Mereka Gunakan Berbagai Cara untuk Gabung ISIS

Kamis, 12 Maret 2015 – 09:23 WIB
Tim Ahli BNPT yang juga Pengamat Intelijen Wawan Hari Purwanto.

jpnn.com - KELOMPOK Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) atau Negara Islam Irak dan Suriah, terus menebar ancaman. Mereka menjadi musuh dunia internasional. Paham yang mereka sebarkan, tak sedikit yang berhasil mempengaruhi banyak orang untuk bergabung. Tak terkecuali dengan warga negara Indonesia. 

Pada 2014, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyatakan sedikitnya 300 WNI bergabung dengan ISIS. Teranyar, 16 WNI yang memisahkan diri dari rombongan tur ke Turki disinyalir kuat bergabung dengan ISIS. 

BACA JUGA: Rupiah Sebenarnya Oke

Perbatasan Turki dengan Irak dan Suriah kini dikuasai ISIS. Indikasi itu semakin kuat manakala salah satu dari WNI itu bercokol nama Salim Mubarok Attamimi alias Abu Jandal Al Yemeni Al Indonesi. Dia yang beberapa waktu lalu pernah muncul di Youtube menantang Polri, TNI dan Banser Nadhlatul Ulama. Apa sebenarnya yang membuat banyak WNI tergiur bergabung ISIS? Bagaimana mereka bisa sampai ke Suriah?

Berikut petikan wawancara wartawan JPNN.com, Mohamad Kusdharmadi dengan Tim Ahli BNPT yang juga Pengamat Intelijen Wawan Hari Purwanto, Rabu (11/3) malam via telepon.

BACA JUGA: Tinggal Pilih, Mau Gabung atau Tidak

ISIS masih eksis. Tak sedikit WNI yang bergabung dengan ISIS. Apa motif yang melatarbelakangi bergabungnya WNI dengan ISIS?

Sebenarnya begini ya, mereka tertarik keluar (bergabung ISIS) karena salah satunya menganggap itu sebagai medan jihad (berjuang di jalan Allah SWT). Namun, ada yang bermotif ekonomi. Misalnya, diiming-imingi gaji yang tinggi.

BACA JUGA: Tak Mungkin Ada Ketum Pagi dan Ketum Malam

Berapa biasa gaji yang diiming-imingkan itu?

Biasanya antara Rp 20 juta hingga 150 juta. Mereka di sana (di Irak dan Suriah), tidak semuanya berada di garda terdepan untuk berperang. Ada yang dibutuhkan di dapur umum. Makanya banyak juga wanita yang bergabung ke sana. Lebih pada dukungan (perjuangan ISIS di sana).

Selain itu, faktor apa lagi yang membuat mereka tertarik bergabung ISIS?

Di samping itu banyak juga saudara-saudara mereka yang sudah lebih dulu berangkat ke sana. Mereka-mereka itu terus memanggil saudara-saudara atau teman-temannya (di Indonesia) untuk ke sana.

Mereka menceritakan kondisi di Irak dan Suriah,  lalu kemudian mengajak saudaranya berangkat  ke sana?

Iya bisa seperti ini. Memang untuk hal-hal seperti ini, hubungannya harus saling percaya. Karena mereka sangat curiga dengan kehadiran orang yang tak dikenal. Mereka perlu mendapat rekomendasi dari orang yang benar-benar mereka kenal dan percaya.

Apakah ada kekhawatiran mereka kalau  orang tak dikenal lalu mengajak  itu untuk memata-matai mereka? Misalnya intelijen?

Ya, bisa seperti itu.

Lalu bagaimana pola pemberangkatan yang mereka gunakan?

Tentu mereka menggunakan berbagai akal untuk bisa keluar dari Indonesia. Rata-rata mereka berangkat dari Bandara Juanda, Surabaya, Jawa Timur ke Kuala Lumpur, Malaysia. Setelah itu baru ke Kilis (di Turki) kemudian ke Aleppo (Syria) dan Mosul (Irak).

Selain itu, mereka yang berangkat itu juga mendapat uang saku USD 1.500 dan tiketnya sudah dibayarkan. Sehingga mereka berduyun-duyun eksodus ke sana.

Apakah ada jalur lain selain udara, misalnya laut?

