas kondisi udara yang baik yakni Riau, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Timur, Banten dan Kalimantan Selatan.

"Meskipun demikian, DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Tengah perlu di waspadai pencemaran udara di daerah perkotaan," lanjut Siti.

Kemudian, KLHK menilai, kondisi kualitas air sungai dan danau secara nasional masih kurang baik dan cenderung terjadi penurunan kualitas air.

Sejumlah 16 provinsi mengalami kecenderungan penurunan indeks kualitas sungai. Namun demikian, terdapat perbaikan di Aceh, Jambi, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Maluku.

Kondisi tutupan lahan, KLHK menilai, secara nasional berada dalam kecenderungan yang stabil. Hanya terdapat delapan provinsi yang berada dalam kondisi waspada karena luas tutupan lahan sedikit yaitu Sumatera Selatan, Lampung, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa barat, DI Yogyakarta, Banten, dan Bali.

Selama 4 tahun ini, kata Siti, KLHK berinovasi untuk memperkuat moral capital dan social capital, misalnya dengan pembangunan ekoriparian yang melibatkan masyarakat untuk merestorasi daerah sempadan sungai. Pelibatan itu bakal meningkatkan rasa memiliki masyarakat.

Siti menambahkan, KLHK juga menginisiasi Gerakan Bersih Pantai (Coastal Clean Up) yang dimulai pada tahun 2015 telah dilaksanakan di 45 pantai Indonesia dengan melibatkan tidak kurang dari 25.000 peserta, serta Car Free Day untuk mengurangi pencemaran udara perkotaan.

Dunia usaha memiliki peran penting dalam mendukung pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan melalui program pemberdayaan masyarakat.

Melalui Program PROPER, dunia usaha berkontribusi terhadap pencapaian 17 tujuan SDGs melalui 8.474 kegiatan dengan total anggaran Rp 38,68 Triliun.

Selain itu, upaya perbaikan lingkungan melalui penghematan energi sebesar 273,61 juta Giga Joule, upaya hemat air 306,94 juta m3, tahan emisi konvensional dengan total penurunan emisi sebesar 18,7 juta ton, tahan emisi GRK sebesar 306,94 juta ton CO2e, reduksi dan pemanfaatan limbah B3 dan limbah padat non B3 sebesar 16,34 juta ton dan 6,83 juta ton, serta penurunan beban pencemar air limbah yang mencapai 31,72 juta ton.

"Jika gerakan-gerakan cinta lingkungan ini terus menerus dikembangkan dan digelorakan, maka kesadaran lingkungan akan terinternalisasi di dalam masyarakat sehingga permasalahan lingkungan dapat dihindari. Oleh sebab itu, saya menghimbau seluruh jajaran pemerintah daerah untuk mereplikasi, mengadopsi dan berinovasi untuk mendorong gerakan-gerakan cinta lingkungan ini di daerah masing masing untuk meningkatkan moral capital dan social capital kita," ungkap Siti.

Sementara itu, Dirjen PPKL KLHK M.R. Karliansyah mengatakan, pihaknya terus mengupayakan penambahan titik-titik pemantauan sehingga data pemantuan yang dihasilkan menjadi lebih akurat.

"Pada tahun 2015 titik pemantauan kualitas udara hanya mencakup 150 kota, sedangkan tahun 2019 jumlah pemantauan mencakup 400 kota dengan jumlah sampel uji mencapai 1.600 sampel uji. Pada tahun 2019 ini mulai mencoba untuk melakukan pengukuran Indeks Kualitas Air Laut dan mengembangkan Indeks Kerusakan Lahan yaitu Indeks Kerusakan Ekosistem Gambut dari penghitungan sebelumnya yang lebih difokuskan pada media lingkungan yaitu air, udara, dan lahan hutan. IKLH akan terus disempurnakan kualitasnya agar dapat mencapai indeks lingkungan hidup yang ideal dan mendekati kondisi realitas di lapangan," pungkas Karliansyah.(mg10/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... 2.000 Orang Bersihkan Sampah di Pantai Sendang Sikucing


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler