jpnn.com - JAKARTA – Merokok banyak memberikan efek negatif terhadap kesehatan. Perokok mudah terkena penyakit stroke, jantung, diabetes dan lainnya. Bahkan, selain kesehatan, merokok juga menimbulkan banyak masalah di bidang sosial.
Hal ini diungkapkan Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Anhari Achadi saat diskusi Harga Rokok Naik untuk Siapa? di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (27/8). Menurut Anhari, sebenarnya Indonesia punya bonus jumlah demografi yang besar.
BACA JUGA: Panglima TNI: Krisis Energi, Pangan dan Air Akan Picu Konflik Dunia
Nah, kalau ke depan bisa melahirkan generasi yang produktif dan sehat, itu akan sangat menguntungkan untuk pembangunan bangsa. “Kita harap kita akan untung bonus demografi, penduduk produktif, mereka sehat, tidak sakit-sakitan dan tidak membutuhkan biaya untuk penyakitnya,” kata Anhari.
Ia mengatakan, sudah banyak penelitian tentang bahaya rokok. Misalnya, bayi dalam kandungan bisa terahir cacat karena terpapar asap rokok. Kemudian, bayi yang terpapar asap rokok setelah lahir bisa intelijensi bisa rendah, terutama pada pemahaman matematika.
BACA JUGA: Kemdikbud Pastikan Pengurangan Anggaran Tunjangan Profesi tak Hilangkan Hak Guru
“Banyak penyakit yang disebabkan karena rokok. Ini akan mengurangi kemampuan berproduksi dengan baik ke depan,” kata Anhari.
Lebih jauh dia mengatakan, menaikan cukai dan harga harga jual rokok bisa menjadi instrumen utama dalam mengendalikan penjualan rokok. Namun, katanya, perlu disadari juga bahwa kenaikan cukai dan harga tokpk tidak bisa serta-merta menyebabkan orang berhenti merokok.
BACA JUGA: Misbakhun: Siapa yang Menjaga dan Melindungi Petani Tembakau?
Perokok yang sudah kecanduan tetap merokok. Dengan demikian, kata dia, dalam jangka waktu tertentu pemasukan cukai tetap tinggi.
Hanya saja, lanjutnya, yang diharapkan adalah pada masa depan yakni generasi muda tidak merokok. “Kita bicara 30 tahun hingga 40 tahun yang akan datang,” kata dia.
Anhari menambahkan, selama ini ada kesalahan informasi bahwa pabril rokok akan tutup jika pemerintah meratifikasi Konvensi Pengendalian Tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), serta menaikkan cukai dan harga rokok. Sebab, katanya, filosofi FCTC adalah untuk kepentingan jangka panjang.
“Itu kesalahan informasi, yang mungkin memang sengaja disampaikan pihak tertentu agar pengambil keputusan ragu-ragu,” katanya.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wacana Harga Rokok Rp 50 ribu, Salah Satu Instrument FCTC
Redaktur : Tim Redaksi