JAKARTA - Kecelakaan Merpati di Kaimana, Papua Barat, membuat banyak pihak menyoroti kelayakan pesawat MA-60 buatan TiongkokNamun, pihak Merpati bersikukuh tetap mengoperasikan pesawat jenis tersebut.
Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) Sardjono Jhony Tjitrokusumo mengatakan, sebelum terbang, baik pesawat maupun kru sudah menjalani prosedur persiapan
BACA JUGA: PLN Bangun Instalasi Gas
"Jadi, kami pastikan, saat berangkat dari Sorong, pesawat MA-60 maupun kru pesawat kami laik terbang," ujarnya di Kementerian Perhubungan kemarin (9/5).Jhony mengakui, pesawat MA-60 memang belum mendapat sertifikat Federal Aviation Administration (FAA)
BACA JUGA: Bangun Instalasi CNG Storage, PLN Gandeng PT PAL
"Tapi, pesawat MA-60 tetap punya sertifikasi keselamatan standar Indonesia dan China," katanya.Menurut Jhony, sistem sertifikasi di luar FAA juga diterapkan oleh negara-negara yang menggunakan pesawat buatan non-AS
BACA JUGA: IHSG Diprediksi Tak Surut Koreksi
Pesawat MA-60 juga tidak menggunakan sertifikat FAA," ucapnya.Jhony mengatakan, pesawat MA-60 yang celaka di Papua adalah pesawat baruPesawat tersebut tiba di Indonesia pada 3 Desember 2010 dan mulai terbang pada 6 Desember 2010 untuk melayani rute Bali?Nusa Tenggara"Kemudian, pada 16 Maret lalu, pesawat kami alihkan untuk melayani rute Papua," terangnya
Kelaikan pesawat untuk terbang, lanjut dia, juga ditunjukkan dari hasil catatan pemeriksaan sebelum terbang atau logbook yang tidak menunjukkan pernah ada gangguan teknis pada pesawat"Kami sudah cek, logbook-nya clear (bersih dari catatan kerusakan, Red)Jadi, kondisi pesawat memang bagus," jelasnya.
Jhony berharap kabar negatif seputar pesawat Merpati tidak terus diembuskanSebab, hal itu akan mengganggu proses restrukturisasi Merpati di tengah persaingan bisnis penerbangan yang ketat"Kami ini BUMN yang struggle (berjuang untuk sehat, Red)Kami juga kesulitan keuanganTapi, kami jamin, hal itu tidak akan membuat kami mengorbankan aspek keselamatan," ujarnya.
Jhony menambahkan, setelah satu pesawat jatuh di Papua, Merpati masih memiliki 12 pesawat MA-60Saat ini Merpati juga menunggu kiriman dua pesawat lagi yang akan datang pada 19 dan 20 Mei"Jadi, nanti kami memiliki 14 pesawat MA-60," ujarnya.
Dia mengungkapkan, Merpati memiliki 13 pesawat MA-60 yang didatangkan sejak 2007 dari produsennya di TiongkjokSetiap unit pesawat penumpang bermesin turbo baling-baling ganda tersebut dibeli dengan harga USD 11 juta atau Rp 9,408 miliar
Dia menguatkan pernyataan Kementerian Perhubungan bahwa pesawat MA-60 buatan Tiongkok tidak ada masalah secara teknisNamun, dia membenarkan bahwa pada 2007 beberapa pesawat jenis itu terpaksa tidak diterbangkan"Tapi, bukan karena tidak laik terbangItu hanya karena permasalahan dalam leasingAda masalah pembayaran," katanya.
Pengamat penerbangan, Sri Subekti, memperkirakan kecelakaan pesawat Merpati itu disebabkan pilot memaksakan pendaratan di Bandara KaimanaPadahal, saat itu hujan deras sehingga tidak mungkin menggunakan pendaratan visual"Sudah sangat jelas, prosedur yang harus dilakukan penerbang adalah tidak memaksakan kehendak untuk tetap mendarat," cetusnya.
Masalah utama di bandara-bandara kecil di Papua adalah minimnya alat bantu navigasiDi Bandara Kaimana diketahui hanya ada ADF (automatic direction finder)"Alat bantu jenis ini hanya berguna untuk menuntun pesawat ke landasan pada saat cuaca bagus," tambahnya.
Pesawat MA-60 sebenarnya didesain sebagai pesawat yang mampu terbang dalam IFR (instrument flight rules), sedangkan Bandara Kaimana adalah pangkalan udara dengan fasilitas penerbangan VFR (visual flight rules)"Sayangnya, Bandara Kaimana tidak mempunyai informasi yang diperlukan bagi sistem IFR, sehingga cuma bisa VFRDi sini menjadi jelas, ada masalah sangat prinsip ketika cuaca buruk," tuturnya
Bila benar kabar yang mengatakan bahwa pesawat tersebut berputar-putar terlebih dahulu di atas laut dekat bandara, Sri memperkirakan sang pilot sedang mencari landasan, tapi gagal"Mungkin dia salah mendarat di laut karena secara visual memang tidak mungkin melihat secara jelas," tegasnya.
Menurut dia, tewasnya para penumpang Merpati tersebut juga harus dipertanyakanSebab, mereka tidak menggunakan pelampung udara yang ada di setiap kursi penumpang"Seharusnya, kalau kondisi memang sudah kritis, bisa saja pilot atau pramugari memerintahkan penumpang memakai pelampung, sehingga bisa selamat meskipun masuk laut," jelasnya.
Sementara itu, Menteri BUMN Mustafa Abubakar mengatakan, pihaknya meminta manajemen Merpati terus melakukan pembenahan internal agar kejadian kecelakaan bisa dihindariNamun, Mustafa belum akan menindak manajemen Merpati"Kita tunggu dulu hasil KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi)," ucapnya(wir/owi/c2/nw)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PLN Genjot Pelanggan Listrik Prabayar
Redaktur : Tim Redaksi