Federasi Petani Australia menuntut pemerintah Australia agar segera mengambil tindakan, karena tiga puluh persen petani di Australia pernah terpikir untuk melukai diri sendiri, atau bahkan bunuh diri.
Laporan kesehatan mental di kalangan petani adalah hasil dari survei yang dilakukan Federasi Petani Australia terhadap 1.300 petani.
BACA JUGA: Pengungsi Afghanistan Kesulitan Mencari Rumah di Australia
Ditemukan 45 persen petani pernah mengalami depresi dan hampir 60 persen mengalami 'anxiety' atau kecemasan selama beberapa tahun terakhir.
Survei dilakukan bulan Februari 2023, setelah Australia mengalami serangkaian bencana alam, meningkatnya harga-harga, turunnya harga komoditi dan masa depan ekonomi yang tidak menentu.
BACA JUGA: Perempuan di Jepang Mulai Membuka Suara Soal Rendahnya Angka Kelahiran
David Jochinke, Wakil Presiden NFF, yang juga petani gandum dan pemilik peternakan hewan di kawasan Wimmera, negara bagian Victoria, mengatakan hasil survei ini "cukup mengejutkan".
"Kesehatan mental masih menjadi masalah besar di kalangan petani, dan juga kurangnya layanan [untuk kesehatan mental] dan dampaknya terhadap komunitas juga besar," katanya.
BACA JUGA: Bagaimana Dua Orang Ayah di Australia Memiliki Seorang Anak dari Ibu Pengganti
"Yang harus kita pastikan adalah ada layanan memadai bagi yang memerlukan, terus menghilangkan stigma soal kesehatan mental, dan bagaimana kita bersama-sama membantu agar masalah ini terus dibicarakan, juga ada intervensi saat diperlukan."
Laporan menyimpulkan jika bencana alam merupakan sebab utama menurunnya kesehatan mental.
Kemudian disusul dengan masalah keuangan, inflasi, dan pembiayaan.
Sebayak 88 persen petani mengatakan terdampak secara signifikan akibat bencana alam selama lima tahun terakhir.
"Apa yang ditunjukkan oleh data adalah adanya hubungan signifikan antara bencana alam dengan kesehatan mental, dan perlunya waktu bagi proses pemulihan," kata David.
"Yang paling utama memang dampak keuangan terhadap usaha mereka, rasa kesepian, dan juga perasan mereka tidak dihargai sebagai petani."
Hasil dari survei menunjukkan tiga perempat petani di Australia merasa apa yang mereka lakukan tidak dihargai oleh warga Australia.
David mengatakan baik pemerintah negara bagian dan pemerintah federal perlu memperhatikan masalah kesehatan mental petani dengan serius, serta melakukan koordinasi untuk memastikan mereka yang membutuhkan bisa mendapat bantuan memadai.
"Kami ingin memastikan kita bisa mengurangi jumlah orang yang mengalami masalah kesehatan mental dan satu-satunya cara adalah menyediakan jasa yang bisa membantu ketika bencana alam terjadi," katanya.
"Ini bisa dilakukan online atau juga tatap muka langsung, harus ada kombinasi keduanya untuk bisa dijalankan.
"Kami juga menyadari adanya masa tunggu untuk bisa bertemu profesional, dokter psikolog di kawasan pedesaan, dan masalah ini juga harus diselesaikan."
Ross Blanch, petani ternak susu di negara bagian Queensland saat ini membantu melayani panggilan telepon untuk kesehatan mental bagi para petani dan perternak.
"Akan bagus sekali kalau ada dua tiga orang tiap distrik melakukan apa yang saya lakukan, dan kebanyakan kerja saya adalah berbicara di telepon, termasuk saat saya memeras susu atau berkeliling di peternakan atau kerjaan lainnya," katanya.
Meski dia sudah membantu ratusan petani yang mengalami masalah selama empat tahun terakhir, Ross masih terkejut melihat hasil survei.
"Saya memang sadar, ini menjadi masalah. Namun angkanya jauh lebih tinggi dari yang saya perkirakan," katanya.
"Saya tahu bagaimana dampak kekeringan dan banjir bagi kita. Secara fisik juga pengaruhnya besar. Kita bekerja, bekerja dan bekerja dan tiba-tiba ketika masalah mental muncul, kita tidak bisa berfungsi normal dan kehilangan kontrol atas semua bisnis yang kita miliki dan saat itulah muncul keinginan melukai diri sendiri."
"Saya kira sumber daya sudah ada, namun para petani tidak mau mencari bantuan kecuali ketika dipaksa dan orang yang pernah saya paksa mencari bantuan, mereka menjadi orang hebat sekarang."
"Saya kenal beberapa orang yang hampir betul-betul putus asa, dan disarankan orang lain untuk menghubungi saya dan saya berhasil membantu mereka."
Survei juga menemukan 11 persen dari petani yang mengalami masalah kesehatan mental malu untuk meminta bantuan, 17 persen mengatakan tidak mau mencari bantuan, serta 15 persen mengalami kesulitan untuk mendapatkan jasa bantuan di komunitas mereka.
Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menjelang SEA Games 2023, Timnas Basket Indonesia Matangkan Persiapan ke Australia