BACA JUGA: Di Sekolah, Anak Dicemooh karena Kiblat Salat ke Filipina
Meski, masih tetap saja pembagian jatahnya dengan nasi bungkus....Rian, 24 tahun, tak pernah membayangkan akan menjalani Puasa Ramadhan ditengah pengungsian
BACA JUGA: Dikenal Agak Temperamental, Sering Jaga Tanah
Sekalipun begitu, ia mengaku bisa mensyukuriBACA JUGA: Sehari-hari, Garasi Formula 1 Berisikan Lapangan Futsal
"Di sini, semua pasti kebagianPersediaan cukup," kata Rian dengan mata berlinangJumlah makanan yang terbatas, membuat Rian mengaku tak pernah makan kenyangMaklum, di pengungsian Rian ada sekitar 656 orang pengungsi lainnya, yang juga mengharapkan bantuan makan yang samaRian adalah satu dari ratusan wargai Kampung Babakan Ranca, desa Tarumajaya, Kertasari, kabupaten Bandung, Jawa BaratSebenarnya, hidup pas-pasan sudah menjadi keseharian bagi RianNamun, suasana di bulan ramadhan biasanya selalu bersahaja"Suasananya selalu beda dan menyenangkanDan yang paling penting, bisa makan kenyang," ujarnya berseloroh
Kampung Babakan Ranca adalah salah satu desa yang paling parah diguncang gempa berkekuatan 7,3 SR awal September silamRumah Rian sudah robohAtapnya berjatuhan ke tanahDinding yang terbuat dari batu-bata juga sudah retak-retak.Rumah yang dibangun empat tahun silam itu, praktis tidak bisa ditempati lagiRumah itu harus dirobohkan, dan dibangun kembali"Saya hanya bisa berharap ada bantuan dari pemerintah untuk bisa membangun rumah itu kembali," ujarnya.
Babakan Ranca terletak 30 kilometer dari kota PengalenganKampung ini, diapit dua gunung yang berbedaDi sisi barat ada gunung Wayang Windu, dan gunung Seratus Tiga Belas di sisi timurnyaTidak jauh dari Babakan Ranca, ada situ CisantiSebagian warga di sini, hidup dari buruh taniNamun, tidak sedikit pula yang masih menjadi pengangguranBegitu pun RianKesehariannya, ia bekerja serabutanKadang sebagai buruh, terkadang ia jadi pedagang"Ya, kalau musim panen jadi buruh di sawah, kalau paceklik dagang," ujarnya.
Gempa bumi yang berlangsung hanya beberapa detik itu telah mengubah keseharian desa BabakanHampir memasuki pekan ke dua, mereka berada di pengungsian, di bawah tenda-tenda daruratSatu tenda besar bisa menjadi tempat tidur bagi sekitar 40 hingga 50 orangKetika malam menjemput senja, selepas berbuka puasa, suasana bersangsur sunyiTidak ada aktivitas lain, kecuali bercengkarama antara sesamaSebagian lagi, memilih berbaring sembari menidurkan anak atau cucunyaSampai akhirnya terlelap, hingga waktu sahur membangunkan mereka.
Selama Ramadhan, pembagian makanan hanya dua kaliYakni ketika sahur dan berbukaHingga memasuki hari ke sepuluh di pengungsian ini, menu sahur maupun buka puasa belum pernah berubahSetiap orang mendapatkan jatah satu bungkus makanan, yang berisi sekepal nasi, dengan lauk sambal goreng tempe dan satu telur rebus"ya, itu menu standar bencana alam," kata Bambang, salah seorang petugas dapur umum di desa ituItu pun kalau stok makanan adaLalu bagaimana kalau tidak ada? "Ya bagaimana, namanya tidak ada kita akan berusaha," ujarnya menambahkan.
Bambang membantah kalau menu tidak pernah berubah"Kalau lagi ada berubah jugaKadang pakai mie instanKadang pula, pakai abon," ujarnyaTentu saja, tidak mudah untuk menyediakan makanan bagi 656 orang saban harinyaApalagi jika harus menyediakan menu yang aneh-aneh"Dalam situasi begini, menu paling mewah ya ikan sarden," ujarnya.
Untuk menyiapkan menu yang sederhana ini, menurut Bambang, dibutuhkn waktu antara 6 sampai 7 jamWaktu lama, dibutuhkan untuk menanak nasi"Jadi, kami ini praktis tidak pernah istirahatBayangkan saja, tujuh jam kami memasak untuk kebutuhan sahurKemudian, waktu yang sama untuk menyiapkan berbuka puasa," ujarnyaMeski begitu, Bambang mengaku ikhlas melakuan semua pekerjaan ini"Ya, hanya dengan cara begini kami bisa membantu saudara-saudara yang sedang terkena musibah," katanya.
Masalah pengungsi tentu bukan hanya tempat tinggal dan makananMasalah air bersih pun selalu menjadi persoalan seriusBegitu pula bagi pengungsi yang ada di dusun Babakan Ranca iniPersediaan air bersih masih belum seperti yang mereka harapkanSekalipun, Direktur PDAM Tirta Raharja Pudjidarto pernah menyatakan dalam menanggulangi permasalahan gempa menyediakan diPangalengan dan Kertasari menyediakan 5 unit hidra umum dengan kapasitas 2 liter per detik, instalasi pengolahan air (IPA) umum dengan kapasitas 0,5 liter per detik dan satu tangki air mobile.
Namun, hingga kemarin air itu belum mengucur seperti yang dijanjikan."Kebutuhan air bersih sangat penting yang dibutuhkan pengungsi, kami ingin membangun saluran air dari Gunung Wayang sepanjang 5 kilometer atau dari Situ Cisanti," terang anggota taruna tanggap bencana (Tagana) saat di pengungsian.
Pada Sabtu (12/9) Menteri Departemen Sosial (Mensos) RI Bachtiar Chamsyiah mengungungi desa tersebut sekaligus berbuka puasa bersama di hari kesepuluh mereka mengungsiMensos menyampaikan kabar baik bahwa pemerintah akan segera memberikan bantuan untuk perbaikan rumah korban gempa.
"Pemerintah dalam rapat terbatas akan mengusahakan 3 minggu sampai satu bulan untuk dapat mencairkan dana Rp 800 miliar untuk rehabilitasi dan perbaikan pasca gempa," terangnya kepada wartawanSekadar diketahui jumlah rumah yang rusak mencapai 41.675 unit di 9 Kecamatan Kabupate Bandung15 306 di antaranya rusak berat, 6.090 unit rusak sedangDan rusak ringan 20.379 unit.Menteri juga menyikapi keinginan Tagana untuk membangun saluran air bersih ke tenda pengungsian, dengan merekomendasikan bantuan Rp 200 juta dari Depsos, Rp 100 juta dari Pemkab Bandung, dan Rp 200 juta untuk dimohonkan kepada Gubernur Jawa Barat.(mas/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemulihan Cedera Lebih Baik daripada di Amerika
Redaktur : Tim Redaksi