Kalau sekarang-sekarang belum ditemukan selain udara. Semuanya jalur udara. Karena kalau laut itu waktu lebih panjang.

Lalu kemudian, apakah yang terbaru yakni 16 WNI yang memisahkan diri dari rombongan tur di Turki itu kuat indikasinya bergabung ISIS?

Indikasi kuat ke arah sana, apalagi ada sejumlah nama (yang tergabung di 16 WNI). Misalnya At Tamimi (Salim Mubarok Attamimi alias Abu Jandal Al Yemeni Al Indonesi), yang sebelumnya menantang Polri, TNI dan Banser (NU). Ini perlu penajaman, dikhawatirkan mereka bergabung ISIS.

Apa saja yang biasanya dilakukan oleh WNI-WNI yang sudah bergabung dengan ISIS di sana, selain yang sudah Anda sebutkan tadi?

Ada juga yang menikah dengan orang di sana. Kemudian melakukan kegiatan rutin. Misalnya,  sambil  menunggu situasi reda, karena perang terus. Kalau tidak, mungkin mencoba bergerak di bidang ekonomi, jual beli dan sebagainya. Sekarang ini, kita ingin supaya mereka kembali  karena kalau tidak efeknya bisa meluas dan melebar.

Apakah ini bisa menjadi bom waktu bagi Indonesia? Maksudnya kalau mereka di Irak dan Syria belajar lalu kembali ke Indoneisa menularkan ajarannya?

Itu yang kita khawatirkan. Dulu saudara-saudara kita yang bergabung dengan Taliban, pulang seperti itu. Begitu juga yang dulu ke Mindanao (Filipina). Pengaruh itu pasti ada. Belajar dari kasus-kasus seperti maka kita harus bisa benar-benar tertib sehingga tidak kontraproduktif.

Tapi tak sedikit yang sudah pernah berangkat ke sana bergabung ISIS lalu semacam kecewa karena tak sesuai dengan yang dijanjikan kemudian kembali ke tanah air?

Itu juga harusnya menjadi salah satu pertimbangan bagi saudara-saudara kita. Hati-hati dengan iming-iming besar seperti itu, nanti dikecewakan. Perlu sikap kritis, supaya tidak salah memahami sesuatu.

Lalu solusi apa yang ditawarkan supaya tak ada lagi WNI yang memilih berangkat ke Irak dan Suriah kemudian bergabung ISIS?

Ya, kalau mereka kan orang bebas, belum di posisi sebagai terdakwa atau tahanan. Kasus yang dialami tidak ada. Itu juga menjadi kesulitan, karena mereka orang bebas, bukan tahanan. Karena mereka orang bebas, negara jadi keliru kalau mencekal mereka tanpa ada melanggar (hukum) apapun.  Paling hanya mengimbau supaya tidak terpengaruh ke negeri orang. Kalau ditangkap, kita tidak ada Undang-undang Antisubversi. Kalau dulu ada Undang-undang Antisubversi, bisa menangkap kemudian kalau tidak bersalah dilepaskan. Tapi, sekarang kan minimal harus punya dua alat bukti (untuk menangkap orang).

Kalau cuma mengimbau apakah itu efektif? Bagaimana dengan program deradikalisasi?

Program deradikalisasi harus terus dilakukan. Sampai sekarang masih terus dilakukan. Kita tidak tinggal diam. Kita gerakkan berbagai lini. Baik itu badan mahasiswa, sampai pengurus, pengasuh pondok pesantren, kalangan organisasi kemasyarakatan, organisasi kepemudaan untuk terus bersama-sama.

Terakhir, bagaimana konkritnya untuk memberikan pemahaman kalau ISIS itu bukan ajaran yang benar?

Kalau dari situs-situs yang mereka sebar, itu bisa sampai seluruh dunia termasuk di Indonesia. Pengguna internet, twitter itu hampir 32 juta. Mereka bisa menggerakkan lewat itu dengan merasa yakin bahwa ajaran yang dia pegang benar. Untuk penyadarannya harus dengan pendekatan dari hati ke hati bahwa mereka harus lebih mencintai tanah airnya. Karena Irak dan Syria itu bukan Indonesia. Bahwa Indonesia negara tersendiri, tidak lantas di bawah keinginan dan tekanan negara lain. Itu yang harus dipertimbangkan. (*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dana Desa, Kuncinya Pendampingan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler